• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

Blog Archives

Journalist Network 2023
Angka Kelahiran di Korea Selatan Rendah, Indonesia Bisa Dapat Untung 

Dinda Juwita/Jawa Pos

Professor and Head of Center for ASEAN-Indian Studies at the Institute of Foreign Affairs and National Security Choe Wongi saat menjadi pembicara. (FPCI untuk Indonesia)

JawaPos.com – Gemerlap industri hiburan Korea Selatan(Korsel) terus bersinar di berbagai belahan dunia. Sayangnya, di tengah gemerlap industri hiburannya, Negeri Ginseng itu tengah menghadapi tantangan krisis demografi.

Professor and Head of Center for ASEAN-Indian Studies at the Institute of Foreign Affairs and National Security Choe Wongi mengamini adanya tantangan demografi itu.
’’Angka kelahiran yang rendah ini adalah tantangan sosial bagi Korsel. Kami saat ini mengalami tantangan dengan angka kelahiran dan harus menghadapi banyaknya usia generasi tua,’’ ujarnya pada diskusi dengan media pada forum Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation (KF) baru-baru ini.

Data Badan Statistik Korsel mencatat, ada 249 ribu bayi lahir pada 2022. Jumlah itu turun 4,4 persen dari tahun sebelumnya. Kondisi itu bahkan menjadikan Korsel sebagai negara dengan angka kelahiran terendah di dunia.

Wongi menuturkan, tantangan itu adalah kondisi serius yang harus dicarikan solusinya. Pemerintah Korsel pun tengah mencari jalan keluar dari kondisi itu.

Meski begitu, Wongi menyebut ada peluang di balik tantangan krisis demografi itu. ’’Salah satu upaya solusi yang harus diperkuat yakni melalui pertukaran pekerja antara Korsel dengan kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,’’ imbuh dia.

Wongi mencontohkan dengan banyaknya sekolah vokasi dan lembaga pendidikan/pelatihan yang dimiliki Korsel yang kesulitan ketika mencoba merekrut siswa baru.

Kondisi itu bisa dimanfaatkan Korsel untuk mempererat hubungan dengan Indonesia melalui pertukaran siswa. Hal itu tentunya akan memberikan benefit bagi kedua negara.

’’Kami punya lembaga vokasi yang terus berkembang dan banyak program beasiswa yang diberikan kepada generasi muda khususnya di Asia Tenggara. Ini sebetulnya situasi yang sifatnya win-win. Memang banyak tantangan, tapi ada juga peluang yang bisa dikembangkan,’’ jelas dia.

Hal itu juga sejalan dengan kebijakan khusus Korsel untuk Asia Tenggara yaitu Korea ASEAN Solidarity Initiative (KASI) yang dirilis pada Desember 2022. Kebijakan itu membuka peluang besar bagi Korsel untuk negara-negara di ASEAN.

Bahkan, KASI membuat banyak kebijakan komprehensif yang tidak hanya terkait ekonomi, tetapi juga soal perdagangan, investasi, diplomasi, politik, kemananan, maupun hubungan people to people.

Senada, Jurnalis Hankook Ilbo Media Group Jaeyeon Moon menambahkan, karena rendahnya angka kelahiran, Korsel kini cenderung lebih banyak mengoptimalisasi Artificial Intelegence (AI) dan tenaga mesin dalam berbagai industri seperti manufaktur.

’’Tapi masih banyak area yang sangat membutuhkan tenaga manusia. Tentu juga masih banyak industri yang perlu untuk mendorong tenaga manusia agar lebih kreatif dari sisi ide-ide. Dari sini, Indonesia dan Korsel bisa lebih meningkatkan komunikasi yang lebih erat agar saling membantu dan mendapatkan keuntungan satu sama lain,’’ jelas Moon.

Sumber: https://www.jawapos.com/nasional/013020381/angka-kelahiran-di-korea-selatan-rendah-indonesia-bisa-dapat-untung

Journalist Network 2023
Isu IKN Panaskan Panggung Debat, Siapa Diuntungkan?

Isu Ibu Kota Nusantara atau IKN sempat membuat suasana debat cawapres memanas. Siapa diuntungkan dari perdebatan IKN ?

Dian Dewi Purnamasari/Kompas Daily Newspaper

Presiden Joko Widodo memyampaikan sambutan saat groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan Hotel Vasanta di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (23/9/2023).

Isu minimnya investasi yang masuk ke Ibu Kota Nusantara atau IKN yang mengemuka sempat membuat suasana memanas saat debat calon wakil presiden pada Jumat (22/12/2023). Topik tersebut tidak ditanyakan oleh panelis, tetapi muncul dari para kandidat sendiri. Lalu, siapa yang paling diuntungkan dari isu tersebut?

Mulanya cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan komitmennya bersama calon presiden Prabowo Subianto untuk melanjutkan pemerataan pembangunan. Karena itu, ia akan melanjutkan pembangunan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. IKN merupakan simbol pemerataan pembangunan di Indonesia karena akan membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Putra sulung Presiden Joko Widodo itu juga menyampaikan, banyak pihak yang mengira pembangunan IKN akan dibiayai sepenuhnya dari anggaran negara. Padahal, APBN hanya menanggung 20 persen biaya pembangunan karena 80 persen lainnya berasal dari para investor domestik dan asing.

Pernyataan itu pun ditanggapi oleh dua cawapres lainnya. Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, misalnya, mengatakan tertarik dengan program IKN karena bagus dan harus dilaksanakan sebagai warisan Presiden Joko Widodo. Namun, ia juga tergelitik dengan anggaran pembangunan IKN yang diklaim hanya 20 persen dari APBN, sisanya dari investor.

Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

”Sejauh yang saya baca, belum ada satu pun investor yang masuk ke IKN. Coba kalau ada, sebutkan misalnya dua atau satu yang sudah masuk ke sana?” kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu melanjutkan justru yang ia dengar ratusan ribu hektar tanah sudah dikuasai oleh pengusaha tertentu. Menurut Mahfud, ia dan pasangannya, Ganjar Pranowo, sepakat IKN harus dilanjutkan. Namun, pendanaan harus sesuai dengan tujuan awal, yaitu mengundang investor. Karena pembangunan yang ada saat ini semua berasal dari APBN, ia menilai diperlukan langkah-langkah perbaikan agar warisan itu benar-benar bisa dilanjutkan.

Saat menjawab pertanyaan itu, Gibran pun meminta agar sepulang dari acara debat itu, Mahfud mencari di Google terkait investasi yang sudah masuk ke IKN.

”Sudah banyak yang masuk. Ada Mayapada, Agung Sedayu, dan nanti akan tambah lagi. Mungkin setelah pilpres karena mereka masih akan wait and see melihat stabilitas politik di Indonesia,” jawab Gibran.

Sementara itu, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyampaikan bahwa ia dan capres Anies Rasyid Baswedan sejak awal tidak punya rencana untuk melanjutkan pembangunan IKN. Alasannya, masih ada hal lain yang lebih mendesak untuk dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang.

Ekspresi calon wakil presiden Muhaimin Iskandar saat mendengarkan pertanyaan lawan debat dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023). 

Mendengar pernyataan itu, Gibran lantas mempertanyakan konsistensi Muhaimin. Gibran menganggap Muhaimin tak konsisten karena sebelumnya pernah ikut potong tumpeng saat peresmian IKN.

Investor domestik

Terlepas dari perdebatan itu, Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi IKN Agung Wicaksono menuturkan, sudah banyak investor domestik yang masuk dalam pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Pembangunan KIPP ini diprioritaskan untuk investor domestik karena mereka sudah mampu mewujudkan dengan peletakan batu pertama di kawasan IKN.

Hingga akhir Desember ini, jumlah investor domestik yang sudah masuk di IKN di antaranya Konsorsium Nusantara yang terdiri dari 10 perusahaan, yaitu Agung Sedayu Group, Salim Group, Adaro, Astra, Sinarmas, Barito Pacific, Pulau Intan, Mulia Group, Kawan Lama, dan Alfamart.

”Mereka membangun Hotel Nusantara yang sudah 35 persen perkembangannya per Desember 2023,” ujar Agung saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (24/12/2023).

Selain itu, juga ada dari Rumah Sakit Abdi Waluyo, Hotel Vasanta, Pakuwon Nusantara, Rumah Sakit Hermina, Rumah Sakit Mayapada, PLN yang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 50 megawatt, Nusantara Intercultural School, Yayasan Michael D Ruslim dari Astra yang merevitalisasi SDN 020 Sepaku, Bank Indonesia, dan BPJS Ketenagakerjaan.

Daftar investasi yang sudah masuk ke Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga Desember 2023 diambil dari paparan Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi IKN Agung Wicaksono saat berbicara dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation, Jumat (8/12/2023).

Selain itu, ada juga investor lokal dari Kalimantan Timur yang telah mengelola Balikpapan Super Block akan membangun Nusantara Super Block (NSB), BSH Karya Mandiri, The Pakubuwono Residence, Bluebird yang menyediakan transportasi hijau seperti taksi listrik, bus listrik, dan infrastruktur pendukungnya.

Total investasi yang telah ditanamkan di IKN selama 2023, menurut Kepala Otorita IKN Bambang Susantono, juga telah mencapai Rp 41,4 triliun. Bambang menyebut jumlah investasi itu menandakan kepercayaan investor yang kian kokoh terhadap prospek pembangunan IKN.

Investasi asing

Khusus untuk investasi asing, dalam paparan yang disampaikan dalam lokakarya ”Investment Nexus: IKN and The Path Forward for Indonesia and Korea” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation, Jumat (8/12/2023), Agung juga mengatakan bahwa sudah ada investasi yang masuk dari Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) yang rencananya akan membangun pusat pelatihan untuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Selain itu, sudah ada 323 surat komitmen peminatan investasi (letter of intent/LOI) yang telah ditandatangani Otorita IKN dengan investor asing. Sebanyak 45 persen dari surat komitmen investasi itu berasal dari negara lain, seperti Singapura, Jepang, China, Malaysia, dan Korea Selatan.

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi IKN Agung Wicaksono saat berbicara dalam lokakarya bertema “Investment Nexus: IKN and The Path Forward for Indonesia and Korea” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation, Jumat (8/12/2023).

”Korea masuk dalam daftar lima besar (calon investor asing) setelah Singapura, Jepang, China, dan Malaysia,” kata Agung.

Beberapa perusahaan dari Korea Selatan yang menyatakan minat untuk menanamkan modalnya di IKN itu adalah LG CNS, Korea Land & Housing Corporation, Samsung C&T, LX International, dan Shinhan Sekuritas Indonesia. Menurut Agung, Indonesia berharap Korsel berkontribusi dalam tiga sektor prioritas pembangunan IKN, yaitu kota pintar, perumahan, dan infrastruktur perhubungan.

”Kami melihat Korsel bisa banyak berkontribusi melalui teknologi. Misalnya, LG CNS yang menunjukkan kapabilitasnya di bidang smart city untuk bagaimana membangun sebuah command center smart city-technologyuntuk lebih mengefisienkan pemanfaatan energi di area perumahan IKN,” jelasnya.

Adapun dalam hal infrastruktur penghubung, perusahaan Korsel, yaitu Daewoo, saat ini sedang melakukan studi kelayakan untuk membangun terowongan tol bawah laut (immersed tunnel) di IKN. Di sekitar area IKN ada teluk sehingga jalan tol harus dibangun memutari teluk tersebut.

Adanya terowongan tol bawah laut diharapkan dapat membangun konektivitas wilayah tanpa merusak ekosistem perairan teluk tersebut. Pembangunan tol bawah laut itu juga ditargetkan memangkas waktu dari Balikpapan ke IKN dari semula dua jam menjadi hanya 30 menit.

Untungkan Gibran

Kemunculan isu IKN dalam debat cawapres itu, menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, sebenarnya menguntungkan salah satu kandidat, yaitu Gibran. Dengan menghadirkan isu itu, dia bisa menyerang kelemahan lawan yang sejak awal ikut membahas dan menyetujui rencana pembangunan IKN.

Terhadap cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, misalnya, Gibran bisa menyerang dengan isu inkonsistensi sikap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa tersebut. Gibran menyebut bahwa sebelum menjadi calon pendamping Anies Baswedan, Muhaimin setuju dan bahkan pernah memotong tumpeng di IKN.

Maket pembangunan wilayah di Ibu Kota Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (7/12/2023).

Adapun terhadap Mahfud MD, karena dia juga berada di dalam pemerintahan sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, tentu tidak bisa secara frontal menolak wacana IKN. Sebab, dia juga ikut dalam pembahasan isu tersebut.

”Gibran juga dengan mudah menangkis pertanyaan Mahfud soal investor yang masuk ke IKN karena Gibran didampingi oleh Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi. Isu ini menurut saya menjadi senjata yang sangat menguntungkan Gibran di panggung debat,” ujar Pangi.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/12/24/isu-ikn-panaskan-panggung-debat-siapa-diuntungkan

Journalist Network 2023
Posisi Kekuatan Menengah dalam Isu Palestina Berbeda

Sebagai negara kekuatan menengah, sikap Indonesia dan Korea Selatan terlihat berbeda dalam isu krisis di Gaza.

Dian Dewi Purnamasari/Kompas Daily Newspaper

Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield mengangkat tangan, menyatakan abstain, saat pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB, Jumat (22/12/2023). DK PBB akhirnya meloloskan sebuah resolusi yang berisikan desakan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan untuk warga sipil di Jalur Gaza, Palestina. 

Negara-negara kekuatan menengah seharusnya bisa bersatu untuk mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) terkait perang di Palestina. Baru-baru ini, Indonesia menyerukan embargo senjata terhadap Israel di rapat DK PBB di New York, Amerika Serikat. Meskipun sama-sama negara kekuatan menengah, mengapa sikap Korea Selatan berbeda dalam menyikapi isu tersebut? 

Saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (26/1/2024), Dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra menyebut, Indonesia memang lebih vokal dalam menyuarakan isu Palestina dan mengecam agresi Israel karena Jakarta tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Tel Aviv. Sementara itu, Korea Selatan, sebagai negara sekutu Amerika Serikat, mereka tetap harus menjaga keseimbangan posisi mereka di situasi yang kompleks tersebut.

Sepanjang sejarah, lanjutnya, Indonesia pun lebih tegas menunjukkan dukungannya kepada Palestina. Indonesia juga memberikan fleksibilitas lebih dalam saat menentang aneksasi dan agresi Israel terhadap Palestina. Sebagai negara berkekuatan menengah (middle power), Indonesia menerapkan strategi multilateralisme dengan terus mengangkat isu tersebut di forum PBB.

Dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra menjadi narasumber dalam acara lokakarya yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, Jumat (8/12/2023) lalu.

“Korea Selatan menghadapi kesulitan karena kedekatannya dengan Amerika Serikat. Indonesia dapat menekan Israel karena adanya kedekatan kultural (religius) dengan Palestina. Selain itu, juga ada tekanan dari masyarakat Indonesia,” ungkap Radityo.

Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia mendesak embargo senjata terhadap Israel dengan alasan bahwa pasokan senjata dari berbagai negara memungkinkan Israel untuk terus menyerang Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan desakan itu dalam rapat Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (23/1/2024) siang waktu New York atau Rabu dini hari WIB, (Kompas, 25/1/2024).

Di forum tersebut, Retno juga menyatakan bahwa Israel telah mengonfirmasi tujuannya untuk menghilangkan Palestina dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan tidak akan mengizinkan pembentukan negara Palestina.

Retno mengingatkan bahwa hampir 26.000 warga Palestina tewas sejak Israel menyerbu Gaza pada 8 Oktober 2023 lalu. Oleh karena itu, ia mendesak embargo senjata ke Israel dengan alasan bahwa setiap senjata yang dikirim ke Israel dapat digunakan untuk membunuh warga sipil yang tidak bersalah.

Indonesia juga menekankan perlunya gencatan senjata segera dan permanen, pasokan bantuan kemanusiaan yang tidak terhambat, dan dukungan agar Palestina segera diterima sebagai anggota penuh PBB. Saat ini, Palestina hanya memiliki status pemantau.

Kekuatan menengah

Menurut Radityo, perbedaan posisi Indonesia sebenarnya juga dapat dilihat dalam kasus lain seperti invasi Rusia ke Ukraina. Dalam isu tersebut, Indonesia tidak dapat mengambil sikap serupa seperti dalam kasus Palestina. Ini terjadi karena negara kekuatan menengah hanya dapat aktif sejauh aspek moralitas dan normatif. Sebab, kekuatan menengah masih dibatasi pergerakannya oleh kekuatan besar dunia seperti China, Rusia, dan Amerika Serikat. Selain itu, faktor dukungan atau tekanan dari masyarakat juga menjadi penentu sikap pemerintah.

Foto yang diambil pada Senin (22/1/2024), di pinggiran selatan Khan Younis, di selatan Jalur Gaza, memperlihatkan keluarga-keluarga Palestina melarikan diri dari kota melalui jalan pesisir menuju Rafah. 

“Negara kekuatan menengah tidak harus memiliki posisi yang sama di banyak isu. Yang paling penting adalah kepentingan nasional. Kami dapat melihat perbedaan antara Indonesia dan Korea Selatan dalam isu Gaza. Posisi Indonesia selalu mendukung Palestina,” jelas Radityo.

Padahal, sebagai kekuataan menengah, imbuh Radityo, Indonesia dan Korea Selatan sebenarnya dapat menjadi pemimpin regional. Kedua negara dapat bekerja sama dalam mengadvokasi isu demokrasi, menyuarakan kepentingan negara berkembang, dan berperan lebih sebagai mediator perdamaian. Negara kekuatan menengah bisa menjadi aktor yang aktif dalam menyuarakan kepentingan global Selatan (south global).

Adapun, watak atau ciri khas lain dari negara kekuatan menengah adalah keterbatasan kapasitas mereka untuk membawa perubahan secara langsung. Oleh karena itu, negara kekuatan menengah biasanya menggunakan multilateralisme atau mengondisikan kekuatan dengan negara kekuatan menengah lainnya.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin At di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (7/7/2022). 

Ketika negara-negara kekuatan menengah itu berkumpul, mereka tidak akan dianggap sebagai ancaman, berbeda dengan Amerika Serikat atau Rusia, yang akan terlihat seperti sebuah ancaman.

“Middle power tidak seperti great power yang memiliki kapasitas untuk mengutuk atau menggunakan hak veto seperti yang dimiliki AS di Dewan Keamanan PBB. Oleh karena itu, strategi yang mereka gunakan adalah dengan menggunakan aliansi di forum-forum multilateralisme,” jelas Radityo.

Berhati-hati

Sementara itu, Asisten Profesor Studi Lintas Budaya dan Kawasan Universitas Copenhagen, Denmark, Jin Sangpil menyebutkan bahwa Korea Selatan memang berada dalam posisi sulit mengenai isu Gaza. Korsel adalah sekutu Amerika Serikat dan harus menjaga hubungan dekat dengan Israel. Korsel juga tergantung pada negara-negara Timur Tengah untuk pasokan minyak dan gas.

“Jika Korea Selatan tegas membela AS atau Israel akan mendapatkan citra negatif dari negara-negara lain termasuk Timur Tengah,” ungkap Jin Sangpil dalam lokakarya yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, Jumat (8/12/2023) lalu.

Anak-anak pengungsi Palestina berdiri di samping lukisan mural karya seniman Amal Abo di Rafah di selatan Jalur Gaza, Minggu (31/12/2023). 

Sangpil secara blak-blakan mengungkapkan bahwa strategi yang diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan adalah merespons isu yang sensitif dengan berhati-hati. Sebab, jika terlalu tegas membela posisi Amerika Serikat atau Israel, negara-negara kekuatan menengah lain, termasuk Timur Tengah, akan memiliki persepsi negatif terhadap Seoul.

Selain itu, Sangpil juga berpandangan meskipun Korsel mendukung penyelesaian damai krisis Gaza, para pemimpin pemerintah mungkin ragu untuk menyuarakan dukungan langsung kepada Israel, dengan alasan potensi dampaknya terhadap perdagangan dan ekonomi Korsel.

Meskipun demikian, pada 11 Oktober lalu, atau empat hari setelah serangan Hamas ke Israel, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah mengadakan pertemuan darurat untuk mengecam serangan tersebut. Sebelum rapat kabinet darurat, Yoon bertemu dengan pemimpin mayoritas Senat AS Chuck Schumer di Seoul. Keduanya mengutuk serangan Hamas dan sepakat bahwa Korsel dan AS harus memainkan peran konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan cepat dan damai.

Pada awal Januari lalu, Kementerian Luar Negeri Korsel juga menyatakan sangat prihatin atas transaksi senjata Korea Utara terhadap kelompok Palestina Hamas dalam perang dengan Israel. Badan Intelijen Nasional (NIS) Korsel merilis foto bagian roket Korea Utara yang menunjukkan bahwa pejuang Hamas menggunakan peluncur granat bertenaga roket F-7 yang diproduksi di Pyongyang.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/internasional/2024/01/27/posisi-kekuatan-menengah-dalam-isu-palestina-berbeda

Journalist Network 2023
Top 5 Investor Di IKN, Korsel Ingin Bangun Tol Bawah Laut Dan Taksi Terbang 

Bambang Trismawan/Rakyat Merdeka Newspaper

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi OIKN Agung Wicaksono saat menjadi pembicara dalam lokakarya di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Jumat (8/12/2023). Lokakarya tersebut digelar Foreign Policy Community of Indonesia FPCI yang bekerja sama dengan Korea Foundation. (Foto: BCG/Rakyat Merdeka) 

RM.id  Rakyat Merdeka – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan, investor dari Korea Selatan termasuk yang paling banyak berminat menanamkan modal di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. Sejumlah perusahaan dari negeri kimchi itu ingin terlibat dalam sejumlah proyek seperti membangun tol terowongan bawah laut, taksi terbang, sampai smart city.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi OIKN Agung Wicaksono saat menjadi pembicara dalam lokakarya bertajuk “Investment Nexus: IKN and the Path Forward for Indonesia and Korea”, di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Jumat (8/12/2023). Lokakarya tersebut digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bekerja sama dengan Korea Foundation.
Agung mengatakan, seiring dengan dimulainya pembangunan IKN, sudah banyak investor asing yang menyatakan keinginannya untuk menanamkan modal di IKN. Sampai saat ini, kata Agung, suda ada 323 surat pernyataan minat (LoI) yang diteken OIKN dengan mitra. Dari jumlah tersebut, 45 persen berasal dari negara lain, termasuk dari Korsel.  Korsel masuk dalam daftar lima besar calon investor asing setelah Singapura, Jepang, China, dan Malaysia. “Secara nasional Korsel ini masuk 7 besar investor di Indonesia. Namun dalam pembangunan IKN ini, Korsel masuk Top 5. Jadi cukup agresif juga,” kata Agung.

Agung merinci beberapa perusahaan yang berminat berinvestasi di IKN. Beberapa di antaranya adalah LG CNS, Korea Land & Housing Corporation, Samsung C&T, LX International, dan Shinhan Sekuritas Indonesia. Kata dia, perusahaan asal Korsel itu berencana berinvestasi di tiga sektor prioritas pembangunan IKN yaitu kota pintar (smart city), perumahan, dan infrastruktur konektivitas.

Hyundai Motor Group misalnya, telah meneken MoU dengan OIKN untuk membangun ekosistem mobilitas Advanced Air Mobility (AAM) di Indonesia. AAM adalah drone yang bisa mengangkut kargo atau penumpang, semacam taksi terbang.

Selain itu, Daewoo Engineering & Construction juga sedang melakukan studi kelayakan untuk membangun terowongan tol bawah laut (immersed tunnel) di IKN dengan nilai proyek Rp10 triliun.  Jika terealisasi, tol bawah laut tersebut akan memangkas waktu tempuh dari Balikpapan ke IKN dari semula dua jam menjadi hanya 30 menit.

Mantan Dirut PT Transjakarta itu menambahkan, pemerintah juga sedang membangun jalan tol yang targetnya bisa rampung tahun depan, untuk memotong waktu tempuh Balikpapan-IKN menjadi sekitar 50 menit.

Agung mengatakan, pihaknya akan terus mengajak calon-calon investor potensial untuk dapat langsung mengunjungi IKN. Dengan begitu, mereka dapat melihat langsung apa saja potensi yang mampu dikembangkan di Nusantara. “Kalau sudah begitu mereka pasti akan lebih tertarik,’’ katanya.

Agung menjelaskan Pemerintah ingin memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur antara lain untuk menumbuhkan pusat ekonomi baru di luar Jawa. Di IKN nantinya akan dibangun 9 kawasan. Kawasan 1 yang saat ini sedang dikebut pembangunannya adalah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).  Sementara 8 kawasan lain merupakan kawasan ekonomi dan pusat keuangan.

Agung memastikan, pembangunan IKN tidak akan membebani APBN. Pasalnya, mayoritas anggaran pembangunan berasal dari investasi swasta. Hal tersebut dibuktikan dari progres pembangunan IKN sejauh ini. Dari groundbreaking tahap 1 dan 2, sudah masuk investasi dari pihak swasta sebesar Rp 36 triliun. Adapun groundbreaking tersebut antara lain hotel, gedung perkantoran, rumah sakit, fasilitas pusat pelatihan sepak bola berstandar FIFA, sampai fasilitas di sektor energi.

Sementara, anggaran negara yang sudah mengucur untuk pembangunan KIPP sekitar Rp 35 triliun. “Jumlahnya hampir sama bahkan lebih banyak investor dibanding dari APBN,” pungkasnya. 

Sumber: https://rm.id/amp/baca-berita/ekonomi-bisnis/203813/top-5-investor-di-ikn-korsel-ingin-bangun-tol-bawah-laut-dan-taksi-terbang

Journalist Network 2023
Berstatus Negara Middle Power, RI-Korsel Bisa Menjadi Kekuatan Penyeimbang

Bambang Trismawan/Rakyat Merdeka Newspaper

Lokakarya Indonesia and Korea Middlepower-ship in Changing World yang digelar di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Jumat (9/12/2023). Lokakarya ini digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia yang bekerja sama dengan Korea Foundation. (Foto FPCI)

RM.id  Rakyat Merdeka – Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) sama-sama berstatus sebagai negara dengan kekuatan menengah atau middle power nation. Bukan negara adidaya seperti Amerika Serikat, Rusia, atau China, tapi juga bukan negara kecil. Meski begitu, negara kekuatan menengah dinilai mempunyai pengaruh yang signifikan di kancah global.

Indonesia misalnya, bisa menjadi juru damai atau jadi jembatan bagi negara-negara yang sedang bertikai dan memainkan peran penyeimbang di tengah dunia yang terpolarisasi. Demikian disampaikan Dosen Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra saat menjadi pembicara dalam lokakarya bertajuk “Indonesia and Korea Middlepower-ship in Changing World” yang digelar di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Jumat (9/12/2023).

Selain Radityo, hadir secara online Asisten Profesor di Departemen Studi Lintas Budaya dan Regional Universitas Kopenhagen, Dr Jin Sangpil. Lokakarya yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation ini diikuti 15 jurnalis yang tergabung dalam program Indonesian Next Generation on Korea Batch 3.

Radityo menjelaskan, sebenarnya tak ada definisi baku mengenai negara dengan kekuatan menengah. Namun, secara umum biasanya memiliki tiga ciri, yaitu ekonomi yang cukup lumayan, jumlah penduduk yang besar, dan identitas yang kuat.

Menurut dia, Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif sudah memainkan peran sebagai negara middle power dengan cukup baik. Ia lalu menjelaskan sejumlah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah arahan Presiden Jokowi.

Indonesia misalnya, senantiasa mendorong multilateralisme yang lebih inklusif dan setara, serta mendorong hak membangun bagi semua negara, serta menjadi penengah bagi negara yang bertikai. Indonesia juga bersikap tegas menghadapi tekanan negara lain. Radityo mencontohkan bagaimana Presiden Jokowi misalnya, tetap mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan G20 di Bali, pada November 2022, meski mendapat penolakan dan ancaman boikot dari negara-negara di Eropa.

Presiden Jokowi juga menghadiri KTT BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus lalu. Indonesia berbicara di forum tersebut, tapi tetap memilih tidak bergabung menjadi anggota BRICS.

Teranyar, Presiden Jokowi menyerukan pembelaan kepada Palestina dan meminta Israel menyetop serangan ke Gaza. Bahkan Jokowi menyampaikan langsung permintaan tersebut kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden, meski ditanggapi dingin.

“Tipikal negara middle power ialah berusaha menjadi mediator, dan cenderung menjadi jembatan besar antara dua pihak yang berseberangan atau bertikai,” kata Radityo.

Radityo menambahkan, Indonesia dan Korsel kurang lebih memiliki pandangan yang sama dalam melihat situasi global. Kedua negara sama-sama mendorong tatanan global yang damai. Kesamaan pandangan ini yang pada titik yang sama akhirnya mendirikan kelompok negara kekuatan menengah MIKTA yang beranggotakan Meksiko, Indonesia, Korea (Selatan), Turki, dan Australia. Terbentuknya kelompok ini merupakan hal bagus di tengah dunia yang terpolarisasi. Hanya saja, kata dia, perbedaan visi masing-masing negara menjadikan sebuah tantangan tersendiri sehingga sulit menghasilkan keputusan bersama.

Menurut dia, agar posisi Indonesia sebagai middle power makin diperhitungkan di kancah global, Indonesia harus memilih diplomasi mana yang akan difokuskan. Jadi misalnya, sebelum bermimpi menjadi penengah perang Rusia Ukraina, Indonesia bisa mengambil peran dalam persoalan Myanmar.

“Jadi mungkin fokus pada kawasan terlebih dahulu sebelum menjangkau global. Karena jika menjangkau terlalu tinggi, dan melupakan dasar dari kekuatan (diplomasi) yang sebenarnya, maka tidak akan berhasil,” ujarnya.

Jin Sangpil menyampaikan hal senada. Kata dia, forum MIKTA memang sangat rumit, dalam artian masing-masing negara mempunyai rencana dan visinya sendiri. Sehingga sulit dalam menyatukan suara. Namun, kata dia, negara-negara yang berkumpul untuk membentuk semacam organisasi informal seperti ini tidak boleh dianggap enteng di tahun-tahun mendatang. Karena akan menjadi kekuatan yang mempunyai pengaruh besar.

Jin mencontohkan bagaimana Indonesia menghadapi strategi Indo Pasifik yang digagas Amerika Serikat dan strategi One Belt One Road (OBOR) atau Belt Road Initiative (BRI) yang dibuat oleh Presiden China Xi Jinping. Indonesia bisa mengambil manfaat dari dua strategi tersebut.

Indonesia juga menjadi penyeimbang di kawasan. Kata dia, Korsel juga mestinya bisa mengambil manfaat dalam dua strategi negara adidaya tersebut.

“Namun tidak seperti Korea, Indonesia sudah punya pengalaman panjang dalam memposisikan diri sebagai negara netral,” cetusnya.

Saat ini, kata dia, setelah perang dingin usai memang ada dua negara adidaya. Namun, di tahun-tahun mendatang banyak pengamat yang memprediksi akan ada lima negara yang bakal mempunyai pengaruh. Bisa saja itu Brazil, India, atau mungkin juga Indonesia dan negara-negara lain yang akan mengubah peta geopolitik saat ini.

“Faktanya, Kanselir Jerman Olaf Scholz baru-baru ini juga menyampaikan dunia saat ini sedang menuju dunia multipolar,” imbuh Jin. 

Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/202786/berstatus-negara-middle-power-rikorsel-bisa-menjadi-kekuatan-penyeimbang

Journalist Network 2023
Meski Terganjal Anggaran Kerja Sama RI-Korsel Bikin Pesawat KF-21 Masih Jalan

Bambang Trismawan/Rakyat Merdeka Newspaper

Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Pertama Dedy Laksmono menjadi pembicara dalam lokakarya bertajuk “Advancing Indonesia and South Korea’s Defence Industry Collaboration” di Jakarta, Jumat (27/10/2023). (Foto FPCI) 

RM.id  Rakyat Merdeka – Pemerintahbmelalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan ingin melanjutkan kerja sama dengan Korea Selatan (Korsel) memproduksi pesawat tempur KF-21 Boramae. Oleh karena itu, Indonesia akan menyiapkan anggaran Rp 1,5 triliun pada tahun depan.
 Kemhan menilai, kerja sama di bidang pertahanan dengan Korsel penting untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan menghidupkan industri pertahanan dalam negeri. Hal tersebut disampaikan Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Kemhan Marsekal Pertama Dedy Laksmono saat menjadi pembicara dalam lokakarya bertajuk, “Advancing Indonesia and South Korea’s Defence Industry” Collaboration, di Jakarta, Jumat (27/10).
Hadir sebagai narasumber dalam lokakarya itu, Chief Representative Officer Korea Aeorospace Industries (KAI) Indonesia Office, Woo Bong Lee. Lokakarya ini digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation.
Dedy menjelaskan, program kerja sama Indonesia dan Korsel dalam pembangunan pesawat FX-21 merupakan kerja sama penting dan strategis. Harapannya program ini dapat memenuhi kebutuhan alutsista.

“Indonesia bisa mandiri dan tidak lagi ketergantungan pada negara lain,” katanya.

Pemerintah menilai, kerja sama ini saling menguntungkan kedua negara. Pasalnya akan ada komitmen untuk transfer teknologi (transfer of technology/ToT). Melalui kerja sama ini, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korsel dan 48 jet tempur untuk Indonesia.

Deddy menambahkan, program ini juga diharapkan menghidupkan industri pertahanan dalam negeri. Sebagai contoh, dalam program ini nantinya akan ada beberapa komponen, seperti sayap pesawat, yang akan dibuat di Indonesia. Jadi setiap pembuatan KF-21 di dunia, sayap pesawatnya akan dibuat di Indonesia. Melalui kerja sama ini juga kan ada pembangunan beberapa fasilitas di PT Dirgantara Indonesia (DI) seperti hanggar, dan alat operasional.

“Artinya industri dalam negeri kita bisa hidup. Kalau tidak, lulusan Teknik Penerbangan dari ITB (Institute Teknologi Bandung), ITS (Institute Teknologi Surabaya) atau kampus lain ada potensi diserap sama Qatar dan Uni Emirat Arab,” kata Dedy.

Untuk diketahui, kerja sama yang dimulai pada 2009 sedang menghadapi tantangan. Salah satunya adalah mandeknya pembayaran komitmen share Indonesia.

Dalam komitmen awal, proyek senilai Rp 100 triliun ini ditanggung tiga pihak. Indonesia menanggung 20 persen, Korsel 60 persen, dan perusahaan pembuat pesawat Korea Aerospace Industries (KAI) menanggung 20 persen. Saat ini, Indonesia masih punya tanggungan sebesar Rp14,6 triliun sampai 2026.

Mengenai hal tersebut, Dedy menyampaikan Pemerintah memang belum bisa memenuhi kewajiban tersebut. Namun, Pemerintah berkomitmen kuat untuk melanjutkan kerja sama. Pembayaran tanggungan sangat tergantung dengan APBN.

“Tapi komitmen kita untuk kerja sama itu tetap harus dilanjutkan, karena ini program negara,” tegasnya.

Sebagai bentuk komitmen tersebut, Dedy mengatakan Kemhan mengalokasikan sekitar Rp1,5 triliun pada 2024. Angka tersebut tentu tak cukup dan tak sesuai dengan harapan Korsel. Dedy mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah mengusulkan untuk mendapat tambahan anggaran. Namun, tidak mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan.

Karena itu, Pemerintah masih terus bernegosiasi untuk mencari solusi dari masalah ini. Sementara itu, Chief Representative Officer KAI Indonesia Office Woo Bong Lee mengatakan, pihaknya masih wait and see. Ia berharap ada solusi terbaik dalam persoalan ini.

“Kami berharap Pemerintah Indonesia dan Korea terus mendiskusikan masalah ini untuk mencari solusi terbaik,” harapnya. 

Sumber: https://rm.id/amp/baca-berita/internasional/196304/meski-terganjal-anggaran-kerja-sama-rikorsel-bikin-pesawat-kf21-masih-jalan

Journalist Network 2023
Punya Potensi Jadi Negara Maju Pengusaha Korsel Maunya Investasi Di Indonesia 

Bambang Trismawan/Rakyat Merdeka Newspaper

Ketua Kamar Dagang dan Industri Kadin Korea Selatan di Indonesia Mr Lee Kang Hyun saat menjadi narasumber lokakarya bertajuk “Towards Indonesia-Korea Greener Economy Partnership” di Auditorium Prof Hasjim Djalal, Mayapada Tower 1, Jakarta, Jumat (27/10/2023). Lokakarya ini digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation. (Foto: FPCI) 

RM.id  Rakyat Merdeka – Indonesia punya potensi menjadi negara maju. Jumlah penduduk yang banyak, sumber daya alam yang melimpah, didukung dengan ekonomi yang kuat dan terus tumbuh, menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi.

Tak terkecuali, investor dari Korea Selatan. Saat ini, pengusaha asal negeri kimchi itu maunya berinvestasi di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Korea Selatan di Indonesia Mr Lee Kang Hyun saat menjadi narasumber lokakarya bertajuk “Towards Indonesia-Korea Greener Economy Partnership” di Auditorium Prof Hasjim Djalal, Mayapada Tower 1, Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Lokakarya ini digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation.

Mantan Bos Samsung Indonesia itu menceritakan, sebagai Ketua Kadin Korea Indonesia, hampir tiap hari ia menemui para investor dan pengusaha dari Korsel.

Saking banyaknya, sehari bisa 3 atau 4 kali menggelar pertemuan. Para pengusaha ini ingin menanyakan soal peluang investasi di Indonesia.

“Orang Korea sekarang maunya kalau investasi di luar negeri urutan pertamanya adalah Indonesia,” kata Lee dengan bahasa Indonesia yang sudah fasih.

Lee yang saat ini menjabat sebagai Vice President Hyundai Motor Asia Pacific Headquarters menyatakan, peluang investasi di Indonesia memang sangat baik, besar, dan menjanjikan.

Ia yang sudah bekerja di Indonesia selama 33 tahun, paham betul potensi tersebut. Indonesia punya pasar yang besar, juga kemampuan yang bisa diandalkan.

Menurut Lee, salah satu investasi yang diminati pengusaha Korsel adalah di sektor energi hijau (green energy), seperti kendaraan listrik.

Apalagi dalam lima tahun terakhir, nikel menjadi sumber mineral yang sangat penting di dunia di tengah persaingan China dan Amerika Serikat.

Hal ini menjadikan posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya nikel yang melimpah, menjadi penting di dunia.

Selain itu, kata dia, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca dan mencapai Net Zero pada 2060.

Usaha menurunkan gas emisi rumah kaca ini membuat Indonesia akan menerima banyak bantuan dari negara maju.

Kata Lee, tak hanya kendaraan listrik, pengusaha Korsel seperti perusahaan konstruksi memberikan perhatian pada proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.

Beberapa perusahaan yang berniat investasi di IKN adalah Smart City untuk membangun kota pintar, dan Hyundai dengan teknologi taxi terbang atau dikenal dengan istilah Advanced Air Mobility (AAM), dan pembangunan instalasi pemurnian air.

Sebagai pengusaha, Lee berharap Pemilu yang akan digelar tahun depan berjalan dengan baik. Kata dia, situasi jelang pemilu ini membuat para pengusaha memilih wait and see.

Ia berharap, pemilu tak mengganggu iklim investasi di Indonesia yang sudah baik.

Karena dengan iklim investasi yang baik tersebut Indonesia akan mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

“Ini yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang lebih kaya dan maju. Mungkin beberapa beberapa tahun yang akan datang Korea sudah kalah,” ujarnya.

Terakhir, Lee menyampaikan kekhawatiran sejumlah pengusaha terkait rencana terbitnya Perpres soal aturan impor mobil listrik atau Completely Built Up (CBU) yang bebas pajak.

Aturan ini dirancang karena Pemerintah ingin membesarkan pasar kendaraan listrik seperti di Thailand.

Menurut Lee, pemerintah harus konsisten dalam membuat kebijakan. Ia khawatir, dengan aturan tersebut justru menghancurkan pasar mobil listrik.

Tak hanya itu, juga akan bikin kecewa pengusaha yang sudah susah payah membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.

Kata dia, membesarkan pasar mobil listrik memang bagus. Tapi membangun industri kendaraan listrik juga penting.

Ini seperti telur atau ayam, mana yang lebih dulu. Membangun industri atau membesarkan pasar dulu dengan cara membanjiri pasar dengan kendaraan listrik.

“Menurut saya ini harus jalan sama-sama. Aturan ini sangat sensitif. Ada mudah-mudahan ini bisa mencari solusi yang baik dengan memperhatikan kemajuan Indonesia dan Korea bersama-sama,” cetusnya.

Menanggapi soal Perpres, Deputi Bidang Promosi dan Penanaman Modal di Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan mengatakan aturan tersebut masih dalam pembahasan. Belum sampai ke meja Presiden.

Ia memahami kekhawatiran para pengusaha Korsel yang sudah berinvestasi di ekosistem kendaraan mobil listrik dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 40 persen.

“Tidak mungkin orang yang cuma mau impor dikasih bebas pajak sementara yang sudah bangun pabrik tetap dikenakan pajak. Tidak ada common sense di sana,” ucapnya.

Ia memastikan, Pemerintah akan mendengarkan berbagai pihak sebelum menerbitkan revisi perpres tersebut.

“Insya Allah tidak usah khawatir. Apapun regulasi yang disiapkan Pemerintah, kalau tidak bisa menjawab kebutuhan industri biasanya tidak akan jalan,” pungkasnya.

Sumber: https://rm.id/amp/baca-berita/nasional/195917/punya-potensi-jadi-negara-maju-pengusaha-korsel-maunya-investasi-di-indonesia

Journalist Network 2023
Kemitraan Indonesia-Korsel Diramal Makin Cerah, Ini Alasannya

Bambang Trismawan/Rakyat Merdeka Newspaper

Lokakarya bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Koreas Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9). (Foto: Dok FPCI)

RM.id  Rakyat Merdeka – Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan (Korsel) semakin tinggi karena dipengaruhi musik K-Pop dan tayangan K-Drama yang disebarkan lewat media sosial maupun mainstream. Hubungan masyarakat (people to people) yang erat ini menjadi landasan yang kuat untuk meningkatkan kerja sama kedua negara.

Kondisi ini menjadi membuka peluang kerja sama kedua negara yang semakin menjanjikan. Terlebih, Korsel memulai kebijakan luar negeri baru khusus untuk kawasan Asia Tenggara yaitu Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI). Kebijakan ini membuka peluang terjalinnya berbagai kemitraan Korsel dengan negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Kira-kira begitu beberapa catatan penting yang terangkum dalam lokakarya bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea’s Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9).

Lokakarya yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation ini menghadirkan dua narasumber dari Korsel. Mereka adalah Kepala Center for ASEAN-Indian di Institute of Foreign Affaris and National Security Prof Choe Wongi dan jurnalis dari The Hankook Ilbo, Jaeyeon Moon. Keduanya menyampaikan pemaparan melalui online.

Lokakarya ini diikuti 15 jurnalis profesional yang tergabung dalam program Indonesian Next Generation on Korea Batch 3. Ini adalah lokakarya sesi kedua dari 6 lokakarya yang akan rencananya digelar sebelum para jurnalis diajak berkunjung ke Korsel.

Prof Choe mengawali pemaparan dengan menceritakan kebijakan KASI. Kata dia, ini adalah kebijakan baru dari Presiden Korsel Yoon Suk Yeol yang dilantik pada Mei 2022. Kebijakan ini dresmikan Presiden Yoon pada Desember 2022, dan dibuat khusus untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Choe, kebijakan KASI lebih progresif dan komprehensif dari kebijakan luar negeri sebelumnya, yaitu New Southern Policy (NSP), yang diprakarsai Presiden Korsel sebelumnya, Moon Jae In, pada 2017.

Choe menjelaskan perbedaan kedua kebijakan ini. Kata dia, NSP hanya berfokus pada kerja sama ekonomi seperti perdagangan dan investasi.  Adapun untuk urusan keamanan, seperti bagaimana situasi Laut China Selatan yang memanas di tengah persaingan China dan Amerika Serikat, Korsel tidak begitu proaktif atau cenderung diam.

Nah, menurut Choe, kebijakan NSP juga menghasilkan banyak manfaat. Beberapa di antaranya berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat di ASEAN terhadap Korsel, dan begitu juga sebaliknya. Korsel misalnya membangun Rumah Kebudayaan ASEAN di Busan.

Sementara KASI, lanjut Choe, fokusnya tidak hanya pada perdagangan dan investasi. Namun juga mencakup diplomasi, keamanan, politik dan hubungan kerakyatan (people to people). Melalui kebijakan ini Korsel melihat ASEAN sebagai partner strategis untuk mewujudkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.

Dan Korsel sebagai pemangku kepentingan merasa harus ikut bertanggung jawab mempromosikan kedamaian di kawasan. Jadi berdasarkan refleksi seperti ini, keterlibatan Korsel lebih komprehensif. Tidak hanya berfokus pada investasi dan perdagangan.

Nah, kata dia, dengan kebijakan ini Korsel menjadi lebih proaktif. Karena itu saat ada insiden antara Coast Guard China dengan Filipina, di Laut Filipina Barat bulan Agustus lalu, Korsel ikut menyampaikan keprihatinan. Inilah adalah pernyataan sikap pertama Korsel terhadap persoalan di Laut China Selatan.

“Saya pikir prioritas utama di balik kebijakan ini (KASI) adalah Korea tidak lagi mengesampingkan masalah strategis dan keamanan yang nyata,” ungkapnya.

Perbedaan lain, lanjut Choe, dengan kebijakan KASI ini Korsel memposisikan Asia Tenggara sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China. Dengan hal tersebut, akan membuka peluang terjalinnya kerja sama Korsel dengan negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=139&slotname=7379219380&adk=2745296645&adf=3652440351&pi=t.ma~as.7379219380&w=555&fwrn=4&lmt=1712073952&rafmt=11&format=555×139&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F188760%2Fkemitraan-indonesiakorsel-diramal-makin-cerah-ini-alasannya&wgl=1&dt=1712073868647&bpp=2&bdt=93&idt=105&shv=r20240327&mjsv=m202403270101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3D0477ed2f7aba6f17%3AT%3D1712073511%3ART%3D1712073868%3AS%3DALNI_Ma8kextKFH6M23k1Co-MRuKHaI6bg&gpic=UID%3D00000d7f5ac333e7%3AT%3D1712073511%3ART%3D1712073868%3AS%3DALNI_MZHNKjqJI7CBz0j7uimg1FFvAS1ow&eo_id_str=ID%3Dab744446ff08c389%3AT%3D1712073511%3ART%3D1712073868%3AS%3DAA-AfjYcRxvrLNE5VZfvjZOcT1Hw&prev_fmts=0x0%2C160x400%2C360x280&nras=1&correlator=5074319912179&frm=20&pv=1&ga_vid=372466371.1712073511&ga_sid=1712073869&ga_hid=2146046676&ga_fc=1&rplot=4&u_tz=420&u_his=2&u_h=900&u_w=1440&u_ah=813&u_aw=1440&u_cd=24&u_sd=2&adx=92&ady=3619&biw=1324&bih=733&scr_x=0&scr_y=718&eid=44759876%2C44759927%2C44759842%2C31082283%2C95320377%2C95328826&oid=2&pvsid=1420316804363757&tmod=1112230088&uas=1&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1920&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1324%2C813%2C1324%2C733&vis=1&rsz=o%7C%7CpeEbr%7C&abl=CS&pfx=0&fu=128&bc=31&bz=1&ifi=2&uci=a!2&btvi=3&fsb=1&dtd=84324

Apalagi, lanjut dia, Indonesia punya peranan yang sangat penting di ASEAN.  Tahun ini, Indonesia menjadi ketua negara ASEAN, dan baru saja sukses memimpin KTT ASEAN, KTT ASEAN Three, dan sedang membuat sejarah baru dengan memprakarsai platform untuk Kawasan Indo-Pasifik yang Inklusif (AIPF).

“Jadi saya pikir prospek dalam kemitraan Korea dengan ASEAN, Korea dengan Indonesia akan sangat cerah. ASEAN punya potensi ekonomi dan sosial yang sangat besar. Korea bisa membantu mengotimalkan potensi itu,” kata Choe.

Choe mengungkapkan, kebijakan KASI ini dirilis tanpa memiliki agenda tersembunyi. Korsel hanya ingin menjalin kemitraan yang lebih besar di ASEAN, termasuk di Indonesia. Ia lalu mengungkap data 10 juta wisatawan dari Korsel berkunjung ke kawasan Asia Tenggara.

“Saya pikir ada banyak kepentingan dan bermanfaat bagi kepentingan kedua negara untuk menjalin kerja sama ekonomi yang lebih besar, termasuk memperkuat pertukaran antar manusia dengan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Choe lalu mengomentari pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol di Istana Presiden, Jumat (8/9) lalu.  Menurut dia, pertemuan yang digelar sekaligus untuk merayakan hubungan diplomatik 50 tahun Korsel-Indonesia itu berjalan hangat dan sukses serta menghasilkan beberapa kesepakatan termasuk program pertukaran budaya.

Hal senada disampaikan oleh jurnalis asal Korsel Jaeyeon Moon. Jaeyeon optimis akan ada banyak kemitraan terjalin antara Korsel dan Indonesia di masa depan. Misalnya meningkatkan industri hiburan Indonesia dengan kerja sama dengan Korsel. Apalagi, kata dia, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap Korsel sangat tinggi.

Jaeyeon menceritakan, meski saat ini hubungan diplomatik Korsel dan Indonesia berusia 50 tahun, ia seperti warga Korea umumnya belum banyak mengetahui tentang Indonesia. Kebanyakan orang Korea mengetahui Indonesia hanya sebagai tempat jalan-jalan, wisata untuk bulan madu, atau tempat yang kental dengan budaya. Banyak yang tak mengetahui Indonesia memiliki kekuatan konsumsi, bisnis dan budaya yang besar.

Kata dia, kesadaran warga Korsel terhadap Indonesia semakin terbangun di masa pandemi Covid-19. Saat itu, Korsel ikut memberikan bantuan perlatan medis termasuk masker untuk Indonesia. Termasuk menyediakan teknologi dan investasi untuk Indonesia.  Belakangan, publik Korea pun mengetahui ternyata Indonesia adalah salah satu konsumen terbesar budaya populer Korsel seperti K-POP dan K-Drama.

Ia misalnya, mengaku terkejut saat mengetahui Indonesia adalah negara peringkat pertama dari 20 negara yang paling banyak mencuit tentang K-POP pada 2021.  Belum lagi bagaimana begitu banyaknya fans BTS di Indonesia. Kata dia, MCD edisi BTS ternyata sangat laku keras di pasar Indonesia dan ini membuat kaget orang Korsel sendiri.

“Ini menunjukkan bahwa secara budaya dan budaya populer kita memiliki nilai-nilai dan perspektif yang sama,” ujarnya.

Melihat eratnya hubungan masyarakat kedua negara ini, kata dia, membuka peluang kerja sama di industri hiburan. Salag satu contohnya adalah, Jaeyoon mengusulkan agar pemerintah Indonesia membuat proyek kolaborasi drama Korea.

“Saya piker kerja sama ini bisa meningkatkan industri hiburan Indonesia,” cetusnya.

Agar semakin meningkatkan hubungan masyarakat kedua negara, Jaeyeon mengusulkan agar memberikan kesempatan para jurnalis berkomunikasi dengan para pejabat di Indonesia. Misalnya untuk mengetahui bagaimana kebijakan Indo Pasifik yang dicetuskan Indonesia. Apa strateginya dan apakah bisa membawa kedamaian di Semenanjung Korea. Menurut dia, konsep yang ditawarkan Indonesia mengenai Indo Pasifik dalam KTT ASEAN sangat menarik. Yaitu menghentikan persaingan dan konflik. Namun, ada banyak hal yang masih tanda tanya di kalangan media Korsel. Seperti bagaimana melakukan ini? Dialog seperti apa yang harus dilakukan untuk menhentikan persaingan ini. Pertanyaan ini muncul lantaran tak banyak kesempatan untuk bertanya dengan pejabat di Indonesia.

“Jadi, kalau kesempatan itu terbuka luas, tentu ini akan sangat menyenangkan. Dan menurut saya ini akan sangat menarik untuk dibagikan bersama,” cetusnya.

Karena itu, menurut dia, program koresponden secara bertahap akan membantu bagi kedua negara saling memahami. Jadi tidak hanya reporter Korsel yang berkeliling Indonesia, tapi juga sebaliknya.

“Kita perlu memperbanyak koresponden untuk saling memahami. Menurut saya ini membantu publik Korea dan Indonesia untuk saling mengenal dan melakukan pertukaran perubahan yang lebih komunikatif,” pungkasnya.

Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/188760/kemitraan-indonesiakorsel-diramal-makin-cerah-ini-alasannya

Journalist Network 2023
Kemitraan Korsel-RI Kian Lengket Dan Cerah

Bambang Trismawan / Rakyat Merdeka Newspaper

Para jurnalis Indonesian Next Generation on Korea Batch 3 mengikuti workshop ke-2 yang digelar FPCI dan Korea Foundation, bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea’s Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta. (Foto: Dok. FPCI)
Para jurnalis Indonesian Next Generation on Korea Batch 3 mengikuti workshop ke-2 yang digelar FPCI dan Korea Foundation, bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea’s Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta. (Foto: Dok. FPCI)

RM.id  Rakyat Merdeka – Prospek kerja sama Korea Selatan (Korsel) dengan Indonesia, diprediksi semakin menjanjikan.
Setidaknya, ada dua alasan yang melatari proyeksi tersebut. Pertama, Korsel memulai kebi­jakan luar negeri baru khusus untuk kawasan Asia Tenggara, yaitu Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI). Kebijakan ini membuka peluang terjalinnya berbagai kemitraan Korsel dengan negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.
Kedua, meningkatnya ke­sadaran masyarakat Indonesia terhadap Korsel, dampak dari diplomasi kebudayaan Kor­sel, seperti K-Popdan drama Korea (K-Drama). Hubungan masyarakat (people to people) yang erat ini menjadi landasan kuat untuk meningkatkan kerja sama ekonomi kedua negara.

Itulah beberapa catatan penting yang terangkum dalam workshop bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea’s Public Diplo­macy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Rela­tions, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9).

Lokakarya yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation ini, menghadirkan dua narasumber dari Korsel.

Mereka adalah Kepala Cen­ter for ASEAN-Indian di In­stitute of Foreign Affaris and National Security Prof Choe Wongi, dan jurnalis dari The Hankook Ilbo, Jaeyeon Moon. Keduanya menyampaikan pe­maparan secara online.

Lokakarya ini diikuti 15 jur­nalis profesional yang tergabung dalam program Indonesian Next Generation on Korea Batch 3. Ini adalah lokakarya sesi kedua dari 6 lokakarya yang rencananya digelar sebelum para jurnalis berkunjung ke Korsel.

Prof Choe mengawali pemaparan dengan menceritakan KASI. Ini adalah kebijakan baru Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, yang dilantik pada Mei 2022. Kebijakan ini diresmikan Presi­den Yoon pada Desember 2022, dan dirancang khusus untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Choe, kebijakan KASI lebih progresif dan komprehensif dibanding kebijakan luar negeri sebelumnya, yaitu New Southern Policy (NSP), yang diprakarsai Presiden Korsel sebelumnya, Moon Jae In, pada 2017.

Apa sih perbedaannya? Kata dia, NSP adalah kebijakan yang fokus meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara di Asia Tenggara, terutama investasi dan perdagangan. Korsel men­coba mengalihkan perhatian dari yang awalnya fokus pada kerja sama dengan China, Jepang dan Amerika Serikat, ke kawasan ASEAN.

Kebijakan ini bukan tanpa hasil. Data Kementerian Per­dagangan dan Kementerian Investasi mengungkap, kebi­jakan ini berhasil meningkatkan volume perdagangan Indonesia-Korsel dari 19,3 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 20,57 miliar pada 2022.

Investasi dari Korsel pun mengalir deras. Dari 2017 hingga 2021, total investasi Korsel ke Indonesia mencapai 8,18 miliar dolar AS, menjadikan Korea sebagai investor ketiga terbesar di Indonesia. Selain itu, Kebijakan ini juga dianggap ber­hasil meningkatkan kesadaran masyarakat di ASEAN terhadap Korsel, dan sebaliknya.

Korsel misalnya membangun Rumah Kebudayaan ASEAN di Busan. Namun, lanjut Choe, untuk urusan keamanan, seperti bagaimana situasi Laut China Selatan yang memanas di tengah persaingan China dan Amerika Serikat, Korsel tidak begitu proaktif atau cenderung diam.

Sementara KASI, lanjut Choe, fokusnya tidak hanya pada perdagangan dan investasi. Namun juga mencakup poli­tik dan keamanan, kerja sama infrastruktur digital, dan perubahan iklim. Selain itu, juga peningkatan hubungan masyarakat (people-to-people), dan kerja sama sosio kultural.

Melalui kebijakan ini, Korsel melihat ASEAN sebagai partner strategis untuk mewujudkan perdamaian, keamanan, dan sta­bilitas di kawasan Indo-Pasifik, termasuk di Semenanjung Ko­rea. Nah, kata dia, dengan kebi­jakan KASI ini Korsel menjadi lebih proaktif mempromosikan perdamaian di kawasan.

Karena itu, saat ada insiden antara Coast Guard China dengan Filipina, di Laut Filipina Barat Agustus lalu, Korsel ikut menyampaikan keprihatinan. Ini adalah pernyataan sikap pertama Korsel terhadap persoalan di Laut China Selatan, atau yang sejak 2017 Indonesia menyebut­nya sebagai Laut Natuna Utara.

“Prioritas utama di balik kebi­jakan ini (KASI) adalah Korea tidak lagi mengesampingkan masalah strategis dan keamanan yang nyata,” ungkapnya.

Perbedaan lain, lanjut Choe, dengan kebijakan KASI ini Korsel tidak hanya “menoleh” ke Asia Tenggara. Namun juga menganggap kawasan ASEAN sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China. Dengan hal tersebut, tentu akan membuka peluang terjalinnya kerja sama Korsel dengan negara di ASEAN, ter­masuk Indonesia.

Apalagi, lanjut dia, Indone­sia berperan sangat penting di ASEAN. Tahun ini, Indonesia menjadi Ketua negara ASEAN, dan baru saja sukses memimpin KTT ASEAN, KTT ASEAN Three, dan sedang membuat se­jarah baru dengan memprakarsai platform untuk Kawasan Indo-Pasifik yang Inklusif (AIPF).

“Prospek dalam kemitraan Ko­rea dengan ASEAN, Korea dengan Indonesia akan sangat cerah. ASEAN punya potensi ekonomi dan sosial yang sangat besar. Korea bisa membantu mengotimalkan potensi itu,” kata Choe.

Dia mengungkapkan, kebi­jakan KASI ini dirilis tanpa memiliki agenda tersembunyi. Korsel hanya ingin menjalin kemitraan yang lebih besar di ASEAN, termasuk di Indone­sia. Ia lalu mengungkap data 10 juta wisatawan dari Korsel berkunjung ke kawasan Asia Tenggara.

“Ada banyak kepentingan dan bermanfaat bagi kepentingan kedua negara untuk menjalin kerja sama ekonomi yang lebih besar. Serta memperkuat pertu­karan antar manusia dengan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia dan Korsel tidak memiliki beban sejarah, sehingga dapat meningkatkan hubungan yang lebih proaktif lagi,” paparnya.

Choe juga mengomentari per­temuan bilateral antara Presiden Jokowi dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol di Istana Presi­den, Jakarta, Jumat (8/9). Menu­rut dia, pertemuan yang digelar sekaligus untuk merayakan hubungan diplomatik 50 tahun Korsel-Indonesia itu, berjalan hangat dan sukses, serta meng­hasilkan beberapa kesepakatan, termasuk program pertukaran budaya.

Sumber : https://rm.id/baca-berita/internasional/188864/berkat-kpop-dan-kasi-kemitraan-korselri-kian-lengket-dan-cerah

Journalist Network 2023
Indonesia ingin belajar dari Korea tentang pembangunan ibu kota baru

Deputi Direktur Asia Timur Kemlu RI Vahd Nabyl A Mulachela (kanan) dan dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin (kiri) menjadi pembicara dalam lokakarya “Building Bridges: Assessing the Past and Shaping the Future of Indonesia-Korea Relations” di Jakarta, Rabu (2/8/2023). (ANTARA/Yashinta Difa)

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia berharap bisa memperkuat kerja sama dengan Korea Selatan untuk pembangunan ibu kota baru, Nusantara, yang berlokasi di Kalimantan Timur.

Menurut Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela, Indonesia bisa belajar dari pengalaman Korea yang juga pernah memindahkan ibu kota administratifnya dari Seoul ke Sejong.

“Jadi dalam proses Indonesia membuat dan mendesain ibu kota baru, telah dilakukan sejumlah konsultasi di antara otorita IKN dan pihak Korea yang ternyata cukup terbuka untuk membagikan pengalaman dan praktik terbaik mereka,” tutur Nabyl dalam lokakarya mengenai hubungan Indonesia-Korea di Jakarta, Rabu.

Kerja sama juga dijalin kedua negara untuk pembangunan infrastruktur air bersih di IKN, yang dari pihak Indonesia proyeknya ditangani oleh Kementerian PUPR.

Indonesia dan Korsel telah menandatangani 102 nota kesepahaman (MoU) terkait pembangunan ibu kota baru, termasuk di antaranya pembangunan saluran irigasi yang sejauh ini pembangunannya sudah mencapai 20 persen.

Selain proyek irigasi, perusahaan konstruksi asal Korsel juga menjajaki kemungkinan kerja sama pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang akan dilakukan setelah pemerintah Indonesia menyelesaikan isu pembebasan lahan.

Korsel  memiliki pengalaman dalam membangun pusat administrasi bernama Kota Sejong, yang terletak 120 kilometer dari Seoul.

Sejong didirikan pada tahun 2007 sebagai ibu kota baru Korsel di wilayah Chungcheong Selatan dan Provinsi Chungcheong Utara untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di ibu kota saat ini dan kota terbesar, Seoul, serta mendorong investasi di bagian tengah negara tersebut.

Sejak 2012, pemerintah Korea Selatan telah merelokasi banyak kementerian dan lembaga ke Sejong, tetapi banyak lainnya masih berlokasi di kota lain, terutama Seoul, di mana Majelis Nasional, Kantor Kepresidenan, dan badan pemerintah penting lainnya tetap ada.

Dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin menyebut pengalaman negaranya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, terutama di bidang konstruksi, teknik, dan transportasi.

Kedua negara juga menurutnya bisa bekerja sama dalam inisiatif penelitian dan pengembangan bersama yang mengarah pada kemajuan teknologi dan berbagi ilmu pengetahuan di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, antara lain kecerdasan buatan, bioteknologi, serta ekonomi hijau.

“Prioritas Indonesia dalam pembangunan infrastruktur menghadirkan peluang yang sangat baik bagi perusahaan Korea untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek besar, terutama terkait ibu kota masa depan, Nusantara,” ujar Shin.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3663981/indonesia-ingin-belajar-dari-korea-tentang-pembangunan-ibu-kota-baru

‹ Previous123456789Next ›Last »
Page 5 of 10

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net