• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

2021

2021
Soal CEPA, Dubes Korsel Colek DPR

MUHAMMAD RUSMADI – Rakyat Merdeka RM.id




Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Korea, Gandi Sulistiyanto Soeherman. [Foto: Muhammad Rusmadi/RM.id]

RM.id  Rakyat Merdeka – Indonesia bisa mengisi peluang baru dengan Korea Selatan (Korsel), di tengah kondisi perang Rusia-Ukraina. Hal ini diingatkan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Korea, Gandi Sulistiyanto Soeherman.

Antara lain, ujarnya, seperti kebutuhan Korsel akan batubara dan minyak kelapa sawit. “Kita akan coba langsung masuk ke Korsel (Korea Selatan), karena volumenya saat ini masih sedikit,” ungkap Dubes Sulis –sapaan akrab, kepada wartawan peserta program The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, di Seoul, Senin (30/5/2022)

Selain itu, lanjut mantan CEO PT Asuransi Jiwa Eka Life (Sinar Mas MSIG Life) ini, karena banyak pabrik Korsel yang berinvestasi di Indonesia, dia juga mengupayakan, agar barang-barang jadinya, juga bisa diekspor kembali dari Indonesia ke Korsel.

Ini semua, menurutnya, akan menjadi kumulatif dari sisi perdagangan. Ditambah lagi nanti dengan adanya Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang agreement-nya masih ada di DPR.

“Itu kalau sudah ditandatangani DPR, nanti akan ada ribuan barang yang tidak perlu lagi bea masuk, dari dan ke Korsel,” jelas pria yang menghabiskan satu dekade awal kariernya di perusahaan otomotif Astra International ini.

Sulis mengingatkan, targetnya DPR sudah menandatanganinya pada semester pertama tahun ini. “Saya akan dorong lagi. Lebih cepat lebih baik,” tegasnya lagi.

Terkait energi baru terbarukan, Sulis juga mengingatkan kembali pada tiga prioritas utama G20. Yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital ekonomi dan transisi energi ke energi baru terbarukan.

“Ini juga prioritas saya. Saya akan kejar ketiganya menjadi sebuah deliverable program dari G20 Indonesia, yang saya selalu monitor dari waktu ke waktu,” tegas alumni jurusan Advanced Management Program (AMP) di Harvard Business School, Amerika Serikat ini.

Sulis menjelaskan, terkait energi baru terbarukan, energi matahari merupakan andalan di Korsel. Sementara di Indonesia, juga mulai menerapkannya, meski menurutnya memang masih ada sejumlah kendala aturan. “Hambatan atau kendala ini jadi PR kita bersama,” ingatnya.

Padahal, ungkap Sulis, semua investor dari Korsel sudah bersiap bikin panel surya, tentunya dengan pembatasan-pembatasan atau syarat tertentu, yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) misalnya. Termasuk terkait materi-materi lokalnya.

Lebih jauh, Sulis juga menyinggung pertemuan puncak pertama antara Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dengan Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk-yeol pada Sabtu, 21 Mei lalu, di Kantor Kepresidenan di Yongsan, Seoul. Menurutnya, di pertemuan itu AS tentunya mempromosikan Pacific Forum, yang akhirnya Indonesia pasti juga akan terlibat.

Tapi, ujar Sulis, layaknya hanya sebuah forum, sehingga tidak ada aspek legal yang mengikatnya (legal binding). Berbeda, dia memisalkan, dengan The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), karena ada legal binding-nya, yang juga harus diratifikasi oleh DPR.

The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea diikuti oleh 10 wartawan Indonesia, yakni Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka/RM.id), Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com).

Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea merupakan wadah bagi para jurnalis profesional Indonesia, untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang hubungan Indonesia-Korea, yang masih kurang terjamah karena keterbatasan akses informasi.

Program ini juga merupakan kerjasama antara Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yang didirikan dan dipimpin oleh Dr Dino Patti Djalal, dengan Korea Foundation (KF). (*)




Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/126709/laporan-muhammad-rusmadi-dari-seoul-korea-selatan-soal-cepa-dubes-korsel-colek-dpr

2021
Pengalaman Melancong ke Korea Selatan Pasca-Relaksasi Aturan Covid-19

Suci Sekarwati – Tempo.co




Pemandangan halaman depan Balai Kota Seoul, Korea Selatan pada 1 Juni 2022. Sumber: Korea Foundation

TEMPO.CO, Jakarta – Korea Selatan telah melonggarkan aturan bagi para pelancong yang ingin datang ke Negeri Gingseng tersebut. Pada Minggu, 29 Mei 2022, Tempo dalam program ‘Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea’ hasil kerja sama Korea Foundation dan Forum Policy Community Indonesia, berkesempatan melancong ke Korea Selatan pasca-pelonggaran aturan Covid-19.

Kendati aturan Covid-19 bagi para pelancong memang sudah dilonggarkan, namun protokol kesehatan tetap dijalankan. Sebelum terbang, para pelancong disarankan mendaftarkan diri ke Q-code lewat situs www.cov19.kdca.go.kr dan www.safe2gopass.com agar bisa langsung pelesiran tak lama setelah hasil PCR di Bandara Internasional Incheon dinyatakan negatif Covid-19.

Suasana salah satu stasiun kereta di Seoul, Kamis, 2 Juni 2022. Korea Selatan sudah mulai melonggarkan aturan Covid-19.TEMPO/Suci Sekar

Saat mendaftarkan diri di situs Q-Code, pelancong akan diminta memasukkan sejumlah data, termasuk tanggal terakhir dilakukannya PCR sebelum terbang ke Korea Selatan. Masa berlaku PCR yang dapat diterima hanya yang dilakukan 2×24 jam sebelum penerbangan ke Korea Selatan.

Para pelancong disarankan sebelum terbang, memesan jadwal tes PCR di Bandara Incheon pada situs www.safe2gopass.com. Hasil PCR bisa diterima dalam waktu kurang dari sehari. Namun sebelum hasil PCR selesai, para pelancong diminta untuk tidak keluar hotel atau penginapan.

Menyusul kelonggaran aturan Covid-19 ini, Cheong Wa Dae (Blue House) atau istana kepresidenan Korea Selatan dibuka untuk umum. Blue House memiliki luas lebih dari 20 hektar dan tutup bagi umum selama 70 tahun.

Choi Hyunsoo, Direktur Korea Foundation untuk Indonesia menjelaskan rencana pembukaan Blue House untuk umum ini, tercetus sejak era mantan Presiden Moon Jae-in. Namun baru terwujud saat Presiden Yoon Suk-yeol menjabat.

Selama berada di area outdoor, pelancong boleh melepas masker. Akan tetapi, saat di dalam ruangan, pelancong akan diingatkan untuk tetap memakai masker.

Kelonggaran aturan Covid-19, juga bisa terlihat dari pusat perbelanjaan yang mulai ramai, salah satunya Lotte Tower di jantung Kota Seoul. Pada 1 Juni 2022, terlihat jumlah pengunjung yang memenuhi mal tersebut untuk sekadar makan atau jalan-jalan setelah wabah Covid-19 selama dua tahun.  

Kelonggaran aturan Covid-19 yang lain adalah tidak ada lagi social distancing di Korea Selatan. Saat Tempo berkesempatan menikmati menara tertinggi di Korea Selatan, yang hampir 500 meter, the Seoul Sky, lift dipenuhi pengunjung tanpa aturan pembatasan jumlah orang yang boleh berada di dalam lift.

Situs koreatimes.co.kr mewartakan di Korea Selatan jumlah kasus Covid-19 pada Senin, 30 Mei 2022 tercatat lebih dari 10 ribu kasus karena akumulasi jumlah kasus pada akhir pekan dan di tengah relaksasi aturan Covid-29. Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) melaporkan total kasus Covid-19 di Korea Selatan mendekati 18 juta kasus.




Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1597334/pengalaman-melancong-ke-korea-selatan-pasca-relaksasi-aturan-covid-19/full&view=ok

2021
Perang di Ukraina, Indonesia Kejar Peluang Ekspor Barang Substitusi ke Korsel

Suci Sekarwati – Tempo.co




Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto. Sumber: TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta – Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto berkomitmen meningkatkan nilai perdagangan Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) hingga dua kali lipat dibanding tahun lalu. Pada 2021, nilai perdagangan Indonesia – Korea Selatan sebesar USD 17 miliar dan pada tahun ini ditargetkan bisa naik menjadi USD 30 miliar (Rp436 miliar).

Di antara cara yang ditempuh untuk meningkatkan nilai perdagangan itu adalah mengambil kesempatan komoditas yang bisa disubtitusi oleh Indonesia. Hal ini berkaca pada kondisi, di mana ada sejumlah negara yang terganggu oleh dampak perang.  

“Ini kesempatan komoditasnya, bisa kita subtitusi. Misalnya batu bara, CPO yang akan kita coba langsung masuk ke Korea Selatan,” kata Duta Besar Sulistyanto, saat menyambut rombongan wartawan dalam program ‘Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea’, Senin, 30 Mei 2022 di Seoul.

Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto. Sumber: Sekar Suci/TEMPO

Sulistyanto menjelaskan pernah mendapat laporan dari seorang trader, yang mensuplai sekitar 29 juta ton batu bara per tahun ke Korea Selatan dan seluruh dunia, walau pun dengan harga yang sedang tinggi-tinggi nya.

Batu bara yang dibutuhkan oleh Korea Selatan adalah yang berkalori tinggi, sedangkan batu bara Indonesia banyak yang tidak setinggi itu kalorinya (seperti yang di minta Korea Selatan). Maka Korea Selatan banyak mengambil batu bara dari Australia dan Rusia.

“Apakah kita bisa merebut pasar batu bara Rusia ? Bisa atau tidaknya, arah ke sana sudah ada,” kata Sulistyanto. 

Dalam suatu rapat antara Duta Besar Sulistyanto dengan Menteri Pedagangan Korea Selatan, disampaikan bahwa Indonesia siap mensubtitusi kekurangan pasokan batu bara yang ditinggalkan oleh negara yang sedang berperang. 

Secara bilateral Indonesia dan Korea Selatan akan tetap mempertahankan hubungan di bawah pemerintahan yang Korea Selatan yang baru, Yoon Suk-yeol. Presiden Yoon sudah dikonfirmasi akan hadir dalam KTT G20 November 2022 mendatang di Bali, begitu pula dengan Menteri Perdagangan Korea Selatan yang Park Jin.




Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1597342/perang-di-ukraina-indonesia-kejar-peluang-ekspor-barang-substitusi-ke-korsel/full&view=ok

2021
Dubes Gandi Tawarin Proyek Unggulan Ke Investor Korsel

MUHAMMAD RUSMADI – Raykat Merdeka RM.id




Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Korea, Gandi Sulistiyanto Soeherman. [Foto: Muhammad Rusmadi/RM.id]

RM.id  Rakyat Merdeka – Sumber daya alam yang melimpah, SDM yang mumpuni, pasar domestik yang besar dan iklim investasi yang bersahabat, adalah kekuatan Indonesia. Ini pula yang menjadi tujuan investasi selama ini.

Hal ini ditegaskan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Korea, Gandi Sulistiyanto Soeherman, di depan peserta forum investasi “Road to G20: Briefing Session on Indonesia Investment Opportunity 2022” di Seoul, pada Selasa (31/5/2022).

“Apa yang anda butuhkan untuk mengembangkan bisnis dan memenuhi kebutuhan konsumen di Korea, ada di Indonesia,” ujar mantan CEO PT Asuransi Jiwa Eka Life (Sinar Mas MSIG Life) ini.

Sejauh ini, lanjut Dubes Sulis, Indonesia telah menyiapkan sektor-sektor baru, seperti jasa digital, jasa layanan kesehatan, perakitan elektronik, alat komunikasi serta pemrosesan produk kimia dan mineral. Karena itu, dia pun mengajak para peserta forum, untuk menanamkan modal di Indonesia pada sektor-sektor tersebut, demi mendorong pembangunan yang berkelanjutan.

“Temukan mitra pengusaha Indonesia yang tepat dalam forum ini, untuk menjalankan usaha bersama,” ajak pria yang menghabiskan satu dekade awal kariernya di perusahaan otomotif Astra International ini.

Sejalan dengan Presidensi Indonesia di G20, KBRI Seoul dan Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) Seoul aktif mendorong investasi pelaku usaha dari Korea ke Indonesia. Hal ini sejalan dengan tiga prioritas utama Presidensi G20 Indonesia, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital dan transisi energi.

Forum Investasi kali ini menampilkan enam proyek investasi, yaitu Zona Kawasan Industri Batang dan Kota Grand Batang, Jawa Tengah. Kemudian Peternakan Lobster Terintegrasi Menggunakan Teknologi Kolam RAS di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Ketiga, manajemen limbah Manggar di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Keempat, Taman Wisata Tumpak Sewu, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kelima, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Tolo 2, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, dan Proyek Start Up dan percepatan start up oleh Next Indonesia Unicorn/NEXTICORN.

Sementara Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam sambutannya menyampaikan, bahwa Pemerintah RI berkomitmen untuk menjaga stabilitas keuangan guna mendukung kemajuan ekonomi.

Kebijakan moneter, ujarnya, dijalankan untuk menjaga stabilitas rupiah, meningkatkan digitalisasi dan mengaplikasikan QR Indonesia Standard, Bank Indonesia fast payment untuk penjualan ritel yang mudah, murah dan aman, serta pengembangan Unicorn menjadi Decacorn.

“Bank Indonesia sedang memperkenalkan local currency settlement, untuk mengurangi tekanan instabilitas perubahan mata uang asing,” jelas peraih gelar Ph.D untuk bidang Ekonomi Moneter dan Internasional dari Iowa State University, Ames, Amerika Serikat ini.

Sedangkan Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi RI, Nurul Ikhwan menyebut, pertumbuhan 9 persen dari total target realisasi investasi (2015 2019) sebesar Rp 3.381,9 triliun ke total target realisasi investasi (2020-2024) sebesar Rp 4.983,2 triliun.

Dia menjelaskan, terdapat peningkatan arus investasi ke industri berbasis nilai tambah/downstream. Hal ini, sejalan dengan kebijakan Presiden mengenai transformasi ekonomi, dari sektor industri primer ke industri berbasis nilai tambah, yang dijalankan sejak 2019-2021. Yakni mencakup metal dasar, metal dan industri mesin dan peralatan industri meningkat sebesar 90,7 persen dari Rp 61,6 triliun pada 2019, menjadi Rp 117,5 triliun pada 2021.




Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/126561/laporan-muhammad-rusmadi-dari-seoul-korea-selatan-dubes-gandi-tawarin-proyek-unggulan-ke-investor-korsel

2021
Jurus Korsel Jadikan BTS-Hallyu Mesin Diplomasi dan Cuan Negara

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — Demam hallyu atau Korean wave seakan telah membuat dunia menggandrungi budaya ala Korea Selatan mulai dari musik K-pop, film, drama, makanan, kosmetik, hingga fesyen.
Siapa sangka, popularitas hallyu yang mengglobal ini ternyata menjadi ladang rezeki bagi pemerintah Korsel.

Pasalnya, popularitas budaya populer Korsel turut mengangkat perekonomian negara tersebut.

Sebut saja BTS, boyband terpopuler di dunia saat ini yang dinilai sejumlah pihak sebanding dengan The Beatles dari Inggris.

Menurut penelitian Hyundai Research Institute, popularitas BTS membawa keuntungan bagi perekonomian Korsel mencapai US$3,6 juta (Rp51,1 triliun) setiap tahunnya.

Popularitas BTS bahkan disebut turut menarik turis asing melancong ke Korsel. Sebelum era pandemi Covid-19, sekitar 800 ribu turis asing berkunjung ke Korsel hanya karena BTS.

Jumlah itu mewakili 7 persen dari total turis asing yang berkunjung ke Negeri Ginseng setiap tahun.

Belum lagi berbagai drama Korea populer yang menjadi ladang promosi pariwisata dan magnet turis asing untuk berkunjung ke Korsel.

“BTS menghasilkan banyak sekali uang. Pendapatan BTS pada 2018 saja menurut perhitungan itu sebesar US$4,65 miliar. Itu menyumbang 0,3 persen dari total GDP Korsel,” ucap seorang profesor di International Studies Department Korea University, Andrew Eungi Kim, dalam workshop Indonesia Next Journalist Network on Korea yang digagas Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu.

Andrew mengatakan total pendapatan BTS pada 2018 itu sama dengan GDP 40 negara kurang berkembang di dunia seperti Somalia, Burundi, Liberia, Bhutan, dan Sudan Selatan.

“Saya bukan mau menyombongkan, tapi jumlah ini gila kan, bayangkan,” ucap Andrew.

Hallyu telah menjadi tidak hanya konten global yang populer, tapi juga diplomasi publik Korsel

Presiden Korea Foundation, Lee Geun

Andrew mengatakan popularitas hallyu juga mendongkrak ekspor konten budaya Korsel hingga mencapai total US$6,7 miliar (Rp95,2 triliun) pada 2017, meningkat lima kali lipat sejak 2005.

Konten-konten itu mencakup musik, film, iklan, karakter karton, publikasi, hingga gim.

Menurut data Korean Foundation, yang berafiliasi dengan Kementerian Luar Negeri Korsel, penggemar hallyu meningkat 11 persen secara global pada 2019 menjadi hampir 100 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.

Jumlah itu berdasarkan studi yang dilakukan Korean Foundation di 98 negara, termasuk Indonesia. Per Desember 2019, ada sedikitnya 1.799 klub fan hallyu dengan jumlah 99.32 juta fan.

Mayoritas fan hallyu berbasis di negara Asia dan Pasifik, sekitar 72 juta orang, 15 juta fan ada di Eropa, dan 12 juta fan ada di benua Amerika. Sebagian besar fan hallyu merupakan penggemar K-pop dan drama Korea.

Dengan data tersebut, Korsel pun tak main-main untuk memaksimalkan peluang dan keuntungan ini.

“Hallyu telah menjadi tidak hanya konten global yang populer, tapi juga diplomasi publik Korsel,” kata Presiden Korea Foundation, Lee Geun, seperti dikutip The South China Morning Post.

Andrew mengatakan popularitas hallyu pun membuat citra Korsel di mata dunia semakin dihargai dan disegani.

Berdasarkan survei BBC pada 2016 lalu, opini publik soal Korsel terus meningkat setiap tahunnya sejak 2009.

Hallyu, kata Andrew, juga dimanfaatkan Korsel sebagai soft power dan alat diplomasi politik. Sejumlah seniman dan artis kerap dilibatkan dalam pertemuan tinggi dan penting antara Korsel dan negara lain.

Sebagai contoh, girlband naungan SM Entertainment, Red Velvet, menjadi salah satu musisi yang dikirim Korsel ke Korut pada 2018 lalu.

Kementerian Unifikasi Korsel menyatakan tur ratusan artisnya ini dilakukan sebagai kunjungan balasan setelah sekelompok penyanyi Korut tampil di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang pada Februari 2018.

Yang terbaru, boyband BTS menjadi utusan Presiden Korsel Moon Jae-in terkait generasi masa depan dan budaya dalam Majelis Umum PBB di New York, AS, pada September lalu.

BTS bahkan menjadi musisi pertama yang tampil membawakan lagu di markas PBB.

Jalan Panjang Korsel Populerkan Hallyu

Profesor Andrew mengatakan saat ini Korsel menjadi negara pengekspor budaya populer terbesar di dunia bersanding dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.
Keberhasilan itu, kata Andrew, dibangun Korsel tak setahun atau dua tahun saja. Ia mengatakan hallyu sejatinya merupakan perjalanan panjang industri hiburan Korsel yang berlangsung selama kurang lebih 3 dekade.

Medio 1990-an, Korsel mulai memutar otak untuk diversifikasi perekonomian yang semula mengandalkan manufaktur ke industri lainnya.

Di akhir 1990 dan awal 2000, presiden Korsel saat itu, Kim Dae Jung, mengamati bahwa nilai pendapatan film Hollywood Jurasic Park sama seperti nilai ekspor mobil Hyundai asal negaranya di tahun yang sama.

Fenomena itu pun menggugah Kim untuk monetisasi budaya pop Korsel dan membuatnya mengglobal.

Andrew mengatakan fenomena hallyu berawal dari kemunculan K-drama yang memperkenalkan gaya hidup warga Korea.

Pelan tapi pasti, drama-drama Korea tersebut kemudian menggiring para penonton mengenal kehidupan pop masyarakat Korsel, cara berpakaian, kebiasaan, sampai jenis masakan yang dimakan.

Dari situ, para penikmat K-drama mulai penasaran dan tertarik dengan berbagai produk makanan, model baju, gaya rambut, kosmetik, hingga gaya hidup orang-orang Korsel.

Andrew mengatakan industri hiburan dan budaya Korsel yang berkembang sangat pesat tak lepas dari peran pemerintah.

Meski tak secara langsung terlibat dalam prosesnya, menurut Andrew, pemerintah Korsel tetap memainkan peran penting memajukan hallyu.

“Saya yakin, pemerintah Korsel tidak pernah menyangka (hallyu) akan menjadi sebesar ini. Saya yakin mereka kaget. Tapi, mereka sadar akan besarnya potensi ini sehingga memaksimalkan peluang dan keuntungan yang ada,” kata Andrew.

“(peran pemerintah) itu seperti membantu mempromosikan budaya Korsel, membantu mencari pasar yang tepat untuk konten-konten hiburan Korsel,” ujarnya menambahkan.

Andrew mengatakan Korsel sampai membentuk Center for Promotion of Cultural Industry pada 2000 sebagai ujung tombak pemerintah membantu mempromosikan ekspor budaya mereka. Korsel bahkan menganggarkan 1 persen APBN untuk mendukung industri budaya dan hiburan.

Selain itu, Andrew menegaskan faktor ekonomi tak luput membantu budaya pop Korsel mendunia. Kedudukan Korsel sebagai 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia, katanya, tak luput membantu perkembangan industri budaya dan hiburan nasional.

Dengan stabilitas perekonomian itu, Andrew memaparkan, pemerintah Korsel sanggup menginvestasikan lebih banyak modal dan sumber daya lainnya untuk membantu mempopulerkan hallyu.

“Kesuksesan ekonomi membuat para entrepreneur produk-produk budaya dengan kualitas tinggi, menarik, dan sophisticated. Perekonomian yang maju membuat mereka dapat memanfaatkan strategi marketing yang efisien,” ucap Andrew.

Kini, pemerintah dan masyarakat Korsel pun semakin mengapresiasi dan menghargai hallyu, yang menurut Andrew telah menjadi kebanggaan nasional dan sumber pemasukan negara yang menjanjikan.

“Sekarang, bangsa Korea sangat mengapresiasi dan menjaga budaya hallyu yang telah menjadi kebanggaan nasional dan aset negara,” katanya.

(rds/rds)


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211224001045-113-738070/jurus-korsel-jadikan-bts-hallyu-mesin-diplomasi-dan-cuan-negara/1

2021
Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20

Ana Noviani – Bisnis.com


Kepala negara anggota G20 berpose di sela-sela KTT G20 Italia pada 2020. – g20.org

Bisnis.com, JAKARTA — Perhelatan besar bakal digelar oleh Indonesia pada 2022 seiring dengan beralihnya tongkat estafet presidensi G20 dari tangan Italia. Di antara negara Asia anggota Group of Twenty, Korea Selatan sudah lebih dulu memiliki pengalaman dalam presidensi G20 pada 2010.

Indonesia resmi memegang presidensi G20 sejak 1 Desember 2021. Presiden Joko Widodo mengatakan kepercayaan itu merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi dunia, untuk membangun tata kelola dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan berkelanjutan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sejalan dengan hal tersebut, presidensi G20 Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Presiden menjelaskan bahwa dalam presidensi G20 tersebut, Indonesia akan fokus untuk mengerjakan tiga hal.

“Pertama, penanganan kesehatan yang inklusif. Kedua, transformasi berbasis digital. Ketiga, transisi menuju energi berkelanjutan,”ujar Jokowi seperti dikutip dari laman resmi presidenri.go.id, Kamis (23/12).

Jokowi menambahkan Indonesia berupaya keras untuk menghasilkan inisiatif-inisiatif konkret untuk mendorong pemulihan situasi global agar segera pulih dari pandemi Covid-19 dan menjadi kuat.

Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat berkontribusi mendukung pemulihan ekonomi domestik, melalui rangkaian pertemuan secara kumulatif yang menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional.

Kehadiran para delegasi berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi.

Setidaknya tiga manfaat yang akan didapatkan oleh Indonesia kala ditunjuk memegang Presidensi G20 dari aspek ekonomi, yakni terbukanya peluang peningkatan konsumsi domestik yang dapat capai Rp1,7 triliun, penambahan produk domestik bruto (PDB) yang diperkirakan akan mencapai sekitar Rp7,47 triliun, dan terdapat pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 pekerja di berbagai sektor industri di masa mendatang.

“Tentunya ini akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi yang mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan,” tutur Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan Indonesia akan mengadakan sekitar 150 pertemuan dan acara sampingan yang akan berlangsung di berbagai kota dalam rangkaian forum G20. Gelaran itu terdiri atas pertemuan Working Groups, Engagement Groups, Deputies/Sherpa, Ministerial, side events, dan KTT G20 di Bali. “Kami berharap pada masa kepresidesian Indonesia, akan ada kesepakatan tentang prinsip panduan sistem perpajakan internasional untuk mencapai perpajakan yang adil, sederhana dan merata, baik untuk negara maju maupun negara berkembang,” ujarnya.

Indonesia sudah bergabung menjadi anggota G20 sejak forum internasional itu dibentuk pada 1999. Namun, tahun depan merupakan kali pertama Indonesia berperan sebagai presidensi G20.

Forum yang berisi 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa itu memiliki posisi strategis karena secara kolektif merupakan representasi dari 85% ekonomi dunia, 75% perdagangan internasional, 80% investasi global, dan 60% populasi dunia.

Baru ada enam negara anggota dari Asia yang menjadi presidensi G20 sejak 2008. Mereka ialah Korea Selatan (2010), Turki (2015), China (2016), Jepang (2019), Arab Saudi (2020), dan Indonesia (2022).

Pada 2010, Korea Selatan mengusung tema “Shared Growth Beyond Crisis” dalam presidensi G20. Saat itu, Republik Korea dipimpin oleh Presiden Lee Myung-bak mengusung tema tersebut agar anggota G20 bahu-membahu untuk pulih dari krisis ekonomi global pada 2008.

Beberapa inisiatif yang diusung Korsel sebagai presidensi G20 pada 2010 antara lain pengembangan jaring pengaman finansial global dan mengamankan bantuan internasional melalui aktivitas dengan negara-negara non-G20 dan lembaga internasional.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau The G20 Seoul Summit fokus pada sejumlah topik prioritas. Salah satunya risiko “perang” mata uang.

Melansir laman resmi Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, kebijakan G20 saat itu mengarah untuk mendorong nilai tukar berbasis pasar uang yang merefleksikan fundamental ekonomi serta pembentukan nilai tukar yang lebih fleksibel.

“Hal itu tidak mungkin tercapai tanpa pemahaman bersama yang kuat di antara para pemimpin G20 terhadap semangat kerja sama internasional dan kesepakatan untuk mencegah ekonomi global mengarah pada proteksionisme,” tulisnya.

Terkait dengan global financial safety nets, KTT G20 Seoul juga menghasilkan sistem respons pencegahan untuk krisis keuangan masa depan dengan meningkatkan kredit fleksibel existing dan memperkenalkan kredit pencegahan dan kredit multinasional yang fleksibel.

Woo Jung Yeop, Research Fellow The Sejong Institute, mengatakan Korea Selatan memiliki ruang yang luas dalam menjalankan presidensi G20 pada 2010. Alasannya, Presiden Korsel saat itu Lee Myung-bak merupakan konservatif yang pro-AS. Ditambah lagi, relasi Amerika Serikat dan China sedang adem-ayem.

Saat itu, lanjutnya, Presiden AS Barack Obama tidak memiliki konflik terbuka dengan Beijing. Alhasil, tidak terjadi tarik menarik kepentingan antara AS dan China di dalam forum G20.

“Saat presidensi G20, Korea Selatan bisa bermanuver dengan mengundang lebih banyak negara, menetapkan agenda G20 dan lainnya,” tutur Woo dalam workshop “Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea” yang dilaksanakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, sikap Obama yang mendorong diplomasi multilateral membuat forum G20 pada 2010 bisa menghasilkan kesepakatan yang mempererat kolaborasi antarnegara anggota maupun dengan negara non-G20, termasuk antara negara berkembang (emerging market) dengan negara maju.

Tensi politik global yang stabil, lanjutnya, membuat Korea Selatan dapat memetik manfaat dari presidensi G20. Selain AS, Korsel mencatat nilai ekonomi yang besar dari China terutama dalam ekspor.

“Korsel menjaga kerja sama dengan AS tetapi Korsel menikmati nilai ekonomi dari China karena nilai perdagangan dengan China lebih besar daripada kombinasi AS dan Jepang. Ekspor terbesar semikonduktor itu ke China,” imbuhnya.

Moon Jae-in, Presiden Korea Selatan yang menjabat saat ini, mengatakan Korsel telah memantapkan posisi sebagai salah satu dari 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Pendapatan per kapita Negeri Kpop itu mencapai US$30.000 dan diharapkan meningkat menjadi US$35.000 pada tahun ini.

Bahkan di dalam krisis, lanjutnya, ekonomi Korsel mengalami akselerasi sejalan dengan berkembangnya mesin ekonomi baru dan transisi ekonomi yang dinamis dan berdaya saing. Moon juga menyoroti perkembangan pesat industri Korea, termasuk K-pop, K-drama, semikonduktor, baterai, mobil canggih, biohealth, galangan kapal, hingga K-beauty yang makin merambah pasar global dan prospektif di masa depan.

“Kebijakan ekonomi pada 2022 mencakup determinasi pemerintah untuk mencapai normalisasi melewati krisis akibat pandemi. Kami akan terus meningkatkan vitalitas di berbagai sektor–dari ekspor ke investasi dan konsumsi–agar momentum pemulihan yang cepat terus berjalan,” tuturnya dalam Economic Policy Direction Briefing pada Senin (20/12/2021) seperti dikutip dari situs resmi presiden.go.kr.

Moon menambahkan pemerintah Korsel akan bersemangat untuk mengimplementasikan the Korean New Deal 2.0 untuk sungguh-sungguh mendorong transisi ke pertumbuhan ekonomi, era netral karbon, ramah lingkungan, dan ekonomi rendah karbon.

KEPENTINGAN INDONESIA

Dalam presidensi G20 pada 2022, Woo memperkirakan kondisi berbeda akan dihadapi Indonesia. Saat ini, dua kutub negara adidaya AS dan China sedang dalam kompetisi untuk menjadi yang terkuat di kancah global.

“Dengan kompetisi yang makin ketat antara AS-China, manuver Indonesia dalam presidensi G20 jadi terbatas. Bukan karena kapasitas atau kemampuan Indonesia yang berbeda dengan Korel, melainkan karena lingkungan eksternal,” papar Woo.

Menurutnya, negara anggota G20 termasuk Indonesia yang pada 2022 berperan sebagai presidensi G20, harus menyikapi kompetisi duo hierarki AS dan China dengan mempertimbangkan kepentingan nasional masing-masing.

Salah satu strategi Indonesia di tengah agenda G20 ialah mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik. Dalam perhelatan KTT G20 di Bali pada 2022, PT PLN (Persero) menjalin kerja sama dengan perusahaan otomotif Korea Selatan Hyundai untuk pengadaan kendaraan listrik bagi kepala negara selama konferensi tingkat tinggi berlangsung.

Seperti dikutip Bisnis, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan PLN, pemerintah, dan Hyundai juga memacu pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dengan teknologi ultra fast charging di Bali.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo akan berupaya mengajak negara G20 berdiskusi tentang rencana Indonesia ikut menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

“Indonesia akan mendorong pembicaraan cross-border payment system berkaitan dengan remitansi, berkaitan dengan bagaimana open API-nya. Dan di dalam agenda payment system ini adalah bagaimana kami bisa juga mendapat general principal [prinsip umum] untuk CBDC,” kata Perry dalam Fintech Summit, Sabtu (11/12/2021).

Belum lama ini, Presiden Jokowi juga menyampaikan sejumlah agenda prioritas presidensi G20 Indonesia dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony J. Blinken pada Senin (13/12/2021).

Indonesia, kata Jokowi, mengharapkan AS dapat menjadi mitra di bidang ekonomi, investasi, hingga kesehatan. Tak hanya di bidang ekonomi dan investasi infrastruktur, AS juga menyambut baik keinginan Indonesia untuk berpartisipasi dalam rantai pasok bidang kesehatan.

“Indonesia akan terus mengembangkan strategic trust dengan semua negara dan semua mitra Indonesia,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.


Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20211223/19/1481107/pengalaman-korea-selatan-manuver-indonesia-dalam-presidensi-g20

2021
Peluang Riset Energi Bersih Dua Negara Mitra Strategis

Adhitya Ramadhan – Kompas


Warga pulang dari menggembala sapi di dekat deretan kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo I di Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (23/6/2019). Terdapat 20 turbin angin di PLTB Tolo dengan kapasitas masing-masing 3,6 MW. Setiap menara mencapai tinggi 138 meter dengan panjang bilah 64 meter. Ini berbeda dari PLTB Sidrap yang menaranya setinggi 80 meter dengan panjang bilah 56 meter. PLTB berkapasitas 72 megawatt ini merupakan satu dari dua PLTB di Sulawesi Selatan.

Selama ini, sektor energi menyumbang emisi karbon yang signifikan di berbagai negara, termasuk Indonesia dan Korea Selatan. Keduanya menghadapi masalah  soal emisi karbon dan memiliki komitmen yang sama terhadap pengurangan emisi.


Sumber: https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2021/12/23/peluang-riset-energi-bersih-dua-negara-mitra-strategis

2021
Korsel Disebut Tak Lagi Mengejar Unifikasi dengan Korut

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — Setelah 73 tahun terpisah, Korea Selatan disebut sudah tak lagi memprioritaskan upaya penyatuan kembali atau unifikasi dengan Korea Utara.

Peneliti senior di The Sejong Institute sekaligus Direktur Asan Institute for Policy Studies, Profesor Woo Jung-yeop, mengatakan pemerintahan Korsel saat ini sudah tak lagi berambisi mencapai reunifikasi dengan Korut seperti para pendahulu mereka.

“Sudah lewat masa itu. Pada medio 1950 dan 1960–beberapa tahun setelah pemisahan Korea dan Perang Korea–memang ada perdebatan tentang reunifikasi dengan Korut di pemerintahan Korsel, apakah Korsel perlu menjajaki Korut untuk mencapai reunifikasi. Tapi sekarang tidak lagi,” kata Woo dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digagas Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu.

Dalam acara kolaborasi dengan Korea Foundation Jakarta itu, Woo menuturkan ia juga yakin bahwa pemerintahan Korsel saat ini yang dipimpin Presiden Moon Jae-in juga tak memiliki urgensi untuk membentuk kebijakan mengejar reunifikasi dalam waktu dekat.

Menurut Woo terlalu banyak perbedaan yang harus diselesaikan oleh kedua negara dan masyarakatnya jika memang ingin mengejar unifikasi. Mulai dari kesenjangan ekonomi, sosial, hingga perkembangan budaya dan ideologi.

Meski begitu, Woo mengatakan pemerintah dan masyarakat Korsel tetap memiliki kebijakan dan kebijaksanaan bahwa mereka mendukung unifikasi jika memang itu terjadi di masa depan.

Ia menuturkan prioritas bagi bangsa Korea adalah tetap menjaga perdamaian di Semenanjung Korea.

“Keinginan untuk unifikasi semakin menipis di antara publik Korsel, terutama pada generasi muda. Saya tak yakin pemerintah Korsel merancang kebijakan untuk mengejar unifikasi langsung, tetapi kami sedang mempersiapkan bahwa kami mungkin perlu menerima unifikasi jika itu terjadi” ucap Woo.

“Jadi orang Korsel akan menerima unifikasi jika itu terjadi di masa depan, tetapi tidak mengejar langsung unifikasi,” tuturnya menambahkan.

Peran Indonesia soal Reunifikasi

Woo menganggap negara ASEAN terutama Indonesia bisa menjadi mediator netral atau honest broker untuk memfasilitasi dialog damai Korut dan Korsel.

Sebab, menurut Woo, Indonesia memiliki sejarah hubungan yang baik dengan kedua Korea. Selain itu, Indonesia juga tidak memiliki kepentingan terkait Semenanjung Korea.

Meski begitu, Woo pesimistik jika peran Indonesia bahkan negara lain dapat signifikan membantu menyatukan kedua Seoul dan Pyongyang.

Selain karena ambisi reunifikasi kian surut, Woo mengatakan Korut tak bisa dipengaruhi oleh pihak eksternal agar mengubah sikapnya, meski itu oleh China yang merupakan sekutu terdekat Pyongyang.

“Tidak ada negara yang bisa paksa Korut untuk mengubah sikap sejak Perang Dingin berakhir. Bahkan China sekali pun,” ucap Woo.

“Negara ASEAN seperti Indonesia mungkin bisa mengambil peran dalam memfasilitasi dialog kedua Korea sebagai honest broker karena kalian memiliki sejarah hubungan dengan kedua Korea. Tapi saya tak yakin itu pun akan berhasil di masa depan,” paparnya menambahkan.

Secara teknis, Korut dan Korsel masih berperang sejak 1950. Perseteruan kedua saudara ini berakhir 1953 hanya dengan kesepakatan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Sejak gencatan disepakati, relasi Korut dan Korsel naik turun. Korsel merasa terancam dengan ambisi pengembangan senjata nuklir dan rudal Korut sehingga meminta bekingan dari Amerika Serikat.

Sementara itu, Korut merasa Korsel kerap menerapkan kebijakan bermusuhan salah satunya dengan membentuk aliansi pertahanan dan menggelar latihan militer bersama AS.

Pada April 2018, Korut-Korsel melakukan terobosan dengan menggelar pertemuan antara kedua pemimpin untuk pertama kalinya sejak 11 tahun. Presiden Moon Jae-in bertemu dengan Pemimpin Korut, Kim Jong-un, di zona demiliterisasi di perbatasan kedua Korea.

Namun, sejak itu, relasi kedua Korea naik turun lagi, terutama setelah kesepakatan denuklirisasi antara AS dan Korut mandeg.

Pada September lalu, Korut mengajukan sejumlah syarat bagi AS dan Korsel sebelum Pyongyang mau berunding mengakhiri Perang Korea 1950-1953.

Syarat itu diajukan Korut setelah Presiden Moon mengulangi seruannya lagi kepada Korut untuk mengakhiri Perang Korea secara resmi melalui perjanjian damai.

(rds/rds)


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211222232905-113-737539/korsel-disebut-tak-lagi-mengejar-unifikasi-dengan-korut/1

2021
Anak Muda Korsel Makin Was-was Bicara Isu Unifikasi dengan Korut

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — Enam dari 10 anak muda Korea Selatan disebut masih mendukung reunifikasi dengan Korea Utara di tengah kesenjangan ekonomi dan sosial antara kedua Korea yang semakin kentara.

Menurut survei Kementerian Pendidikan dan Kementerian Unifikasi Korsel pada Februari lalu, 62,4 persen dari total 68.750 anak SD hingga SMA menganggap kedua Korea tetap harus bersatu kembali.

Di antara para siswa yang mendukung unifikasi, 28,4 persen dari mereka menyebutkan penyatuan kedua Korea dapat mengurangi ancaman perang, sementara 25,5 persen lainnya menyebutkan masalah sejarah etnis sebagai alasannya.

Survei itu menunjukkan tingkat dukungan generasi muda Korsel soal reunifikasi meningkat 6,9 poin dibandingkan survei serupa yang dilakukan tahun lalu.

Namun, jumlah dukungan generasi muda Korsel terhadap reunifikasi dinilai tidak sekuat satu dekade lalu. Dalam survei yang sama, jumlah anak muda yang menentang unifikasi juga naik menjadi 24,2 persen pada 2021 jika dibandingkan pada 2018 dan 2019. Menurut mereka, unifikasi dapat memunculkan masalah ekonomi dan sosial bagi Korsel.

“Isu reunifikasi masih menjadi prioritas bangsa Korsel. Itu bahkan termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar kami. Namun, memang, pandangan generasi muda soal reunifikasi tidak sekuat dahulu,” kata Profesor Woo Jung-Yeop, Peneliti Sejong Institute, dalam workshop yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation beberapa waktu lalu.

Menurut Woo, ada pergeseran pandangan generasi muda dari waktu ke waktu dalam menanggapi prospek hubungan Korut dan Korsel. Hal itu, katanya, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan sosial Korsel.

Salah satu faktor yang membuat dukungan generasi muda menurun soal reunifikasi adalah kesenjangan ekonomi. Banyak generasi muda Korsel yang khawatir reunifikasi hanya akan memperbesar tantangan yang dihadapi mereka mulai dari segi ekonomi, persaingan pekerjaan, hingga pendidikan.

Banyak anak muda Korsel yang juga khawatir reunifikasi akan mempengaruhi perekonomian dan perkembangan yang tengah dicapai Korsel sampai saat ini. Mereka khawatir unifikasi dengan Korut hanya akan membawa Korsel melangkah ke belakang.

Pasalnya, Korsel terus berkembang menjadi negara dengan perekonomian yang maju dan budaya yang mendunia.

Saat ini, hampir seluruh warga negara mengenal Korsel, terutama soal budayanya mulai dari makanan, kosmetik, musik, film, drama hingga para artisnya.

Sementara itu, Korut di tangan kepemimpinan Kim Jong-un semakin tertutup dan terisolasi akibat ambisi program senjata rudal dan nuklirnya.

Sampai saat ini, Korut masih menjadi target sanksi internasional hingga membuat tingkat kemiskinan warganya semakin tinggi.

Belakangan, warga Korut juga dilaporkan tengah dihadapkan krisis kelaparan yang diperparah dengan musim dingin. Krisis itu juga diperburuk dengan pandemi Covid-19 sehingga membuat negara itu semakin terisolasi.

“Isu reunifikasi bagi pemerintahan Presiden Moon Jae-in saat ini merupakan topik yang sensitif,” kata Woo.

Woo menuturkan pemerintahan Moon tetap memegang teguh upaya perdamaian di antara kedua Korea yang hingga kini secara teknis masih berperang.
Pendekatan Moon, ucap Woo, cukup berbeda dengan pendahulunya, Presiden Park Geun-hye, soal reunifikasi.

Menurut Woo, pemerintahan Park yang konservatif lebih optimistik mengejar reunifikasi yang dinilai dapat menguntungkan Korsel.

“Saat kepemimpinan Park, pemerintah berulangkali menegaskan kalau unifikasi itu akan sangat menguntungkan warga Korea.Di satu sisi, Korsel memiliki perekonomian yang maju, sementara Korut memiliki sumber daya alam yang belum terjamah dan buruh yang murah. Menurut para konservatif ini menjadi peluang bagus,” ucap Woo.

Terlepas dari keuntungan, Woo menegaskan bahwa Korsel tetap berpegang teguh bahwa reunifikasi bukan berarti menyatu dengan Korut dan membentuk satu negara yang diktator, komunis, dan tidak demokratis.

Perbedaan ideologi itu, kata Woo, menjadi salah satu tantangan tersulit dalam merealisasikan reunifikasi.

“Karena ketika kita bicara soal unifikasi, itu berarti Kim Jong-un harus hilang,” ucap Woo.

“Kami (Korsel) tidak mau hidup menjadi negara diktator. Ketika kami mengatakan unifikasi, itu berarti kami menggambarkan sebuah negara demokratis dengan ekonomi kapitalis. Bukan negara yang otoriter, pemimpin komunis, tidak demokratis, dan terisolasi,” paparnya menambahkan.

(rds/rds)


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211222155908-113-737375/anak-muda-korsel-makin-was-was-bicara-isu-unifikasi-dengan-korut/1

2021
Jurus Korsel Bangun Sistem Olah Sampah hingga Untungkan Ekonomi

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — Korea Selatan menjadi salah satu negara yang memiliki sistem pengelolaan limbah berkelanjutan dan ramah lingkungan sehingga patut dicontoh negara lainnya, termasuk Indonesia.
Saat ini, Korsel menjadi satu di antara sejumlah negara yang menerapkan konsep ekonomi sirkular (circular economy), sebuah model produksi dan konsumsi yang melibatkan konsep daur ulang, memperbarui, memperbaiki bahan dan produk yang ada selama mungkin hingga mencapai akhir usia penggunaan.

Menurut seorang profesor dari Departemen Teknik Lingkungan Universitas Kyonggi Korsel, Rhee Seung-whee, negaranya telah membangun sistem dan kebijakan pengolahan limbah sejak 1985 lalu. Saat itu, pemerintah Korsel mulai mengenalkan konsep daur ulang dan pemisahan jenis sampah kepada masyarakat.

Salah satu motivasi Korsel membentuk sistem pengelolaan limbah, kata Rhee, karena jumlah timbunan sampah nasional terus meningkat setiap tahun hingga kini mencapai hampir setengah juta ton.

Rhee memaparkan jumlah sampah di Korsel meningkat dari 346.669 ton/hari pada 2007 menjadi 497.238 ton/hari pada 2012. 

“Itulah motivasi kenapa kami dulu menerapkan konsep daur ulang dan beralih ke circular economy society(masyarakat ekonomi sirkular),” kataRhee dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu.

Pada 2018, Rhee mengatakan Korsel pun mulai menerapkan Act on Resource Circulation yang mulai memperkenalkan sistem pemanfaatan barang hingga sistem pengelolaan limbah hingga ke ranah rumah tangga.

Dalam workshop yang berkolaborasi dengan Korea Foundation Jakarta itu, Rhee turut menjabarkan bagaimana konsep ekonomi sirkular itu bekerja.

Ia menjelaskan bahwa aliran pengelolaan limbah seperti pemisahan, pembuangan, pengumpulan, dan daur ulang sampah dilakukan oleh pemerintah lokal.

Meski begitu, Korsel juga memiliki sejumlah manufaktur khusus mengelola limbah-limbah tersebut untuk membantu kerja pemerintah setempat.

“Pemisahan (sampah) adalah kunci utama pengelolaan limbah dengan konsep ekonomi sirkular bisa berhasil. Dengan begitu, pabrik limbah dapat dengan mudah mendaur ulang dan memperbaiki sampah yang masih memiliki nilai guna,” ucap Rhee.

Jika praktik pemisahan sampah sudah terjamin, Rhee menuturkan pengurangan sampah dan kegiatan daur ulang bisa terlaksana secara berkelanjutan sehingga dapat mengurangi jumlah limbah yang beredar.

Rhee mengakui banyak kesulitan agar membuat masyarakat peduli terkait konsep ekonomi sirkular terutama soal pengolahan limbah secara berkelanjutan.

Ia mengatakan Korsel saja membutuhkan waktu 35 tahun hingga akhirnya memiliki kebijakan dan sistem pengolahan limbah berkelanjutan dengan konsep ekonomi sirkular seperti ini.

Apalagi Rhee menuturkan tidak ada hukuman bagi warga yang melanggar aturan pengolahan limbah rumah tangganya. Hal itu membuat efek jera dan kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sampah semakin minim.

Banyak warga Korsel, kata Rhee, masih menganggap pengelolaan limbah rumah tangga bukan hal yang serius.

Namun, ia menuturkan pemerintah terus melakukan kampanye dan sosialisasi hingga ke tingkat komunitas dan sekolah-sekolah demi meningkatkan kesadaran warga soal pentingnya mengelola limbah pribadi dan rumah tangga secara tepat.

“Jadi mulai dari TK, SD diajari warga sudah dikenalkan dan diajarkan (soal sirkular ekonomi untuk pengelolaan sampah plastik). Setiap tahun adakan pembelajaran soal sirkular ekonomi, sesi wajib. Pemerintah juga menggandeng NGO dan beberapa public figure seperti artis untuk mempromosikan ini tangan bersama mempromosikannya,” kata Rhee.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211222155425-113-737366/jurus-korsel-bangun-sistem-olah-sampah-hingga-untungkan-ekonomi

123456789
Page 3 of 9

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net