Jakarta, CNN Indonesia — Nama Korea Selatan semakin popular terdengar terutama di kalangan penggemar Hallyu atau Korean wave yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
Hallyu merupakan fenomena budaya di mana popularitas budaya Korsel semakin tenar di kancah global. Fenomena ini mulai meluas sejak 1990-an dan terus meningkat drastis dalam satu dekade terakhir.
Fenomena ini membuat konten budaya pop, musik, film, bahasa, hingga fesyen dan makanan Korsel semakin banyak ditemui di setiap negara, termasuk di Indonesia.
Siapa sangka, popularitas hallyu yang mengglobal ini ternyata menjadi ladang rezeki hingga alat diplomasi bagi pemerintah Korsel.
Di Indonesia dampak Korean wave juga terlihat dengan kemunculan komunitas penggemar grup-grup musik Korsel terutama K-Pop, hingga restoran dan kosmetik asal Negeri Ginseng tersebut.
Antusiasme warga Indonesia terhadap Hallyu ini pun semakin mempererat hubungan bilateral Indonesia-Korsel dalam beberapa tahun terakhir. Namun, apakah Indonesia bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk ikut mengembangkan dan mempromosikan budaya lebih masif lagi ke seluruh dunia?
Koordinator Urusan ASEAN, Intra dan Ekstra Regional, Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri RI Joannes Ekaprasetya Tandjung meyakini Indonesia sebetulnya bisa mengembangkan budaya Tanah Air seperti Korean Wave yang sudah mendunia.
Namun, menurut Joannes, ini perlu kerja keras dan kekompakan dari pemerintah dan lintas sektor yang terkait.
“Tentu saja. Tentu saja [bisa dilakukan] dengan strategi, dengan orang-orang yang tepat, dengan pemerintahan yang tepat,” ungkap dia.
Komentar Joannes terlontar saat hadir dalam acara workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation (KF) di Jakarta pada Selasa (10/9).
Joannes juga memberi catatan keinginan semacam itu tak akan tercapai jika tak punya passion di sektor kreatif dan pendidikan yang memadai.
Sektor kreatif, kebudayaan, dan pendidikan, lanjut dia, juga bisa menjadi alat untuk memperluas hubungan.
Joannes lantas memberi contoh I-Wave dan Korean Wave saat kedua negara merayakan 50 tahun hubungan diplomatik.
Indonesia saat itu memilih salah satu member girl band Korsel Secret Number yang merupakan warga RI, Dita Karang. Sementara itu, Korsel memilih aktor Choi Siwon untuk mewakili mereka.
Pemilihan sektor budaya untuk memperingati hubungan diplomatik, lanjut Joannes, bukan tanpa alasan.
“Kami ingin melangkah bersama sebagai tim, persahabatan yang lebih dekat, kemitraan yang lebih dekat,” ungkap dia.
Joannes lalu berkata,”Kami ingin Korea dan Indonesia bekerja sama untuk mencapai Indonesian Wave seperti Hallyu.”
Hallyu memperoleh popularitas di sejumlah negara Asia pada pertengahan 1990-an.
Pada 1997, drama TV berjudul What Is Love tayang di China. Serial ini menduduki peringkat kedua dalam video impor China sepanjang masa. Dari sini, istilah Hallyu muncul.
Gelombang Korea kemudian mendarat di Jepang pada 2003 saat drama berjudul Winter Sonata tayang melalui NHK.
Lalu pada pertengahan 2000-an hingga awal 2010-an, penyebaran Gelombang Korea didominasi boy group dan girl group Korea seperti Big Bang, Girls’ Generation, dan Kara.
Selama periode ini, Gelombang Korea memperluas basis penggemar ke panggung global, termasuk Amerika Serikat, Amerika Latin, hingga dan Timur Tengah.
Seiring berjalannya waktu, gelombang Korea terus meluas dan mempengaruhi sektor lain seperti budaya, makanan, sastra, dan bahasa tradisional Korea, yang turut disukai penggemar.