• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

May 10, 2025

Journalist Network 2024
Trump Menang Pilpres AS, Apakah Konflik Semenanjung Korea Kian Panas?
Presiden terpilih AS Donald Trump pernah bertemu pemimpin Korut Kim Jong Un. (SAUL LOEB / AFP)

Jakarta, CNN Indonesia — Donald Trump menang dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat versi laporan sejumlah media.
Dalam pilpres lalu, New York Times melaporkan Trump mengantongi 51 persen suara popular vote dan 299 suara elektoral.

Di tengah kemenangan itu, Semenanjung Korea tengah membara karena Korea Utara terus melakukan uji coba rudal.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan memiliki hubungan yang dekat dengan Trump.

Lalu apakah kedekatan mereka bisa membuat Semenanjung Korea lebih stabil atau justru sebaliknya?

Pakar hubungan internasional dari Universitas Nasional Seoul Sheen Seong Ho mengatakan kebijakan luar negeri Trump akan mempengaruhi Indo-Pasifik terutama Semenanjung Korea.

“Saya pikir kehadiran Trump [ke Gedung Putih], cukup ironis,” kata Sheen dalam diskusi via zoom saat ditanya soal apakah kemenangan dia merupakan tanda yang baik bagi Semenanjung Korea, Jumat (8/11).

Respons Sheen muncul dalam workshop yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia di Le Meridien Hotel, Jakarta.

Sheen mengatakan ada kekhawatiran yang meluas di bawah pemerintahan Trump, AS akan menuntut lebih ke Korsel terkait dukungan pertahanan.

Tuntutan itu bisa menggunakan alasan bantuan pertahanan AS untuk mencegah tindakan Korut.

Di masa jabatan sebelumnya, Trump menuntut kontribusi lebih dalam hal keuangan untuk pasukan AS di Korsel.

“Beberapa orang menyebut [Trump mungkin akan] menaikkan hingga 10 kali lipat dalam biaya kontribusi Korsel untuk AS yang ditempatkan di Korsel,” kata Sheen.

Dia lalu berujar, “Ada banyak kekhawatiran [soal peningkatan kontribusi itu].”

Trump-Kim Akrab, Semenanjung Korea Aman?

Sheen di kesempatan itu juga menggarisbawahi kedekatan Trump dan Kim yang mungkin membawa “perkembangan positif.”

Trump dan Kim pernah menggelar pertemuan puncak di Singapura pada 2018 untuk membahas denuklirisasi dan sanksi Korut.

Saat itu, Trump berjanji akan mengurangi latihan militer AS dan Korsel. Kim sering menganggap latihan ini sebagai persiapan kedua negara menginvasi Korut.

AS meminta Korut melucuti senjata termasuk program nuklir secara menyeluruh. Namun, Pyongyang ketika itu hanya membongkar situs utama roket Korut dan tak menyampaikan komitmen apapun.

Setahun kemudian, mereka kembali mengggelar dialog untuk membujuk Korut menyerahkan program nuklir mereka.

Pertemuan itu tak memberi hasil signifikan. Trump dan Kim disebut-sebut akan kembali menggelar dialog tetapi hingga sekarang tak ada informasi pasti.

“Trump terlibat dengan Kim Jong Un, dan Kim Jong Un mencoba kembali terlibat dengan Trump, setidaknya harus ada semacam negosiasi atau kesepakatan untuk menghentikan atau menangani program nuklir Korea Utara,” ujar Sheen.

Korea Utara selama ini dilaporkan menutup diri dan sulit mengajak Kim bernegosiasi serta membahas denuklirisasi.

Meski Kim dan Trump disebut akrab, Sheen menekankan kedekatan mereka belum tentu bisa menyelesaikan masalah nuklir Korut secara permanen.

Namun, Trump setidaknya bisa memberi masukan ke program nuklir Korut dan akan dipertimbangkan Kim.

“Maka itu akan jadi perkembangan yang sangat positif,” ujar Sheen.

Sheen lalu menekankan jika Trump nantinya benar-benar melakukan pertemuan dengan Kim, kemungkinan akan ada perubahan di Kawasan tersebut.

“Itu pasti akan membantu meredakan ketegangan di semenanjung Korea. Korea Utara, Anda tahu, telah menciptakan tekanan dan ketegangan di Semenanjung Korea, dan menyalahkan kami,” ungkap dia.

Sheen juga mewanti-wanti jika relasi Kim dan Trump memburuk di masa mendatang.

Di periode pertama Trump memimpin AS, dia dan pemimpin Korut itu sempat terlibat cekcok bahkan saling mengancam.

Perselisihan itu berdampak ke Semenanjung Korea.

“Ini bisa menjadi kemungkinan lain yang berbeda. Dalam hal tersebut, mungkin akan menjadi perkembangan negatif,” ujar Sheen.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20241110142015-113-1164999/trump-menang-pilpres-as-apakah-konflik-semenanjung-korea-kian-panas

Journalist Network 2024
Korut Kirim Ribuan Tentara ke Rusia, Apa Efek bagi Semenanjung Korea?
Ilustrasi. Korea Utara kirim ribuan tentara ke Rusia. (AFP PHOTO/KCNA via Korean News Service)

Jakarta, CNN Indonesia — Korea Utara belakangan ini menjadi sorotan usai muncul laporan mereka mengirim ribuan tentara ke Rusia untuk berperang di Ukraina.
Amerika Serikat menuding Korut mengirim sekitar 10.000 personel ke Rusia. Dari jumlah ini, sebagian tentara telah mendekati perbatasan Rusia-Ukraina.

Korea Selatan (Korsel) murka sekaligus sangat khawatir dengan tindakan Korut.

Pengerahan tentara Korut ke Rusia turut memperburuk situasi yang memanas di Semenanjung Korea. Lalu, apa dampaknya jika tak ada penarikan pasukan dan terus berlanjut?

Pakar hubungan internasional dari Universitas Nasional Seoul Sheen Seong Ho mengatakan pengerahan tersebut menjadi kekhawatiran besar bagi dunia.

“Dan dari sudut pandang Korea Selatan, itu bukan pertanda baik. Hubungan [Korut] dengan Rusia akan menciptakan dinamika baru di Semenanjung Korea,” ujar Sheen saat ditanya soal dampak pengiriman tentara Korut ke Rusia, Jumat (8/11).

Respons Sheen muncul dalam workshop yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia di Le Meridien Hotel, Jakarta.

Sheen mengatakan hubungan Korsel dengan Rusia setelah invasi Ukraina tam harmonis. Di saat yang sama, hubungan Negeri Ginseng dengan Korut juga terus memburuk.

Situasi semacam itu, lanjut dia, justru memperkuat hubungan Rusia dan Korut.

Pada September lalu, Rusia dan Korut sepakat meneken pakta pertahanan bertajuk “kemitraan strategis komprehensif.” Perjanjian ini mencakup klausul pertahanan bersama jika terjadi agresi terhadap salah satu negara.

Banyak pengamat menyebut perjanjian itu kian memperkokoh hubungan Rusia dan Korea Utara. Ini mengkhawatirkan Korsel.

Korsel dan Jepang bahkan terus memantau pergerakan Korut dan menyebut kesepakatan itu berdampak ke kawasan.

Presiden Korsel Yoon Suk Yeol juga mengatakan tindakan Korut mengancam keamanan global. Dia sampai-sampai akan mempertimbangkan untuk mengirim senjata ke Ukraina.

Di kesempatan tersebut, Sheen mengomentari pernyataan Yoon soal potensi pengiriman senjata dari Korsel ke Ukraina.

Korsel merupakan sekutu dekat Amerika Serikat di Indo-Pasifik. Negeri Paman Sam selama ini mengucurkan bantuan militer ke Ukraina dan meminta dunia memberi sanksi ke Rusia.

Sheen menilai jika Korsel betul-betul mengirim senjata ke Ukraina maka akan memperkeruh situasi di Semenanjung Korea sekaligus hubungan dengan Rusia.

“Dapat menciptakan ketegangan baru antara Rusia dan Korea Selatan khususnya,” ujar dia.

Warga Korsel dan oposisi, kata Sheen, juga menentang pernyataan Yoon soal pengiriman senjata.

Setelah itu, tak ada langkah konkret dari pemerintah Korsel menyusul pernyataan Yoon.

“Saya pikir kita perlu menunggu dan melihat apa yang akan benar-benar terjadi,” kata Sheeen.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20241110153945-113-1165010/korut-kirim-ribuan-tentara-ke-rusia-apa-efek-bagi-semenanjung-korea

Journalist Network 2024
Mampukah Prabowo Bawa RI Jadi Mediator Konflik Semenanjung Korea?
Ilustrasi. Momen Korut luncurkan kapal selam nuklir baru, di tengah ketegangan dengan Korsel di Semenanjung Korea. Foto: via REUTERS/KCNA

Jakarta, CNN Indonesia — Semenanjung Korea belakangan ini memanas karena ketegangan yang meningkat antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Korut berulang kali meluncurkan uji coba rudal hingga membuat Korsel ketar-ketir. Pyongyang juga memperbarui sebutan Korsel dalam konstitusi mereka sebagai “musuh.”

Korsel sementara itu terus menggelar latihan militer bersama Amerika Serikat, ini mengancam Korut. Negeri Ginseng beberapa waktu lalu juga mengirim drone ke Pyongyang.

Sederet insiden itu memperkeruh suasana di Semenanjung dan mengurangi harapan reunifikasi terwujud.

Sebagai negara yang sama-sama berada di kawasan Indo-Pasifik, RI bisa berperan menjadi fasilitator atau mediator untuk pembicaraan damai Korut dan Korsel.

Peneliti di Global Development Institute Puji Basuki atau disapa Ukky mengatakan Indonesia bisa menjadi tuan rumah pembicaraan damai antara Korsel dan Korut.

“Ya, untuk beberapa waktu dalam pemerintahan kita, kenapa tidak menggunakan Jakarta, yang merupakan tempat netral, sebagai tempat untuk membantu dialog tersebut,” kata Ukky pada pertengahan November.

Pandangan Ukky disampaikan saat menjadi pembicara dalam workshop yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia secara hybrid di Le Meridien Hotel, Jakarta pada 8 November.

Indonesia, dalam kebijakan luar negeri, menganut politik bebas aktif sehingga tak memihak kekuatan mana pun atau negara yang sedang berkonflik.

Ukky yang juga mantan Koordinator Desk Bilateral RI-Korsel Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menerangkan Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Korsel maupun Korut.

Keakraban Indonesia-Korsel tercermin dari kunjungan kepala negara ke masing-masing negara pada 2023.

Pada Juli tahun lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Seoul untuk menemui Presiden Korsel Yoon Suk Yeol.

Kemudian pada September, gantian Yoon yang melawat ke Indonesia. Dalam kunjungan ini, Presiden Korsel itu menyebut RI merupakan negara penting di ASEAN yang turut menjaga perdamaian di kawasan.

Lalu terkait Korut dan RI, kedua negara memiliki hubungan sejarah yang baik terutama di era presiden pertama Soekarno.

Ukky juga menilai Indonesia dan Korut merupakan anggota Gerakan Non-Blok sehingga memiliki semangat yang sama untuk dekolonisasi.

Profesor hubungan internasional dari Universitas Nasional Seoul Seong Ho Sheen juga punya pandangan serupa.

“Indonesia memiliki sejarah diplomatik yang panjang dengan Korea Utara. Indonesia dan Korea Utara bisa memainkan peran yang sangat penting sebagai jembatan antara Korea Utara dan Korea Selatan,” kata Sheen.

Sheen mengatakan saat ini Korsel tak punya jalur komunikasi langsung dengan Korea Utara.

Namun, untuk bisa menjadi tuan rumah dan menjadi mediator atau fasilitator Indonesia perlu mengajak bicara terlebih dahulu kepemimpinan Korsel dan Korut.

Sheen menilai jika Indonesia, bisa menemukan mitra di Pyongyang dan menghubungkan dengan pihak-pihak terkait di Korsel, bukan tak mungkin dialog perdamaian itu muncul.

“Mungkin Anda bisa memainkan peran tertentu dalam menjangkau Korea Utara dan Korea Selatan, atau bahkan Anda bisa menyediakan semacam tempat di Jakarta dan tempat bagi kedua belah pihak untuk bertemu tepat di lokasi pihak ketiga,” ungkap dia.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20241121072607-106-1168955/mampukah-prabowo-bawa-ri-jadi-mediator-konflik-semenanjung-korea

Journalist Network 2024
Menanti Manuver Kebijakan Luar Negeri Trump di Semenanjung Korea
Workshop Reimagining Indonesia’s Role: Charting a New Path for Inter-Korean Engangement and Regional Stability. Foto: Metro TV

?Jakarta: Gagalnya kesepakatan denuklirisasi antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) pada 2019 memberikan tantangan besar bagi kebijakan luar negeri Donald Trump di masa jabatan keduanya, khususnya terkait ketegangan yang terus berlangsung di Semenanjung Korea.

Menurut Seong-ho Sheen, Dekan Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, potensi untuk melanjutkan kerja sama Trump dengan Kim Jong Un masih terbuka. Hal ini bisa menjadi sinyal positif bagi negosiasi denuklirisasi yang dapat meredakan ketegangan di kawasan.

“Jika sukses, tentu akan berdampak langsung untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea, meski belum ada jaminan apakah ini akan bersifat permanen atau hanya sementara,” ujar Sheen.

Namun, langkah konkret kebijakan luar negeri Trump terkait Korea diperkirakan baru akan terlihat jelas setelah pelantikannya pada Januari 2025 mendatang.

Belum lama ini, rival Donald Trump di Pemilu AS 2016 – Marco Rubio jadi calon terkuat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang baru. Trump menilai, Rubio adalah sosok yang dapat memperkuat soliditas aliansi AS dari ancaman negara-negara rival. Penunjukan Rubio pun dinilai dapat memberikan gambaran kebijakan luar negeri Amerika Serikat.

Rubio, yang dikenal dengan sikap keras terhadap rezim otoriter seperti Korea Utara, juga mendorong peningkatan kolaborasi militer AS dengan Jepang dan Korea Selatan untuk menghadapi provokasi Korea Utara yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan Indo-Pasifik.

Dalam sebuah cuitan di X, Senator Florida ini menyampaikan ambisinya untuk mewujudkan semangat “Make America Great Again” dan menjamin perdamaian dunia melalui kebijakan luar negeri AS.

“Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, saya akan hadirkan perdamaian dan menjunjung tinggi kepentingan dalam negeri di atas segalanya. Untuk itu, saya sangat menantikan kerja sama dan dukungan dari parlemen AS agar kementerian luar negeri dan pertahanan dapat langsung bekerja pada 20 Januari mendatang,” tulis Rubio pada 14 November 2024.

ASEAN dapat jadi jangkar stabilitas kawasan

Dalam konteks ini, ASEAN khususnya Indonesia, dipandang berpotensi memainkan peran penting sebagai mediator dalam hubungan antar-Korea.

Pertemuan diplomatik antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Joe Biden pada 12 November 2024 di Gedung Putih menghasilkan kesepakatan untuk mendukung stabilitas dan perdamaian di Semenanjung Korea serta upaya denuklirisasi yang menyeluruh.

Meski jalan menuju unifikasi Korea dan kesepakatan denuklrisasi masih terjal, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, dinilai dapat berperan sebagai jembatan komunikasi antara dua Korea lewat soft approach diplomacy. Secara historis, Indonesia telah memiliki hubungan baik dengan Pyongyang dan berpotensi menjadi fasilitator pertemuan antara dua negara tersebut.

Puji Basuki, mantan Koordinator Desk Korea Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri Indonesia, menyatakan bahwa pembukaan kembali Kedutaan Besar RI di Pyongyang dapat menjadi langkah awal untuk memfasilitasi dialog.

“Kami mendorong KBRI di Pyongyang dapat kembali dibuka, khususnya lewat pertemuan Wamenlu Korea Utara di Jakarta bulan September lalu. Prosesnya terus berjalan, namun kecepatannya yang harus diantisipasi. Ini hanya soal prioritas administrasi pemerintahan yang baru” ujar Puji Basuki dalam workshop bertajuk Reimagining Indonesia’s Role: Charting a New Path for Inter-Korean Engangement and Regional Stability yang diselenggarakan oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta, Jumat 8 November 2024.

Sumber: https://www.metrotvnews.com/read/k8oC6P0p-menanti-manuver-kebijakan-luar-negeri-trump-di-semenanjung-korea

Journalist Network 2024
Ini Tantangan Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia
Stasiun pengecasan khusus pemilik mobil listrik Hyundai(Dok. Hyundai)

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Global Data dan US Geological Survey Data, produksi nikel di Indonesia diestimasikan bisa mencapai sekitar 17 miliar ton pada tahun 2023. Sumber daya ini kemudian ingin dimanfaatkan oleh pemerintah, salah satunya dengan mendorong elektrifikasi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendorong realisasi investasi pembangunan ekosistem kendaraan listrik, dengan menggandeng beberapa produsen. Salah satunya adalah Hyundai, produsen otomotif asal Korea Selatan.

Akan tetapi, akselerasi adopsi kendaraan listrik di Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Nizhar Marizi mengatakan, salah satu tantangannya adalah masyarakat yang masih khawatir soal daya tahan baterai. Hal ini dikarenakan, di Indonesia, banyak orang memiliki kendaraan pribadi yang tidak hanya digunakan untuk bepergian jarak dekat, seperti bekerja. Kendaraan pribadi juga kerap digunakan untuk bepergian jarak jauh, seperti misalnya ketika mudik lebaran.

Kekhawatiran soal daya tahan baterai ini lantas berkaitan dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), yang jumlahnya masih sangat terbatas. Hal itu juga diamini oleh Hendry Pratama Head of New Business Department Hyundai Motor Asia Pasific. Oleh karena itu, Hyundai membangun ratusan SPKLU sebagai infrastruktur pendukung.

“Saat ini, kami adalah perusahaan swasta dan salah satu network (jaringan) EV charging station (stasiun pengisian daya) terbesar (di indonesia) setelah PLN,” kata Hendry. Hingga Maret 2024, Hyundai telah memiliki 200 SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia. SPKLU ini tidak hanya bisa digunakan oleh mobil keluaran Hyundai, melainkan juga merek lain, berkat penggunaan standar CCS2 (Combined Charging System 2) yang umum digunakan. “Tantangan berikutnya adalah harga,” kata Nizhar.

Sumber: https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/16/171100615/ini-tantangan-adopsi-kendaraan-listrik-di-indonesia

Journalist Network 2024
Hyundai Ingin Jadikan Indonesia Pusat Produksi Baterai Mobil Listrik
Hyundai Discovery Trip, kunjungan ke pabrik Hyundai Indonesia(Kompas.com/Donny)

JAKARTA, KOMPAS.com – Produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group berambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai mobil listrik di Asia Tenggara. Sebab, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. “Kami ingin memanfaatkannya (nikel) untuk membuat Indonesia sebagai hub (pusat) produksi baterai di Asia Tenggara. Jadi, kami memang memproduksi mobil, tapi kami juga ingin menjadikan Indonesia sebagai hub untuk memasok baterai,” kata Hendry Pratama Head of New Business Department Hyundai Motor Asia Pasific dalam workshop The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, yang diselenggarakan Korea Foundation bersama FPCI di Jakarta beberapa waktu lalu. Lebih lanjut, Hendry mengatakan, upaya itu mulai direalisasikan dengan membangun fasilitas pabrik sel baterai di Karawang dan battery pack di Bekasi. Adapun fasilitas battery pack, akan diproduksi perusahaan Hyundai Energy Indonesia (HEI). Fasilitas itu merupakan pabrik perakitan sistem baterai pertama milik Hyundai Motor di Asia Tenggara. Hyundai menyuntikan 60 juta dollar AS (sekitar 900 miliar) untuk membangun pabrik ini. Pabrik ini juga disebut akan mempekerjakan lebih dari 150 orang, dengan perkiraan produksi mencapai 50.000 pis setahun.

Cadangan nikel terbesar di dunia

Seperti yang dikatakan Hendry, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Global Data dan US Geological Survey Data, produksi nikel di Indonesia diestimasikan bisa mencapai sekitar 17 miliar ton pada tahun 2023. Sumber daya ini kemudian ingin dimanfaatkan oleh pemerintah, salah satunya dengan mendorong elektrifikasi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Kendati demikian, masih cukup sulit untuk mendorong masyarakat agar mau beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. “Konsumen masih khawatir soal daya tahan baterai yang kemudian berkaitan dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang saat ini jumlahnya masih terbatas,” jelas Nizhar Marizi, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) di acara yang sama. Hendry pun mengamini soal masalah SPKLU. Oleh karena itu, Hyundai berupaya membangun SPKLU demi mendorong adopsi EV. “Saat ini, kami adalah perushaan swasta dan salah satu network (jaringan) EV charging station (SPKLU) terbesar (di indonesia) setelah PLN,” kata Hendry. Hingga Maret 2024, Hyundai telah memiliki 200 SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia. SPKLU ini tidak hanya bisa digunakan oleh mobil keluaran Hyundai, melainkan juga merek lain, berkat penggunaan standar CCS2 (Combined Charging System 2) yang umum digunakan. Selain SPKLU, tantangan lain adalah harga kendaraan listrik yang cukup mahal. Oleh karena itu, Nizhar mengatakan pemerintah mulai memberikan subsidi atau insentif agar masyarakat mau membeli kendaraan listrik. “Sudah dua tahun ini kami ada subsidi untuk yang mau konversi motor BBM (bahan bakar minyak) menjadi motor listrik. Nah, ini sudah dua tahun, tapi targetnya enggak pernah (tercapai). Karena antusiasmenya tak setinggi itu, paling 30-40 persen saja yang tercapai (dari target),” kata Nizhar. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memiliki loyalitas terhadap suatu merek kendaraan dari negara tertentu. Sehingga, mereka memilih untuk menunggu. “Berdasarkan survey, banyak konsumen yang masih menunggu EV dari Jepang,” kata Nizhar. Artikel ini ditulis oleh jurnalis Kompas.com, Wahyunanda Kusuma Pertiwi, sebagai peserta Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea 2024, yaitu program fellowship kerja sama Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Sumber: https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/16/161535015/hyundai-ingin-jadikan-indonesia-pusat-produksi-baterai-mobil-listrik

Journalist Network 2024
RI-Korsel Dorong EV Paralel Transportasi Umum Guna Hindari ‘Green Congestion’
Direktur Energi, Mineral, dan Sumber Daya Tambang Bappenas Nizhar Marizi dan Kepala Departemen Bisnis Baru Hendry Pratama dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diselenggarakan oleh FPCI di Jakarta Selatan. Foto: Tiara Hasna/kumparan

Indonesia dan Korea Selatan semakin memperkuat kerja sama strategis untuk mempercepat transisi energi, khususnya dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

Salah satu fokus utama yang dipaparkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (Bappenas) adalah pentingnya memastikan pengembangan EV berjalan seiring dengan peningkatan kualitas transportasi umum agar tidak terjadi ‘green congestion’.

Hal ini disampaikan oleh Nizhar Marizi, Direktur Energi, Mineral, dan Sumber Daya Tambang Bappenas, dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diadakan oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Selatan, Kamis (10/10).

Menurutnya, meskipun EV berkontribusi terhadap pengurangan emisi, tanpa perbaikan transportasi umum, Indonesia tetap berisiko menghadapi kemacetan yang tak terselesaikan.

“Bappenas ingin transisi ini berjalan paralel. Sebelum EV berkembang, kita sudah mendorong transportasi umum seperti TransJakarta di berbagai kota seperti Makassar dan Surabaya. Karena kita juga enggak mau beralih ke EV emisinya rendah tapi kalau tetap macet bagaimana? Nanti malah jadi ‘green congestion’,” ujar Nizhar diakhiri tawa.

Istilah ‘green congestion’ yang disampaikan Nizhar merujuk pada potensi masalah kemacetan yang akan terjadi jika EV sudah digunakan secara luas. Maksudnya, tanpa perbaikan transportasi umum, masalah lalu lintas tidak terselesaikan, hanya berubah menjadi ‘kemacetan ramah lingkungan’.

Ia berharap, pada 2045, masyarakat tidak hanya beralih ke kendaraan listrik, tapi juga lebih memilih transportasi umum yang efisien dan ramah lingkungan.

Tantangan dalam Adopsi EV dan Pengubahan Perilaku

Meski pemerintah telah memberikan insentif untuk kendaraan listrik, Nizhar menyoroti tantangan terbesar justru terletak pada mengubah perilaku masyarakat.

“Perubahan perilaku itu butuh waktu, tidak bisa tiba-tiba. Kalau kita lihat roadmap net zero emission, BBM akan dibatasi. Pada 2040 atau 2050, mobil yang menggunakan BBM sudah tidak akan ada lagi,” ungkapnya.

Mengubah kebiasaan masyarakat untuk beralih ke EV memerlukan pendekatan bertahap.

“Seeing is believing. Orang perlu melihat infrastruktur dan manfaatnya secara langsung sebelum benar-benar beralih,” tambahnya.

Kepala Departemen Bisnis Baru Hyundai Motor Asia Pasifik, Hendry Pratama, mengamini tantangan tersebut. Ia menekankan pentingnya deregulasi untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung, seperti charging station.

“Regulasi yang ada saat ini menghambat pembangunan stasiun pengisian, karena ada aturan minimal investasi Rp10 milyar per station. Ini yang sedang kita diskusikan agar solusi lebih praktis dapat diterapkan,” jelas Hendry.

Pentingnya Infrastruktur dan Inovasi dalam Ekosistem EV

Dari perspektif industri, Hyundai mengaku terus mengembangkan inovasi dan infrastruktur untuk mendukung ekosistem EV di Indonesia.

Data menunjukkan perusahaan tersebut telah memproduksi IONIQ5 sejak 2022 dan hingga kini berhasil menjual lebih dari 9.000 unit.

“Kami terus membangun infrastruktur pengisian daya, baik di rumah maupun di tempat umum, agar pengguna EV tidak kesulitan,” kata Hendry.

Selain itu, Hyundai juga berfokus pada solusi untuk baterai bekas, termasuk pengembangan teknologi hidrogen hijau.

Hendry pun menekankan pentingnya dukungan pemerintah untuk memperluas infrastruktur pengisian daya dan memberikan insentif bagi produksi baterai berbasis nikel yang dimiliki Indonesia.

“Dengan insentif yang tepat, produsen akan lebih tertarik berinvestasi di ekosistem EV Indonesia,” tambahnya.

Menghadapi Persaingan Global di Pasar EV

Terkait persaingan dengan produsen EV global seperti BYD dari China, Hendry mengakui bahwa pasar EV di ASEAN semakin kompetitif.

“Thailand saat ini memimpin pasar EV di ASEAN, diikuti oleh Indonesia dan Vietnam. Setiap negara punya karakteristik pasar yang berbeda,” jelasnya.

Menurut Hendry, Hyundai siap bersaing melalui inovasi teknologi dan peningkatan kualitas layanan.

“Hyundai memiliki keunggulan dengan teknologi tinggi namun tetap terjangkau, dibandingkan produsen mobil dari Eropa atau Jepang. Kami juga fokus pada pengembangan baterai berbasis nikel dan membangun ekosistem hidrogen,”

katanya.

“Bagi kami (Hyundai), ini bukan hanya soal menjual mobil, tetapi juga tentang mencari solusi hijau yang berkelanjutan untuk Indonesia,” pungkas Hendry.

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/ri-korsel-dorong-ev-paralel-transportasi-umum-guna-hindari-green-congestion-23gop5skLM7/full

Journalist Network 2024
Gencar Penjualan Mobil Listrik di ASEAN, RI Urutan Berapa?
Foto: Mobil Listrik (CNBC Indonesia/Tias Budiarto)

Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan mobil listrik atau electric vehicle (EV) di kawasan Asia Tenggara tengah melonjak. Fenomena ini pun menghadirkan potensi ekonomi yang sangat besar bagi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.

Kepala Departemen Bisnis Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, buka-bukaan terkait volume permintaan EV di kawasan ini. Hal ini disampaikannya dalam diskuis ‘Kemitraan Hijau Indonesia-Korea Selatan: Jalur Strategis dalam Industri Kendaraan Listrik’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Selatan, dikutip Jumat (11/10/2024).

“Kalau kami melihat Asia market, masing-masing itu punya karakteristik sendiri. Tapi kalau dilihat dari sisi demand volume, memang Thailand itu masih nomor satu di ASEAN,” kata Hendry.

Hendry menuturkan Thailand bisa mendominasi pasar ASEAN lantaran memiliki keunggulan kompetitif, di mana sejak dulu sudah banyak perusahaan Jepang yang membangun pabrik mobil di negara tersebut. Bedanya kini mereka sekarang membuat kendaraan listrik.

“Setelah Thailand, nomor dua adalah Indonesia, dan disusul Vietnam, yang sebagaian besar didukung oleh VinFast, brand otomotif yang dibuat oleh perusahaan terbesar di Vietnam,” ujarnya.

“Sementara Singapura secara penetration-nya tinggi, tapi volume perminataannya kecil,” tambahnya.

Jika ditanya terkait ‘pemain’ kendaraan EV di ASEAN, Hendry menuturkan bahwa ini berbeda-beda.

“Nah masing-masing market kalau ditanya playernya siapa, ya of course beda-beda. Kayak di Indonesia dan Thailand itu sudah pasti perusahaan China, berbeda dengan Vietnam yang lebih banyak pemain lokal,” ungkapnya.

Sementara untuk global, Hendry menuturkan China dan Amerika Serikat (AS) masih memegang posisi teratas. Kedua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut menjadi pemain dari industri EV sudah mengadopsi kendaraan listrik lebih awal dibandingkan negara lainnya.

“Jadi kalau global ya of course China sama AS, karena mereka sudah mengadopsi EV terlebih dahulu,” pungkasnya.

Hyundai, salah satu produsen kendaraan asal Korea Selatan, telah memiliki pabrik mobil di Indonesia. Pada Juli lalu, PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) resmi memproduksi mobil listrik Hyundai All New KONA Electric di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Sebagai informasi, nilai investasi pabrik Hyundai di Indonesia ini adalah sekitar US$1,55 miliar atau sekitar Rp25,06 triliun hingga 2030. Pj Bupati Kabupaten Bekasi, Dani Ramdan, mengatakan investasi ini dapat menguntungkan Indonesia, terutama Kabupaten Bekasi karena meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal.

Seiring dengan investasi Hyundai di Indonesia melalui pabrik di Cikarang ini, Dani juga menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi akan memperluas jaringan charging station di wilayahnya. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu menempuh jarak jauh hanya untuk mengisi daya mobil listrik.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241011173559-4-578978/gencar-penjualan-mobil-listrik-di-asean-ri-urutan-berapa

Journalist Network 2024
Kendaraan listrik dalam transformasi ekonomi
Pelanggan mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/10/2024). . ANTARA FOTO/Hasrul Said.

Jakarta (ANTARA) – Cita-cita Indonesia Emas sudah di depan mata. Berbagai aspek krusial dalam pembangunan bangsa ini harus satu jalan menuju arah berdaulat, maju, dan berkelanjutan, sebagaimana Visi Indonesia 2045.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyiapkan peta jalan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, dengan 17 tujuan, 8 agenda pembangunan, dan 45 indikator.

Dari banyaknya agenda tersebut, dua hal yang menjadi sorotan adalah transformasi ekonomi dan ketahanan sosial budaya serta lingkungan. Keduanya kemudian bisa dirinci lagi menjadi tiga aspek utama.

Pertama, produktivitas terkait ilmu pengetahuan teknologi, inovasi, dan ekonomi. Kedua, penerapan ekonomi hijau. Ketiga, kualitas lingkungan dan masyarakat.

Tujuan terdekat dari transformasi ekonomi, sebenarnya, adalah menjadi game changer untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).

Dengan tujuan itu pula, transformasi ekonomi akan dijalankan secara bertahap hingga 20 tahun mendatang dalam empat tahapan. Setiap tahapan tercakup dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) lima tahunan.

“Tahap pertama yang kita harapkan untuk tahun 2025-2029 adalah penguatan pondasi bagi transformasi ini,” tutur Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Bappenas Nizhar Marizi dalam lokakarya bagi jurnalis yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation.

Pemerintahan Presiden Jokowi memfokuskan caranya pada hilirisasi untuk tiga kelompok sumber daya alam, yakni pertanian-perkebunan-perhutanan, pertambangan, dan kelautan. Dari ketiganya, yang belakangan sangat populer adalah hilirisasi tambang.

Program ini akan terus digalakkan pada pemerintahan mendatang. Asta Cita, delapan butir misi yang dibawa oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto, mencantumkan kelanjutan hilirisasi dan industrialisasi “untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.”


Ekosistem EV

Nilai tambah diberikan pada sejumlah mineral unggulan yang melimpah di Tanah Air. Karena itu, pemerintah bersikap “galak” dengan menyetop ekspor mineral mentah. Pertama, nikel pada 2020. Dilanjutkan dengan bauksit pada 2022 dan tembaga pada 2023.

Mesin transformasi ekonomi berbentuk hilirisasi tambang ini secara hitung-hitungan mampu melipatgandakan nilai ekspor dengan sangat signifikan, bahkan lebih dari 11 kali lipat.

Ekspor produk berbahan baku nikel mencatatkan 34,5 miliar dolar AS (Rp537 triliun) pada 2023, padahal tiga tahun sebelumnya nikel “hanya” laku 2,9 miliar dolar AS (Rp45 triliun), demikian menurut penuturan Presiden Jokowi dalam acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Pertambangan dan Energi, belum lama ini.

Pencarian nilai tambah nikel itu terus meningkat hingga memunculkan cita-cita Indonesia sebagai negara pemasok baterai kendaraan listrik (EV).

Gayung bersambut. Juli silam, pabrik sel baterai pertama dan terbesar se-Asia Tenggara diresmikan di Karawang atas investasi bersama dari Hyundai Motor Group dengan LG Energy Solution. Keduanya asal Korea Selatan.

Indonesia meyakini kerja sama besar tersebut akan tercatat sebagai tonggak sejarah yang menempatkan negara ini sebagai salah satu pemain dalam ekosistem kendaraan listrik global.

Kepala Departemen Bisnis Hyundai Motor Asia Pasifik, Hendry Pratama, dalam lokakarya FPCI dan Korea Foundation mengungkpkan bahwa Hyundai juga meyakini pembangunan rantai pasok ini akan mengamankan pasar EV di kawasan ASEAN.

Sejalan dengan aspek ekonomi yang disasar itu, tidak dikesampingkan pula target nol emisi Indonesia 2060. Artinya, aspek penyelamatan planet bumi juga berkelindan di dalam pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik.

Hal yang coba dilakukan untuk terus bergerak maju adalah lebih banyak hilirisasi, termasuk untuk membangun infrastruktur pengisian daya EV hingga daur ulang dan penggunaan kembali baterainya.

Sejauh ini, Hyundai memiliki stasiun pengisian baterai EV terbanyak kedua di Indonesia setelah PLN, dengan penempatan di lebih dari 150 lokasi.

Meskipun EV adalah salah satu jenis kendaraan terbersih dan juga solusi mobilitas yang berkelanjutan, baterainya tetap saja berpotensi menjadi limbah atau masalah lingkungan lain di masa mendatang.

Teknologi kendaraan listrik saat ini memang relatif telah maju, namun masih perlu kajian dan regulasi lebih lanjut mengenai siklus hidup baterai EV.

Idealnya, dalam 10-15 tahun penggunaannya, baterai EV yang dibuat dari bahan tambang mentah itu bisa dimanfaatkan kembali untuk penggunaan yang sama atau penggunaan lain dengan cara diekstrak bahan mentahnya.

Inilah pekerjaan rumah (PR) yang mesti dikerjakan oleh Indonesia, juga negara mitranya—Korea Selatan, sebagai bagian dalam membangun ekosistem EV di tengah kerangka ekonomi hijau.


Proyek Bali

Bersamaan dengan pencarian solusi masa depan tersebut, Indonesia terus melakukan aksi dalam membangun ekosistem EV di Tanah Air. Korea Selatan menjadi rekan yang cocok untuk hal ini.

Proyek bernama Bali E-Mobility disepakati pada Desember 2023 antara Bappenas dengan Kementerian Lingkungan Korea Selatan serta Global Green Growth Institute (GGGI) sebagai eksekutor.

Anggaran dana yang dikucurkan mencapai 11 miliar Won Korea (Rp126 miliar) untuk membangun peta jalan dan sistem transportasi hijau di Bali, dengan durasi waktu selama 4,5 tahun, berakhir pada Desember 2027.

Tak hanya itu, di akhir proyek ini nanti Pemerintah Korea Selatan akan menyalurkan hibah berupa bus listrik kepada Pemerintah Daerah Bali, untuk digunakan sebagai transportasi umum.

Bagaimanapun, kerja-kerja yang dilakukan sebagai bagian dari pengarusutamaan kendaraan listrik dalam kerangka transformasi ekonomi ini harus berlanjut, sekalipun tak lama lagi Indonesia akan menghadapi transisi pemerintahan.

Setidaknya, nilai tersebut mesti terus dipegang, tidak lain kembali pada target pencapaian usia 100 tahun Indonesia, yakni menjadi negara berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/4400741/kendaraan-listrik-dalam-transformasi-ekonomi?utm_source=antaranews&utm_medium=mobile&utm_campaign=latest_category

Journalist Network 2024
Ragam Cara Hyundai Demi Rayu Konsumen Pakai Mobil Listrik

Program elektrifikasi memang banyak tantangannya

Jakarta, IDN Times – PR Indonesia dalam menjalani proyek elektrifikasi dalam kendaraan masih banyak. Selain membangun infrastruktur pendukung yang lebih banyak, menggeser selera dan membongkar pola pikir masyarakat di Indonesia menjadi tugas lain bagi para pemangku kepentingan di Indonesia

Bukan perkara mudah buat mengubah kebiasaan konsumen Indonesia dalam preferensi kendaraan. Sebab, mereka sudah begitu lama menggunakan kendaraan konvensional dengan bahan bakar fosil.

Kemudian, banyaknya mitos yang beredar masih menjadi kendala utama dalam memassalkan mobil listrik di Indonesia.

1. Harus bekerja keras

Head of Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, mengakui harus bekerja keras demi bisa memberikan edukasi kepada masyarakat di Indonesia. Tapi, dia yakin kebiasaan masyarakat Indonesia bisa tergeser.

“Gak mudah memang, butuh waktu. Tapi, kami punya keyakinan semua bisa terpenuhi. Hyundai juga saat ini terus membangun infrastruktur yang bisa mendukung elektrifikasi kendaraan di masa mendatang, demi mewujudkan program Net Zero Emission,” kata Hendry dalam workshop Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation, di kawasan Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

2. Masuk ke harga tengah

Harga menjadi masalah lain dalam penggunaan mobil listrik di Indonesia. Banderol mobil listrik di Indonesia minimal Rp300 jutaan untuk mobil. Motor listrik sudah banyak beredar, namun harganya juga terbilang tinggi. Terbaru, Honda mengeluarkan dua motor listrik yang harga tertingginya bisa mencapai Rp50 jutaan.

Hendry menyatakan Hyundai memang punya niatan untuk mengeluarkan produk yang ramah kantong, terutama bagi kelas menengah. Namun, harus ada perhitungan matang, lantaran Hyundai punya standar tertentu dalam urusan keamanan.

“Kami ada standar. Bedanya, pemain China cepat, grasak-grusuk, tapi jadi. Kemudian, ada Jepang yang teratur. Nah, Korea, kami ada di tengahnya, gak terlalu cepat, tidak lambat juga, dalam hal menghadirkan teknologi,” kata Hendry

Terkait harga, Hendry menyatakan ada strategi Hyundai adalah menempatkan diri di tengah. Dengan teknologi yang dimiliki, menurut Hendry, Hyundai enggan masuk ke level harga setara dengan pabrikan Jepang.

“Kami masuk ke pasar di mana orang bisa menikmati teknologi, kualitas, tapi tak semahal mobil Jepang atau Eropa,” ujar Hendry.

3. Bikin program sewa

Hyundai punya satu cara yang tak biasa dalam upaya memassalkan mobil listrik. Mereka, dibocorkan Hendry, bakal melancarkan proyek sewa dalam upaya sosialisasi dan edukasi mobil listrik.

“Mudah-mudahan bisa jadi kebiasaan pengguna di Indonesia,” kata Hendry.

Sumber: https://www.idntimes.com/automotive/car/satria-permana-2/ragam-cara-hyundai-demi-rayu-konsumen-pakai-mobil-listrik?page=all

123456
Page 2 of 6

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net