• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

December 22, 2021

2021
Pentingnya Penelitian Kelautan untuk Penguatan Ekonomi Biru

Laela Zahra – Medcom.id


Paris’ aquarium Blacktip sharks swim in a pool before being transferred to the Cap d’Agde aquarium, on June 30, 2017 in Paris. / AFP PHOTO / Martin BUREAU

Jakarta: Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia memiliki potensi meningkatkan sumber ekonomi biru, di bidang kelautan dan perikanan. Indonesia dan Korea Selatan telah bekerja sama di bidang penelitian ini sejak 2011, untuk mengembangkan teknologi dan membangun tata kelola kelautan dan perikanan yang lebih baik.

Co-Director of the Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC) Hansan Park mengatakan, kedua negara telah melakukan banyak penelitian bersama. Di antaranya pengembangan sistem operasional peramalan oceanografi, pembentukan stasiun validasi satelit optik, pengembangan energi laut, dan manajemen limbah laut.

“Kita juga mengembangkan proyek satelit laut berupa pembentukan sistem aplikasi pengelolaan perairan Indonesia, menggunakan satelit geostationary Korea,” ujar Park, dalam workhop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia, dikutip Rabu, 22 Desember 2021.

Untuk meningkatkan kekuatan ekonomi biru, hasil penelitian harus menjadi perhatian. “Penting bagi pemerintah membaca hasil penelitian,” kata Park.
 
Tata kelola kelautan dan perikanan yang baik, menurutnya akan memberikan banyak manfaat bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas perikanan, dan mengatasi dampak perubahan iklim.  
 
Sayangnya, di Indonesia manajemen limbah masih belum optimal. “Ini bukan hanya masalah limbah laut, ini dimulai dari kebiasaan masyarakat, lalu juga dalam manajemen limbah, dan daur ulang (recycling) limbah,” kata Park.
 
Dalam misi ini, kedua negara juga telah melaksanakan gerakan bersih pantai di Cirebon, Jawa Tengah, yang mengikutsertakan berbagai elemen masyarakat, dan berhasil mengumpulkan satu ton sampah.
 
Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia, Rokhmin Dahuri, mengatakan potensi produksi perikanan Indonesia lebih dari satu juta ton per tahun. Angka ini yang tertinggi di dunia, namun dampak perubahan iklim perlu diantisipasi.
 
“Dampak perubahan iklim pada perikanan dirasakan pada peningkatan suhu air, karena ikan di daerah tropis memiliki kemampuan adaptasi terhadap peningkatan suhu air yang sangat rendah. Sejak lima tahun terakhir, pelaku budi daya ikan telah menyiapkan spesies baru yang tahan terhadap peningkatan suhu air,” terang Rokhmin.


Sumber: https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/ybDX7aAb-pentingnya-penelitian-kelautan-untuk-penguatan-ekonomi-biru

2021
Fenomena Hallyu dan Mesin Uang Industri Hiburan Korea Selatan

Ana Noviani – Bisnis.com


Girl grup Korea Selatan, BlackPink berpose usai tampil di festival musik Coachella, Amerika Serikat, pada 2019. – YGFamily

Bisnis, JAKARTA—Pandemi Covid-19 nyatanya tidak memudarkan gemuruh hallyu di penjuru dunia. Lagu-lagu BTS dan Blackpink yang merajai tangga lagu global hingga booming serial Squid Game menjadi bukti tingginya antusiasme publik terhadap produk-produk industri hiburan Korea Selatan dan besarnya perputaran uang di dalamnya.

“Selama pandemi ini, gue justru makin suka sama drama Korea. Semua drama atau film yang menang award gue tonton, hiburan banget,” ujar Feni yang merupakan seorang karyawan swasta ketika berbincang dengan Bisnis, baru-baru ini.

Feni mengaku mulai “terpapar” gelombang Korea sejak masa kuliah. Saat itu, dia mulai menonton serial drama Korea lewat dvd seperti Full House dan Endless Love, serta acara ragam (variety show) seperti Family Outing dan Running Man.

Namun, dia merasa menjadi makin menyukai produk-produk budaya pop Korea dalam 2 tahun terakhir. Tak hanya menikmati K-drama, K-movie, dan K-pop, Feni bahkan juga mengeksplorasi produk makanan hingga kosmetik asal Negeri Ginseng.

“Sekarang gue langganan dua platform OTT, Netflix dan Viu, demi nonton drama Korea,” imbuhnya.

Lain lagi dengan Elga yang menjadi penggemar boy group Korea Selatan Big Bang dan Winner tetapi jarang menonton drama Korea. Sebagai fangirl yang loyal, dia tak segan untuk merogoh kocek demi membeli tiket konser dan album musisi kesayangannya.

“Gue terakhir maraton konser 2018-2019, ada Kpopfest karena pengen lihat Winner, terus juga Red Velvet, Supershow. Kalau merchandise, gue beli albumnya Winner, Mino karena ada edisi eksklusif, dan beberapa yang lain,” paparnya.

Istilah Hallyu atau Korean Wave yang saat ini populer sejatinya merupakan hasil dari perjalanan panjang industri hiburan Korea Selatan selama lebih dari 3 dekade. Saat awal 1990an, Korea Selatan memutar otak untuk melebarkan sayap dari ekonomi yang mengandalkan manufaktur menuju industri lainnya.

Di sela-sela periode memimpin Blue House pada 1998-2003, Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung mendapat laporan bahwa nilai penjualan Jurasic Park, sama seperti penjualan ekspor mobil Hyundai pada tahun yang sama. Larisnya penjualan film Hollywood menginspirasi Kim untuk memonetisasi budaya populer Korea Selatan ke dunia internasional.

Andrew Eungi Kim, Professor of International Studies at Korea University, memaparkan tiga fase perkembangan hallyu yang telah bergulir.

“Hallyu berawal dari K-drama, kemudian meluas sehingga saat ini Korea menjadi negara pengekspor budaya populer terbesar di dunia bersama Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Mulai dari film, musik, makanan, hingga fesyen,” tuturnya dalam workshop “Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea” yang dilaksanakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation Jakarta, baru-baru ini.

Drama dan film Korea yang menjadi pembuka jalan gelombang pertama popularitas Korea atau Hallyu 1.0, antara lain Winter Sinata (2001/2002), Jewel in the Palace (2003/2004), dan My Sassy Girl (2001).

Berkat perkembangan industri perfilman yang pesat, Korea menjadi top eksportir drama televisi dalam 5 tahun terakhir bersama Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan Argentina.

Babak kedua Korean Wave atau Hallyu 2.0, kata Kim, berlangsung pada 2000 hingga akhir 2010an dengan fokus pada K-pop mulai dari H.O.T dan Shinhwa, hingga Super Junior, 2PM, Wonder Girls, Big Bang, 2NE1, Psy, serta sekarang BlackPink, NCT, dan BTS.

“BTS sukses dengan penjualan album, konser internasional, dan lagu-lagunya merajai chart global. Mereka menghasilkan banyak uang bahkan nilainya diestimasi US$4,65 miliar pada 2018,” papar kim.

Kendati sulit divalidasi, nilai itu disebut Kim setara dengan 0,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan senilai US$1.619 miliar pada 2018.

“Kalau nilai itu benar, pendapatan BTS pada 2018 melampaui PDB 40 negara termiskin di dunia, seperti Somalia, Burundi, Liberia, Bhutan, dan Sudan Selatan,” ungkapnya.

Fase ketiga atau Hallyu 3.0 menyorot soal gaya hidup Korea atau K-lifestyle seperti online games, kosmetik, makanan, fesyen, dan animasi. Gim besutan developer Korea Selatan yang populer antara lain Battlegrounds dan Lineage.

Sementara itu, pecinta skincare Negeri Ginseng pasti sudah tidak asing dengan merek kosmetik IOPE, Nature Republic, Innisfree, Sulwhasoo, Laneige, dan COSRX. Tak sedikit dari merek kosmetik Korea Selatan yang kini sudah memiliki toko resmi di platform e-commerce Indonesia untuk memperluas kanal distribusi daring. Perusahaan kosmetik Korea Selatan, Amorepacific berpartisipasi dalam pameran China International Import Expo ke-4./apgroup.com

NILAI EKONOMI

Kim menyebut Korean Wave memiliki dampak besar terhadap Korea Selatan, khususnya di sektor ekonomi. Pertama, nilai ekspor konten budaya Korea melonjak lima kali lipat dari 2005 menjadi US$6,7 miliar pada 2017.

Saat itu, imbuh Kim, ekspornya didominasi oleh konten gim (US$3,77 miliar), karakter (US$640 juta), informasi pengetahuan (US$630 juta), musik (US$500 juta), dan penyiaran (US$420 juta). Di sisi lain, kontribusi ekspor animasi dan film tercatat hanya US$135 juta dan US$43 juta.

Kedua, kenaikan turis internasional ke Korea. Pada 2000-2016, jumlahnya meningkat lebih dari 3 kali lipat menjadi 17,2 juta wisatawan mancanegara.

“Ketiga, Hallyu juga membentuk citra yang lebih positif tentang Korea dan meningkatkan soft power Korea,” ujar Kim.

Keempat, Korean Wave meningkatkan minat untuk belajar bahasa dan budaya Korea di universitas dan Korean Cultural Center di luar negeri. Kim juga menyebut Hallyu juga menjadi sumber kebanggan nasional bagi banyak warga Korea.

Gelombang popularitas budaya Korea membuat pundi-pundi perusahaan yang terlibat di bidang ini terus menggemuk. Tengok saja pendapatan agensi yang menaungi Bangtan Boys, Big Hit Entertainment.

Sejak BTS merintis popularitas pada 2016, pendapatan Big Hit Entertainment terus melesat. Merujuk data Statista, pendapatan Big Hit naik dari 35,22 miliar won pada 2016 menjad 301,37 miliar won pada 2018 dan 796,28 miliar won atau sekitar Rp9,55 trililun pada 2020.

Kondisi yang hampir senada dialami oleh agensi artis lainnya, seperti JYP Entertainment, SM Entertainment, dan Cube Entertainment.

Dinamika terbaru di industri hiburan Korea Selatan berembus dari rencana akuisisi CJ ENM terhadap 80% saham perusahaan studio film Hollywood, Endeavor Content.

Melansir The Korea Times, salah satu perusahaan media dan hiburan terbesar di Korea Selatan itu harus menyiapkan setidaknya harus menyiapkan dana US$775 juta atau sekitar 920 miliar won untuk mencaplok Endeavor.

Tak hanya itu, CJ ENM juga dikabarkan akan mengakuisisi 18,72% saham SM Entertainment yang menaungi EXO dan Super Junior. Nilai akuisisi perusahaan milik Lee Soo-man itu diperkirakan sekitar 600 miliar won hingga 700 miliar won.

“Kami mendorong investasi skala besar untuk memperbesar intangible asset dan transformasi digital di level grup pada 2023. Kami sudah mengamankan kapabilitas finansial yang cukup untuk mencari sumber pertumbuhan baru dan menciptakan sinergi,” tutur manajemen CJ ENM.

Sebelumnya, CJ Group Chairman LEe Jay-Hyun menyampaikan komitmen untuk mengucurkan investasi lebih dari 10 triliun won dalam 3 tahun ke depan untuk fokus pada empat mesin pertumbuhan, yakni di bidang budaya, platform, kesehatan, dan keberlanjutan.

Hingga akhir 2020, CJ ENM memiliki total aset 6,28 triliun won. Adapun, total penjualannya dalam 3 tahun terakhir tercatat sebesar 2,36 triliun won pada 2018, meningkat menjadi 3,78 triliun won pada 2019, tetap tergerus menjadi 3,39 triliun won pada 2020 akibat terimbas pandemi Covid-19.

Di bisnis kosmetik dan perawatan tubuh, Amorepacific melaporkan total penjualan luar negeri mencapai 1,74 triliun won pada 2020. Jumlah itu setara dengan hampir 40% dari total penjualan Amorepacific pada tahun lalu yang mencapai 4,43 triliun won.

“Kendati pandemi, Amorepacific membidik China dan Asia Tenggara sebagai pasar potensial dengan fokus pada merek global yang menjadi flagship perseroan,” tulis manajemen Amorepacific dalam keterangan resminya.

Perusahaan over-the-top (OTT) global, Netflix Inc. juga memetik buah manis dari fenomena Hallyu. Perusahaan bermarkas di California, Amerika Serikat itu melaporkan peningkatan laba dan pelanggan pada kuartal III/2021 yang melebihi ekspektasi analis berkat serial streaming paling populer di dunia saat ini, Squid Game.

Serial asal Korea Selatan tersebut telah ditonton oleh 142 juta rumah tangga, hanya dalam 4 minggu pertama sejak peluncurannya.

Manajemen Netflix menjelaskan, hal tersebut membuat Squid Game menjadi seri terbesar dalam sejarah Netflix. Serial ini menempati peringkat pertama di 94 negara, termasuk AS.

Mengutip Los Angeles Times, Rabu (20/10), popularitas Squid Game membantu Netflix menambah 4,38 juta pelanggan dari total 214 juta pelanggan pada kuartal ketiga tahun ini, naik dari 2,2 juta dibanding tahun sebelumnya.

Sejalan dengan penambahan pelanggan, pendapatan bisnis streamer naik 16% menjadi US$7,48 miliar pada kuartal III/2021. Laba bersih Netflix juga naik menjadi US$1,45 miliar dari US$790 juta pada periode sama tahun lalu.

“Squid Game adalah representasi dari apa yang kami lihat adalah eksekusi bertahun-tahun pada strategi yang direncanakan dengan sangat baik,” kata Michael Morris, Direktur Pelaksana Senior di Guggenheim Partners, seperti dilansir Los Angeles Times.

Squid Game dirilis pada 17 September 2021 dengan menelan biaya Netflix US$21,4 juta. Serial populer yang disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk dan dibintangi Jung Ho-yeon dan Lee Jung-jae itu telah mengkonfirmasi kelanjutan Squid Game musim kedua.

Kendati perputaran uang di industri hiburan Korea bernilai jumbo dan terus berkembang, kontribusinya terhadap ekonomi negara yang kini dipimpin oleh Presiden Moon Jae-in itu tidak sesignifikan industri manufaktur dan teknologi.

Mengutip Statista (2018), kontribusi terbesar PDB Korea Selatan bersumber dari Samsung (13,1%), Hyundai (5,3%), LG Electronics (3,4%), KIA (2,9%), dan Korean Air (0,7%).

“Pemerintah Korea tidak pernah memproyeksikan Hallyu akan menjadi seberapa besar, bahkan pemerintah juga terkejut dengan besarnya dampak BTS,” imbuh Andrew Eungi Kim.

Kendati demikian, Hallyu diakui merupakan sarana diplomasi budaya yang cukup efektif. Pemerintah Korea tidak memberikan subsidi finansial atau insentif kepada industri hiburan Korea, tetapi terus mempromosikan konten budaya Korea ke pasar potensial.


Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20211222/19/1480638/fenomena-hallyu-dan-mesin-uang-industri-hiburan-korea-selatan

2021
Menilik Peluang Damai Korut-Korsel, Reunifikasi Korea Bakal Tercapai?

Tanti Yulianingsih – Liputan6.com


Liputan6.com, Jakarta – Isu reunifikasi antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) tak lekang oleh waktu. Hingga kini masih disorot dan tak sedikit yang menanti kedua Korea bersatu, tak hanya berdamai via kesepakatan gencatan senjata.

Ibaratnya, walau berdampingan kedua Korea sejatinya tak sejalan.

Walau kerap tampil bersama dalam beberapa kesempatan seperti ajang olahraga Asian Games 2018, kedua negara tersebut masih menghadapi sejumlah perbedaan dalam beberapa kesepakatan.

Semenjak Korea terpisah dua, Korut dan Korsel kerap menujukkan ke tidak akurannya. Bahkan kedua pemimpin negara hanya bertemu dua kali sejak perang dunia II berakhir. Namun di awal 2015, titik terang perdamaian di Semenanjung Korea mulai terlihat. Ini dimulai kala Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong-un menyampaikan pidato tahun baru yang bernada positif terkait situasi semenanjung Korea.

Terobosan demi menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea sesungguhnya telah dilakukan para pemimpin Korea Selatan, bahkan hingga detik ini. Dialog demi dialog semeja dengan pemimpin Korea Utara pun digalakkan.

Namun apa dikata, tak pernah ada kata sepakat untuk reunifikasi dari Pemimpin Tertinggi Korea Utara saat ini,Kim Jong-un. Hasilnya, nihil. Hanya berbuah perpanjangan kesepakatan gencatan senjata yang sejatinya membuat Semenanjung Korea kerap memanas beberapa dekade belakangan, terkait dengan program nuklir yang dilancarkan oleh Korut.

Berkaca dari upaya-upaya tersebut, apakah reunifikasi kedua Korea bakal terjadi?

“Korea Selatan tidak lagi mengejar unifikasi langsung dengan Korea Utara,” ujar Profesor Jung-Yeop Woo, peneliti dan direktur di Asan Institute for Policy Studies dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta pertengahan Desember ini.

Menurut Profesor Woo, saat ini Korsel sudah tak berambisi untuk mencapai reunifikasi dengan Korut. Sudah lewat masa tersebut.

“Pada tahun 1950 dan 1960-an ada perdebatan tentang mencapai unifikasi dengan Korea Utara di Korea Selatan, apakah Korea Selatan perlu menjajaki Korea Utara untuk mencapai unifikasi. Tapi sekarang tidak lagi,” jelas penulis Foreign Intervention in Civil Wars (Cambridge Scholars Publishing, 2017).

Kendati demikian, sambung Profesor Woo, orang-orang Korea Selatan diperkirakan tak bakal menampik proses reunifikasi jika suatu saat nanti terjadi.

“Jadi orang Korea Selatan akan menerima unifikasi jika itu terjadi. Tetapi saya pikir tak bisa mengikuti kebijakan yang langsung bertujuan pada unifikasi,” tuturnya.

“Jadi saya tak bisa mengira apakah pemerintah Korea Selatan bakal merancang kebijakan untuk mencapai unifikasi, tetapi kami sedang mempersiapkan bahwa kami mungkin perlu menerima unifikasi (penyatuan) jika itu terjadi,” paparnya.

Saat ini, urainya, persentase pemikiran orang-orang Korea Selatan untuk mencapai reunifikasi dengan Korea Utara sudah tak seambisius dahulu. Tak lagi menggebu-gebu.

“Tuntutan unifikasi jauh lebih lemah di antara orang Korsel, terutama pada generasi muda,” ucapnya.

Sekilas Perseteruan Korea Utara-Korea Selatan

Secara teknis, Seoul dan Pyongyang berperang pada 1950-1953. Perseteruan antara keduanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian perdamaian.

Hubungan antar-Korea beku sejak 2010. Saat itu, sebuah kapal perang Korea Selatan tenggelam dan menewaskan 46 pelaut. Seoul melimpahkan kesalahan pada Korea Utara. Namun, Pyongyang menyangkal bertanggung jawab atas kejadian itu.

Eskalasi terbaru ketegangan keduanya terjadi lagi awal bulan Agustus 2015, ketika ledakan ranjau darat di DMZ melukai 2 tentara Korea Selatan. Lalu, peledakkan propaganda anti-Pyongyang dari pengeras suara di sepanjang perbatasan.

Kebuntuan mencapai titik krisis ketika Korea Utara menembakkan 4 peluru ke Korea Selatan. Hal itu diungkapkan pihak pemerintah Korea Selatan. Seoul pun menanggapinya dengan rentetan tembakan artileri.

Pyongyang kemudian membuat ultimatum Seoul untuk menghentikan siaran pada Sabtu sore atau mereka akan membuat aksi militer. Tetapi pada hari itu kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan pembicaraan.

Pada 27 April 2018, ditandatangani dokumen perjanjian damai bertajuk “Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification on the Korean Peninsula”. Korea Utara dan Korea Selatan kemudian bersiap melanjutkan pembahasan mengenai eksekusinya.

Salah satu topik yang kembali disinggung terkait cita-cita persatuan Semenanjung Korea adalah reconnection banyak keluarga, yang terpisah oleh garis perbatasan sejak diberlakukannya gencatan senjata pada 1953 silam.


Sumber: https://www.liputan6.com/global/read/4830465/menilik-peluang-damai-korut-korsel-reunifikasi-korea-bakal-tercapai


Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net