3 Tahun MTCRC, Agar Laut Tak Lagi Dipunggungi

Muhammad Rusmadi – Rakyat Merdeka


Rakyat Merdeka – Potensi sumber daya alam laut Indonesia sangat melimpah. Mengingat dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan.

Inilah salah satu yang mendasari dibentuknya Pusat Kerjasama dan Penelitian Teknologi Kelautan (PPKTK) atau Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC) pada 14 September 2018 lalu di Kampus ITB Cirebon, Jawa Barat.

Sebelumnya, pada 2016, Indonesia dan Korea sepakat menjalin kerja sama di berbagai bidang kelautan, termasuk hukum maritim, lingkungan, keamanan, logistik, dan perikanan.

Dibentuknya PPKTK/MTCRC seolah merupakan salah satu upaya menyambut pidato Jokowi, saat baru terpilih menjadi Presiden pada Oktober 2014 lalu. Saat itu, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut antara lain menyinggung visi memperkuat masa depan maritim Indonesia.

“Sudah lama kita memunggungi samudera, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita akan membawa kembali kejayaan nenek moyang kita sebagai pelaut pemberani. Menghadapi badai dan ombak di atas kapal bernama Republik Indonesia,” ujar Jokowi ketika itu.

Masalahnya, kekayaan melimpah ini juga masih belum dikelola dengan baik, termasuk permasalahan yang terjadi di laut Indonesia yang harus dikelola karena sangat kompleks.

Sebagai pusat penelitian bersama antar Pemerintah di bidang ilmu dan teknologi kelautan antara Korea Selatan (Korsel) dan Indonesia, sebagaimana dikutip dari laman resminya, MTCRC dibentuk untuk memperkuat dan mempromosikan kerjasama praktis di bidang ilmu dan teknologi kelautan antara Korsel dan Indonesia, seperti proyek penelitian bersama dan program peningkatan kapasitas.

Untuk mengelaborasi dan menggali lebih dalam implementasi kerjasama ilmu kelautan Korsel-Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan maritim untuk melindungi ekosistem dan sumber daya kelautan ini, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Jumat (24/9/2021) menggelar workshop, memfokus tema “Korea-Indonesia Marine Science Cooperation and Its Future”. Workshop ini digelar oleh FPCI, bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta.

FPCI adalah organisasi politik luar negeri non partisan, non politik dan independen, yang didirikan untuk membahas dan memperkenalkan isu-isu hubungan internasional kepada banyak pihak terkait di Indonesia, seperti diplomat, duta besar, pejabat pemerintah, akademisi, peneliti, bisnis, media, dosen, think tank, mahasiswa dan media.

Didirikan pada 2014 oleh Dr. Dino Patti Djalal (mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat –Agustus 2010 hingga 17 September 2013 dan Wakil Menteri Luar Negeri hingga Juli hingga Oktober 2014), juga dikutip dari laman resminya, FPCI dibentuk untuk mengembangkan internasionalisme Indonesia agar lebih mengakar di seluruh nusantara dan memproyeksikan dirinya ke seluruh dunia.

Dipandu oleh moderator Aristyo Rizka Darmawan, dosen Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), forum ini menghadirkan Dr. Hansan Park, co-Director MTCRC.

Di antara kegiatan utama MTCRC, jelas Park, adalah melakukan penelitian bersama, baik dalam bentuk pertemuan antar Pemerintah, kerjasama dengan kementerian, lembaga, perguruan tinggi, dan lain-lain.

Dan di antara bentuk implementasi proyek penelitian bersama ini, lanjut peneliti utama di Institut Kebijakan Kelautan di Institut Sains dan Teknologi Kelautan Korea (Ocean Policy Institute in the Korea Institute of Ocean Science and Technology (KIOST) ini, adalah pengembangan sistem prakiraan oseanografi operasional, pembentukan dan aplikasi Stasiun Validasi Satelit Optik.

Selain itu, juga pengembangan energi laut, pengelolaan sampah laut, hingga perencanaan Jangka Menengah Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan Korea-Indonesia.

Salah satu contoh terbaru pengelolaan sampah laut, lanjut Park, pihaknya juga bekerjasama dengan komunitas lokal, seperti melaksanakan Kampanye Lingkungan Pesisir di Cirebon pada 3 September lalu. Kampanye tersebut melibatkan lebih dari 200 orang, termasuk mahasiswa dan warga Cirebon.

“Sekitar 1 ton sampah laut bisa terkumpul,” terang peraih gelar Bachelor, Master of Science (Geografi) hingga ke Doctor of Philosophy (Science in Coastal Geomorphology) dari Kyunghee University, Seoul, Korea ini.

Sepanjang tiga tahun ini, ujarnya lagi, sejumlah prestasi dan penelitian bersama juga telah dilakukan. Di antaranya, Pengembangan Proyek Satelit Laut berupa “Pembentukan Sistem Aplikasi Pengelolaan Perairan Indonesia Menggunakan Satelit Geostasioner Korea”.

Kemudian, pengembangan ‘Project Concept Paper’ untuk proyek Official Development Assistance (ODA), sejumlah pertemuan penting antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia dan pertemuan pemangku kepentingan, hingga dilakukannya Survei Dasar Laut untuk ICRG (Indonesia Coral Reef Garden).

Termasuk dukungan terhadap kegiatan SAR pada tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak, nomor penerbangan SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu, 9 Januari 2021 lalu.

Lebih jauh Park menjelaskan, di masa depan, PPKTK/MTCRC ini direncanakan akan menjadi Pusat Penelitian Internasional. Untuk itu, platform kerjasama dan penelitian bersama akan terus dilakukan. Hal ini demi mendukung Pemerintah dengan keahlian survei dan analisis kelautan dengan standar internasional.

Sebagai bentuk peningkatan kapasitasnya, di antara programnya seperti kursus ahli untuk jangka panjang, termasuk Korsel akan mengundang Kursus Ahli tingkat Doktoral dan Master.

Juga dilakukannya kursus pelatihan keterampilan jangka pendek, seperti kursus pelatihan pengoperasian peralatan antara 2-3 minggu atau 2-3 hari, Kursus Pelatihan Survei Lapangan (sekolah musim panas), Pelatihan Kapal Riset di atas kapal hingga Kunjungan Lapangan ke Korsel.

Workshop yang digelar pada secara luring dan daring di Jakarta ini, diikuti oleh 10 peserta The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea ini, yakni Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka/RM.id).

Kemudian, Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com).

Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea merupakan wadah bagi para jurnalis profesional Indonesia untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang hubungan Indonesia-Korea, yang masih kurang terjamah karena keterbatasan akses informasi. [RSM]


Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/99393/serial-diskusi-fpci-korselindonesia-3-tahun-mtcrc-agar-laut-tak-lagi-dipunggungi