• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

2024

2024  ·  Journalist Network 2024
Hallyu, Influencer, dan Ekonomi Kreatif: Peluang Indonesia di Era Digital

Diskusi seputar hubungan Indonesia-Korea yang digelar Korea Foundation dan FPCI berlangsung di Jakarta, 9 Desember 2024. (Akhmad Fauzy / Metro TV)

Jakarta: Lebih dari satu dekade Hallyu mewarnai budaya pop dunia, tak terkecuali di Indonesia. Gelombang budaya Korea Selatan ini pun makin populer sejak era media sosial. Di bulan November 2024, video yang merekam momen Lisa BLACKPINK menerima light stick buatan pemengaruh (influencer) @ireneswnd saat berkunjung ke Jakarta “meledak” di TikTok. 

Disebut meledak lantaran ada lebih dari 72 juta orang yang menonton unggahan berdurasi 1 menit 7 detik itu dalam semalam. Jumlah yang disebut Gangsim Eom – kandidat doktor antropologi Universitas Harvard sebagai bukti dahsyatnya daya jangkau media sosial.

“Hanya dari satu video viral dengan lebih dari 7 juta penonton di TikTok – dapatkah terbayang potensi ekonomi di balik (angka) itu?” ungkap Eom.

Korea Selatan memang tak main-main dalam memaksimalkan dampak Hallyu dan media sosial. Di tahun 2022 sektor ekonomi kreatif negeri ginseng itu menyumbang 7,5 persen dari total PDB. Indonesia pun disebut memiliki peluang besar untuk memanfaatkan media sosial sebagai penggerak ekonomi kreatif.

Sebagai negara dengan budaya dan kuliner yang beragam, Gangsim Eom menyebut Indonesia memiliki modal besar untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Terlebih kreator konten Indonesia dinilainya lebih relevan dengan tren global.

“Saya terkesan dengan Komnas HAM yang berhasil mengemas pesan kompleks tentang isu hak asasi dalam video bertemakan Drakor. Ini adalah pendekatan yang inovatif, mereka tahu disini fan drakor sangat besar” jelas Eom. Untuk itu Kementerian Ekonomi Kreatif tengah serius membidik media sosial sebagai ladang cuan dan menargetkan 8,08% pertumbuhan investasi dari industri kreatif di tahun 2029.

Deputi Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Ekonomi Kreatif, Muhammad Neil Himam mengungkap salah satu langkahnya yakni pembentukan blockchain berisikan aset dan karya digital para kreator konten. 

“Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari konten digital. Kami mendorong dibentuknya blockchain berisi aset para kreator konten yang sudah memiliki hak paten – agar mereka bisa mendapatkan royalti dari karyanya,” papar Neil dalam diskusi Building Stronger Ties: Indonesia-Korea Collaboration through People-to-People Connections yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, 9 Desember 2024.

Maka tak heran kehadiran kreator konten hingga influencer atau pemengaruh di media sosial punya peran sentral dalam mendorong daya beli. Survei yang dipublikasikan Vero dan YouGov tahun ini mengungkap, konten buatan pemengaruh mendorong 94% transaksi di Indonesia sehingga membuat banyak perusahaan mengalokasikan 29-30?na promosinya ke media sosial.

Media Sosial dan Influencer Jembatan Diplomasi Digital

Tak sekadar mendulang cuan, kehadiran influencer dan media sosial kini jadi bagian dari diplomasi. Misalnya Korea Selatan yang menunjuk grup Kpop BTS pada tahun 2021 untuk mengampanyekan isu HAM, lingkungan hingga pengentasan kemiskinan. Penunjukan ini bukan tanpa alasan, secara global BTS memiliki 90 juta pengikut di media sosial yang dipercaya bisa menjangkau berbagai kalangan.

Bercermin dari hal itu, Niel Himam berpendapat, subsektor ekonomi kreatif yang dapat dieksplorasi dan bisa menjangkau audiens global untuk tujuan diplomasi adalah olahraga melalu tim nasional sepak bola Indonesia. 

“Disini ada representasi Korsel Shin Tae-yong. Sebenarnya, timnas Indonesia juga potensial. Pemainnya kan fresh – mereka bisa meningkatkan jumlah follower atau subscriber lalu grab banyak audience (untuk promosikan Indonesia)” ungkap Neil.

Meski begitu, Gangsim Eom menyebut kesuksesan diplomasi digital Indonesia harus bertumpu pada penguatan sumber daya manusianya. Seperti KOCCA (Badan Kreatif Korea) yang menyelenggarakan pelatihan teknis dan wawasan bagi para kreator konten.

Peneliti asal Korea Selatan itu lanjut menjelaskan bahwa Indonesia dan Korea Selatan bisa berkolaborasi dalam pertukaran data tren digital untuk merancang startegi diplomasi lunak melalui media sosial, sekaligus memperkuat sektor kreatif kedua negara.

Sumber: https://www.metrotvnews.com/read/bzGCz8Bz-hallyu-influencer-dan-ekonomi-kreatif-peluang-indonesia-di-era-digital

2024  ·  Journalist Network 2024
Indonesia dan ASEAN Bisa Jadi Juru Damai Korut-Korsel

KOMPAS.com – Pada 2024 ini, ketegangan di Semenanjung Korea mengalami eskalasi. Bulan Oktober lalu, Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mengatakan, Korea Selatan (Korsel) adalah “musuh utama negara”. Kim juga menegaskan Pyongyang tak lagi mempertimbangkan gagasan reunifikasi atau “cita-cita satu Korea”. Di tengah ketegangan yang kian memanas ini, Indonesia dan negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dinilai memiliki peran untuk mendorong terwujudnya reunifikasi Korut dan Korsel. Baca juga: Kim Jong Un pada Tentaranya: Korea Selatan Musuh Utama Negara, Buang Ide Reunifikasi Puji Basuki, mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri mengatakan, Indonesia sebagai salah satu anggota kunci kawasan ASEAN, sangat perlu memainkan peran untuk meredam konflik di Semenanjung Korea. “Indonesia harus melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menciptakan perdamaian di wilayah,” kata pria yang akrab disapa Ukky itu, dalam workshop “Indonesian Next Generation Journalist Network” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation beberapa waktu lalu.

“Karena ketidakstabilan, apapun itu yang terjadi di wilayah lain yang dekat dengan posisi kita, akan menyebabkan pergolakan untuk Indonesia,” imbuhnya. Kedekatan Korea Utara dengan Rusia juga membuat ketegangan Korut-Korsel merembet ke kawasan global.

Sebab, menurut laporan Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS), Korut mengirimkan ribuan pasukan untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina. Baca juga: AS Konfirmasi Tentara Korea Utara Mulai Terlibat Operasi Tempur Bersama Pasukan Rusia Hal itu membuat Korsel sempat mempertimbangkan pengiriman senjata ke Ukraina beberapa hari setelah laporan intelijen itu dirilis. Menanggapi eskalasi tersebut, Ukky mengatakan pemerintah Indonesia harus lebih kreatif untuk bisa merangkul Korea Utara. Menurutnya, Indonesia dan ASEAN memiliki modal sebagai mitra yang netral, yang memiliki peran untuk menjadi mediator. “Contoh pertama, dalam waktu dekat, mungkin prioritas kita seharusnya adalah bagaimana meredakan situasi di Semenanjung Korea,” kata Ukky.

Ukky menambahkan, ASEAN Regional Forum (ARF) bisa menjadi momentum. Sebab, baik Korea Utara maupun Korea Selatan saat ini menjadi peserta forum regional itu. Pada pertemuan ARF 2024 yang digelar di Laos pada Juli, konflik Semenanjung Korea juga menjadi salah satu perhatian, terutama soal uji coba rudal balistik antar-benua yang dilakukan Korea Utara. Dalam pertemuan itu, para delegasi yang berasal dari perwakilan Menteri Luar Negeri negara anggota ARF mengecam uji coba tersebut, karena mengeskalasi konflik di Semenanjung Korea.

Sumber: https://www.kompas.com/global/read/2024/12/27/203700970/indonesia-dan-asean-bisa-jadi-juru-damai-korut-korsel

2024  ·  Journalist Network 2024
Bisakah Indonesia Jadi Penengah dalam Konflik Semenanjung Korea?
Mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki; dan Dekan sekaligus Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, dalam diskusi di Jakarta. Foto: Tiara Hasna/kumparan

Indonesia tengah mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea yang semakin meningkat.

Upaya ini selaras dengan prediksi dari mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki, yang menyebut Menlu Sugiono dan Presiden Prabowo Subianto akan memainkan peran penting dalam membawa Korea Utara kembali ke meja dialog.

Ukky meyakini pemerintahan saat ini siap untuk mengeksplorasi diplomasi yang dapat menghidupkan hubungan dengan Korea Utara dan menjaga relasi dengan Korea Selatan.

Ia juga menilai Menlu Sugiono akan mengikuti arahan presiden dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip bebas aktif.

“Kalau dilihat ada atau tidak, Menlu untuk mendekatkan Korut dan Korsel, dari bottom-up itu ada, dari sisi teknokrat, diplomat, selalu ingin kita kejar,” kata Ukky dalam diskusi Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diadakan oleh Korea Foundation di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Jumat (8/11).
“Pemerintahan kita masih awal, tapi ada keinginan untuk membangun kontribusi terhadap perdamaian di Semenanjung Korea,” tambahnya.

Ketegangan di Semenanjung Korea telah memuncak dalam beberapa bulan terakhir.

Eskalasi meningkat usai munculnya laporan Korsel terkait kiriman balon berisi limbah dari Korut yang menyulut kebakaran, penerbangan drone Korsel ke Pyongyang, hingga pemutusan jalan dan rel kereta api perbatasan dua Korea.

Beberapa bulan ke belakang, Kim Jong-un juga kerap memamerkan dokumentasi kegiatannya saat mengunjungi pangkalan rudal dan senjata balistik hingga nuklir di Korut.

Di sisi lain, Korsel, Jepang, dan Amerika Serikat membalas ancaman Korut dan sekutunya, Rusia, dengan melakukan latihan gabungan militer bersama.

Ketegangan ini tak hanya mengancam hubungan antar-Korea, tapi juga menimbulkan risiko besar bagi stabilitas di kawasan Asia Timur hingga Tenggara.


Peran ASEAN
Dalam kesempatan itu, Dekan sekaligus Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, turut menjabarkan peran RI sebagai anggota ASEAN yang memiliki posisi netral dan memiliki kapasitas sebagai mediator potensial dalam situasi ini.


“ASEAN bisa menjadi wadah yang netral untuk meredakan konflik, sementara Indonesia juga bisa berperan untuk membuka jalur-jalur komunikasi melalui pendekatan bilateral dengan Korut,” katanya.

Ia menambahkan bahwa Korut adalah anggota Forum Regional ASEAN (ARF) sejak 2000, dan forum ini dapat menjadi sarana efektif untuk membawa Korut ke dalam dialog multilateral.

“Meskipun jalannya lambat, pendekatan ASEAN dan soft diplomacy bisa terus menambah sesuatu dalam upaya kita untuk menjaga stabilitas,” timpal Ukky.

Menurutnya pendekatan Indonesia tak hanya mengandalkan ASEAN sebagai wadah diplomasi regional, tetapi juga menegaskan pentingnya menjalin hubungan bilateral yang lebih erat dengan Korut.

“Diplomasi ekonomi dan keterlibatan budaya adalah pintu masuk, tapi pada dasarnya kita ingin mendorong stabilitas regional melalui dialog terbuka,” ujar Ukky kepada media.

Kedekatan Indonesia-Korut
Saat ini, langkah konkret yang sedang dipertimbangkan Indonesia termasuk pembukaan kembali Kedutaan Besar Indonesia di Pyongyang, yang sempat dijajaki melalui kunjungan Wakil Menlu Korut pada September lalu.

Kandidat PhD di University of Manchester itu menyebut ini sebagai sinyal bahwa Indonesia masih dianggap “teman lama” oleh Korut. Peluang ini pun bisa digunakan untuk mempererat hubungan bilateral dalam bingkai perdamaian dan stabilitas kawasan.

Selain itu, Ukky menyarankan agar Indonesia dapat mengundang delegasi Korut pada peringatan ke-70 Konferensi Asia-Afrika di 2025.

Pendekatan ini merupakan bentuk dari soft diplomacy yang mengandalkan modal budaya dan hubungan historis yang kuat sejak era Presiden Soekarno dan Kim Il-sung pada 1961.

Di tengah gejolak geopolitik yang melibatkan banyak negara kuat, Indonesia berharap dapat memainkan peran strategis, bukan hanya sebagai anggota ASEAN, tetapi juga sebagai mediator global yang mampu menjembatani perbedaan.

“Dunia internasional berjalan seperti pertemanan,” jelas Ukky.

“Indonesia tidak ingin ketegangan meningkat; posisi kita adalah menjembatani perdamaian dan stabilitas,” tegasnya.

Di bawah naungan Presiden Prabowo, menurutnya, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam diplomasi Semenanjung Korea, menjadikan Jakarta atau bahkan Ibu Kota Nusantara sebagai lokasi dialog internasional.

Hal itu dianggap sejalan dengan upaya diplomatik Indonesia untuk mempertahankan statusnya sebagai kekuatan menengah yang memiliki pengaruh di panggung internasional.

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/23seS0WsHoN/full?utm_source=Desktop&utm_medium=copy-to-clipboard&shareID=Tj0gifV1D60h


2024  ·  Journalist Network 2024
Korut-Rusia Makin Mesra, Pakar Blak-blakan Petaka Besar

Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (KCNA/Korea News Service via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan antara Korea Utara (Korut) dan Rusia semakin mesra. Hal ini makin terlihat setelah Presiden Korut Kim Jong Un menandatangani dekrit untuk meratifikasi Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif dengan Rusia awal pekan ini.

Perjanjian tersebut, yang pertama kali ditandatangani di Pyongyang pada tanggal 19 Juni selama kunjungan kenegaraan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, mewajibkan kedua negara untuk memberikan bantuan militer segera satu sama lain dengan menggunakan “segala cara” yang diperlukan jika salah satu pihak menghadapi “agresi”.

Ketika ia menyetujui perjanjian dengan Putin pada Juni, Kim memuji perjanjian tersebut sebagai langkah menuju peningkatan hubungan bilateral antara kedua negara, menggambarkan pakta militer tersebut sebagai sesuatu yang mirip dengan “aliansi” antara Rusia dan Korut.

Perjanjian ini juga terungkap setelah Korut mengirim pasukannya untuk berperang melawan Ukraina di wilayah Kursk. Saat itu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim setidaknya 11.000 tentara Korut berada di wilayah tersebut.

Sementara laporan The New York Times menyebut ada sekitar 50.000 tentara Rusia dan Pyongyang akan ambil bagian dalam serangan mengusir Kyiv dari daerah itu. CNN pun menyebut Korut sudah ambil bagian dalam operasi tempur langsung, tak hanya di Kursk, tapi juga di wilayah Belgorod.

Lalu bagaimana efeknya terhadap Korea Selatan (Korsel)?

Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU), menyebut situasi ini sangat mengkhawatirkan. Dari sudut pandang Korsel, ini bukan pertanda baik karena Korut saat ini sedang menguatkan posisinya.

“Hubungan (Korut) dengan Rusia akan menciptakan dinamika baru di Semenanjung Korea, dan tentu terhadap invasi Rusia ke Ukraina,” kata Sheen dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).

Sheen menjelaskan di waktu yang sama, hubungan Korea Selatan dengan Rusia tidak begitu baik, begitu juga hubungan kedua Korea.

“Situasi itu menciptakan semacam, dengan cara tertentu, motivasi insentif yang baik bagi Rusia dan Korea Utara untuk bekerja sama melawan hubungan dengan Korea Selatan. Itu bukan perkembangan yang baik dari sudut pandang Korea Selatan,” katanya.

Sementara Korsel sendiri telah bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk membantu Ukraina lewat dukungan sanksi dan bantuan kemanusiaan. Meski begitu, Seoul masih menghindari pasokan senjata langsung ke Kyiv sejalan dengan kebijakannya untuk tidak memasok senjata ke negara yang secara aktif terlibat dalam konflik.

“Jika (Presiden Korsel) Yoon Suk Yeol mengambil langkah dengan mengirim semacam senjata militer (ke Ukraina) sebagai tanggapan (hubungan Korut-Rusia), hal ini dapat kembali menciptakan ketegangan baru antara Rusia dan Korea Selatan,” ungkapnya.

Meski begitu, Sheen menyebut tidak ada langkah konkret atau tanda bahwa Yoon benar-benar akan mengirim sistem persenjataan militer semacam itu ke Ukraina.

“Ada tentangan beberapa orang dari oposisi, dari partai oposisi, dan juga masyarakat tentang kemungkinan (pengiriman senjata ke Ukraina) itu. Jadi, saya pikir kita perlu menunggu dan melihat apa yang akan benar-benar terjadi,” tambahnya.

Sebagai informasi, Kim dan Putin pertama kali bertemu di Vladivostok, Rusia pada April 2019. Pertemuan perdana keduanya digelar secara empat mata dan dilaporkan membahas banyak hal, salah satunya penanganan di Semenjung Korea hingga hubungan bilateral dan oenguatan ekonomi antara kedua negara.

Beberapa tahun kemudian, giliran Putin yang menyambangi Kim di Pyongyang pada 18 Juni 2024. Ini merupakan kunjungan pertama Putin di Korut dalam 24 tahun terakhir.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyepakati untuk mengembangkan hubungan Korut-Rusia, yang telah menjadi sebuah benteng strategis untuk menjaga keadilan, perdamaian, serta keamanan internasional dan mesin untuk mempercepat pembangunan dunia multi-kutub baru.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241116131232-4-588749/korut-rusia-makin-mesra-pakar-blak-blakan-petaka-besar

2024  ·  Journalist Network 2024
Pakar Blak-blakan Nasib Korea Usai Donald Trump Jadi Presiden AS
Foto: Presiden terpilih AS Donald Trump memberi isyarat saat bertemu dengan anggota DPR dari Partai Republik di Capitol Hill di Washington, AS, 13 November 2024. (REUTERS/Brian Snyder)

Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump dipastikan akan kembali ke Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 tahun depan. Kemenangan Trump dari Partai Republik ini diyakini bakal berdampak besar terhadap ekonomi dan tata politik dunia.

Kemenangan Trump disebut-sebut dapat memberikan efek positif hingga negatif bagi proses perdamaian antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut). Hal ini disampaikan oleh Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU).

“Trump kembali ke Gedung Putih, apakah ini baik atau buruk bagi situasi di Semenanjung Korea? Saya pikir, ironisnya, Trump dapat memberikan efek positif,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).

Menurut Sheen, efek positif akan terjadi jika Trump berusaha untuk kembali terlibat dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un. Sebagai informasi, Kim masih terus mengembangkan program nuklirnya sejak kegagalan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Amerika Serikat-Korea Utara di Hanoi, Vietnam pada 2019.

“Jika Trump berunding dengan Kim Jong Un, dan Kim Jong Un mencoba berunding lagi dengan Trump, setidaknya harus ada semacam negosiasi atau kesepakatan untuk menghentikan atau menangani program nuklir Korea Utara,” ujar Sheen.

Tentu saja Sheen menyebut tidak yakin atau berharap bahwa penyelesaian masalah nuklir Korea Utara akan tuntas secara permanen lewat negosiasi Trump-Kim. “Tetapi setidaknya mungkin hal itu dapat memberikan beberapa hal hebat pada program Korea Utara yang sedang berlangsung. Dengan demikian, hal itu akan menjadi pengembangan yang positif,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Sheen, jika Kim akan melanjutkan pertemuan atau pembicaraannya dengan Trump, itu pasti akan membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea. Selama ini Korut disebut terus menciptakan tekanan dan ketegangan militer kepada Korsel.

Meski begitu, Sheen tidak menutup mata terkait perkembangan negatif jika pertemuan Trump dan Kim tidak berjalan dengan baik.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241115223500-4-588689/pakar-blak-blakan-nasib-korea-usai-donald-trump-jadi-presiden-as

1234
Page 4 of 4

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net