• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

November 12, 2021

2021
Jurus Korea Selatan Kelola Sampah Plastik Via Sirkular Ekonomi yang Bisa Ditiru Indonesia

Tanti Yulianingsih – Luptan6.com


Liputan6.com, Jakarta – Sampah plastik sudah sejak lama menjadi masalah bagi banyak negara di dunia. Meski sejumlah imbauan dan aturan telah diterapkan terkait pelarangan penggunaan plastik atau makanan dan minuman dengan kemasan plastik, namun tidak semua individu mematuhinya dengan benar.

Hal itu berdampak pada menumpuknya sampah plastik. Bahkan pada 2019 lalu terjadi tren pengembalian sampah plastik dari sejumlah negara.

Mengambil contoh dari Indonesia, pada tahun itu pernah mengirim balik 18 dari 103 kontainer sampah asal Australia yang masuk ke wilayahnya. Indonesia juga membantah mengalihkan pengiriman sampah terkontaminasi ke negara Asia lainnya seperti yang ditudingkan jaringan aktivis lingkungan dalam laporannya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Indonesia (DJBC), selama empat bulan terakhir hingga 30 Oktober 2019, ada 358 kontainer atau peti kemas berisi sampah dari Australia yang masuk ke Indonesia.

Jumlah itu mewakili sekitar 16,3 persen dari total peti kemas sampah yang masuk ke Indonesia dan dihentikan otoritas Bea Cukai melalui 5 pelabuhan di Jawa dan Riau.

Melalui sebuah konferensi pers pada 2019, Negeri Jiran Malaysia pun menyatakan mengembalikan 3.300 ton sampah ke negara-negara asalnya: Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda, Jerman, Norwegia, Prancis, Jepang, China, Kanada, Bangladesh, Arab Saudi, dan lainnya.

Berkaca dari hal itu, masyarakat global kini tengah dihadapkan dengan masalah terbesar yang masih sulit diatasi dari sampah plastik yang bisa memicu beragam pencemaran karenanya.

Dalam mengatasi permasalahan sampah plastik, gagasan circular economy (ekonomi sirkular) mengemuka. Sebuah sistem ramah lingkungan yang mempertahankan nilai material agar dapat digunakan berulang kali. Sistem tersebut bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan material secara sirkular untuk meminimalkan produksi limbah dengan memulihkan dan menggunakan kembali produk dan bahan sebanyak mungkin, secara sistemik, dan berulang-ulang.

Konsep ekonomi sirkular berpedoman pada prinsip utama mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada.

Salah satu yang mengedepankan sistem ini adalah Republic of Korea (ROK). Negara yang juga dikenal dengan sebutan Korea Selatan ini menggunakan pendekatan ekonomi sirkular dalam mengolah limbah plastik baik domestik maupun dari impor.

Melihat biaya besar yang dikeluarkan untuk mengolah sampah, Korea Selatan berupaya untuk mengelolanya dengan cara yang lebih efektif dan juga menguntungkan.

Menurut data dari Dr. Seung-Whee Rhee, profesor di the Department of Environmental Engineering, Kyonggi University, Korea, total biaya impor di Korea adalah U$503,3 miliar. Hampir 95% dari semua energi dan bahan baku diimpor dari luar negeri dan 65% penggunaan energi bergantung pada bahan bakar fosil pada 2019.

Dia juga mengatakan bahwa jumlah timbulan sampah di Korea meningkat dari 346.669 ton/hari pada 2007 menjadi 497.238 ton/hari pada tahun 20182). (Compounded Annual Growth Rate (%) /CAGR atau Tingkat Pertumbuhan Tahunan Majemuk: 3,05%)

“Itulah motivasi mengapa kami dulu membuat daur ulang dan beralih ke circular economy society (masyarakat ekonomi sirkular),” ungkap Dr Rhee dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta medio Oktober 2020.

Untuk mengubah menuju masyarakat ekonomi sirkular, menurut Dr Rhee, bisa melalui sumber daya, program kesadaran untuk mendorong partisipasi warga.

Jurus dari Korea yang Bisa Ditiru Indonesia

Dr Rhee mengakui memang ada kesulitan tersendiri untuk membuat orang peduli dengan sirkular ekonomi untuk mengelola sampah plastik. Ia pun memberikan sejumlah jurus yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia.

“Sulit untuk membuat orang peduli tentang sirkular ekonomi. Indonesia yang mempunyai banyak pulau tidak mungkin menyambangi satu per satu, salah satunya bisa menggunakan metode poster. Ditempel di setiap pintu masuk, di setiap elevator, jadi orang melihatnya,” tuturnya seraya menjawab pernyataan salah satu perserta dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta.

“Yang kedua melalui NGO, berkerja sama dengan organisasi. Itu adalah upaya stabil untuk bekerja demi lingkungan,” sambungnya lagi.

Selain itu, jurus menggunakan tokoh terkenal sebagai model promosi dicetuskan olehnya. “Cara lainnya menggunakan sosok popular, jadi orang peduli karena mengenalnya”. 

Dr Rhee memaparkan bahwa tidak ada hukuman di negaranya untuk program pengelolaan sampah plastik tersebut. Sebab hal itu justru akan membuat masyarakat enggan untuk berpertisipasi dalam metode tersebut.

“Tak ada hukuman untuk proses recycle itu. Soalnya kalau begitu nanti malah akan disembunyiin sampahnya,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dr Rhee juga mengatakan jurus membuat orang tertarik dengan metode sirkular ekonomi dalam mengelola sampah plastik.

“Jadi mulai dari TK, SD diajari (soal sirkular ekonomi untuk pengelolaan sampah plastik), dipromosiksan. Bergandeng tangan bersama mempromosikannya. Setiap tahun adakan pembelajaran soal sirkular ekonomi, sesi wajib,” tukasnya.


Sumber: https://www.liputan6.com/global/read/4709033/jurus-korea-selatan-kelola-sampah-plastik-via-sirkular-ekonomi-yang-bisa-ditiru-indonesia

2021
Korsel Disebut Mitra Tepat RI untuk Kerja Sama Atasi Masalah Iklim

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — KTT soal perubahan iklim atau COP26 di Glasgow telah usai. Para pemimpin dunia didesak untuk bertindak lebih banyak lagi guna mencegah perubahan iklim yang semakin memburuk.

Salah satu jurus yang terus digaungkan untuk mengurangi faktor perubahan iklim adalah mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab utama pemanasan global.

Dalam COP26 ratusan negara pun kembali menegaskan janji mereka untuk dapat mencapai target nol emisi karbon dalam beberapa dekade mendatang.

Salah satu upaya mencapai target nol emisi itu adalah dengan mempercepat peralihan penggunaan energi dan pembangunan dengan teknologi yang ramah lingkungan serta berkelanjutan.

Direktur Center for Climate and Sustainable Development Law and Policy (CSDLAP) dari Korea University, Chung Suh-yong, menganggap Korsel dapat mengisi kesenjangan yang dirasakan Indonesia selama ini ketika bekerja sama dengan negara maju terkait masalah perubahan iklim.

“Karena salah satunya faktor sejarah yang hampir sama, di mana kedua negara sama-sama pernah terpuruk akibat krisis ekonomi, Korsel memiliki pengalaman unik sehingga dapat merasakan kesulitan dan tantangan apa yang dirasakan RI dalam menangani masalah perubahan iklim, termasuk soal transfer teknologi,” kata Chung workshop yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation beberapa waktu lalu.

Menurut Chung, kerja sama dalam hal menciptakan teknologi ramah lingkungan tidak semudah bekerja sama di bidang lainnya. Sebab, teknologi yang ada belum tentu bisa sama diterapkan dengan maksimal oleh semua negara.

Sementara itu, Chung menilai Korsel memiliki posisi yang dapat memahami bahwa setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki tantangan dan kondisi yang berbeda dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan serta ekonomi hijau.

Selain itu, Chung menganggap Seoul dan Jakarta memiliki ambisi yang sama soal penanganan perubahan iklim. Ia mengatakan sektor kehutanan, kelautan, dan budidaya mangrove Indonesia selama ini menjadi yang paling disorot Korsel terkait masalah lingkungan.

“Sektor kehutanan memiliki banyak potensi. Indonesia memiliki banyak hutan hujan. Korea memiliki pengalaman yang sangat bagus tetapi ukuran lahan untuk eksplorasi terlalu kecil. Jadi kita bisa menggunakan pengalaman Korea sebagai uji coba, sehingga kita bisa memanfaatkan pengalaman dengan mitra hebat kita termasuk Indonesia,” ucap Chung.

Chung juga memaparkan pandangannya kenapa Korsel bisa memiliki kebijakan soal penanganan iklim yang komprehensif. Ia beranggapan salah satu kuncinya adalah konsistensi kebijakan dari satu pemimpin ke pemimpin selanjutnya.

“Tidak peduli pemerintahan mana yang sedang menangani di masa lalu, sekarang dan di masa depan,” papar Chung.

Chung menuturkan kebijakan ekonomi hijau Korsel pertama kali digagas oleh Presiden Lee Myong-bak. Saat itu. Korsel mendeklarasikan komitmen sukarela pertamanya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca serta memperkenalkan ETS (Emission Trading Schemes).

Setelah Lee lengser, penerusnya, Presiden Park Geun-hye melanjutkan visi Lee dengan menerapkan kebijakan ekonomi kreatif yang fokus menerapkan teknologi yang rendah karbon dan lebih rama lingkungan.

Dan kini, di era kepemimpinan Presiden Moon Jae-in, Korsel fokus memperkenalkan kebijakan transisi energi.

“Saya berharap Indonesia juga bisa menerapkan (konsistensi) ini,” papar Chung.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211111082301-106-719538/korsel-disebut-mitra-tepat-ri-untuk-kerja-sama-atasi-masalah-iklim


Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net