
Kandidat PhD di Harvard University, Gangsim Eom (memegang mik) menjadi narasumber dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea bertajuk Building Stronger Ties: Indonesia-Korea Collaboration Through People to People Connection, yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Senin (9/12/2024). (Foto: FPCI)
RM.id Rakyat Merdeka – Korean Wave atau K-Wave telah mendominasi budaya populer global, memberikan pengaruh besar di berbagai belahan dunia. Namun, siapa sangka, kebudayaan Indonesia kini juga mulai menarik perhatian dan berkembang di luar negeri, khususnya di Korea Selatan.
Gangsim Eom, kandidat PhD di Harvard University dan peneliti tamu di Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa fenomena ini menunjukkan hubungan dua arah. “Tidak hanya budaya Korea yang memengaruhi Indonesia, tetapi kebudayaan Indonesia juga mulai memberikan pengaruh di Korea,” jelasnya.
Perempuan yang karib disapa Simi itu menjelaskan, sejak 2019 Korea Selatan secara khusus merayakan budaya Indonesia. Mulai dari festival budaya, kelas memasak, hingga pertunjukan seni.
“Acara-acara seperti ini menunjukkan bahwa budaya Indonesia kini memiliki pengaruh yang signifikan di Korea Selatan,” ungkap Eom, dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea_yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Senin (9/12/2024). Workshop bertajuk Building Stronger Ties: Indonesia-Korea Collaboration Through People to People Connectionitu.
Melanjutkan paparannya, Eom menyebut, media Korea juga mulai menampilkan elemen budaya Indonesia. Menurut Eom, ini adalah peluang besar untuk mempererat hubungan bilateral melalui diplomasi budaya.
Media sosial, sambungnya, juga menjadi jembatan penting dalam hubungan Indonesia-Korea. Dengan waktu penggunaan media sosial harian yang tinggi, Indonesia menjadi pasar strategis untuk kampanye K-wave.
“Namun, ini juga menghadirkan tantangan, seperti bagaimana memastikan konten budaya yang positif dan membangun mendominasi lanskap digital,” ucapnya.
K-wave, lanjutnya, telah membawa perubahan besar dalam interaksi budaya antara Indonesia dan Korea Selatan. Hubungan yang didukung diplomasi antarwarga, media sosial, dan pengaruh budaya, memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh.
“Kepercayaan itu tidak diberikan, melainkan diperoleh,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, K-wave, telah jadi fenomena global. Mulai dari musik hingga drama, budaya pop Korea mendominasi panggung dunia. Indonesia disebut memainkan peranan penting dalam popularitas tersebut.
Data Spotify 2023 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ketiga untuk jumlah streaming artis K-pop di dunia. Hanya di bawah Jepang dan Amerika Serikat (AS).
https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&adk=3789469862&adf=4084342990&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1751869707&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=1773395033&ad_type=text_image&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247226%2Findonesian-wave-bersinar-di-korsel-diplomasi-budaya-perkuat-hubungan-bilateral&fwr=0&pra=3&rh=139&rw=555&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjUuMCIsImFybSIsIiIsIjEzOC4wLjcyMDQuOTMiLG51bGwsMCxudWxsLCI2NCIsW1siTm90KUE7QnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzOC4wLjcyMDQuOTMiXSxbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzguMC43MjA0LjkzIl1dLDBd&dt=1751869705755&bpp=1&bdt=4228&idt=1&shv=r20250630&mjsv=m202507010101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Df0fe50366a065c03%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DALNI_MYofa9c3iP1Z_o2be65hmABJyz_Jg&gpic=UID%3D00001154c1c3c7b0%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DALNI_Mb4I2dP45LMC78JziIOn3CDDPcHjg&eo_id_str=ID%3D938878cbf73d0f13%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DAA-AfjazsMpA1no2zwHtazpX6ohY&prev_fmts=0x0%2C160x400%2C360x280%2C1140x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280&nras=6&correlator=3307961532108&frm=20&pv=1&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=2743&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=189&eid=31093234%2C42532523%2C95353387%2C95362656%2C95365225%2C95365235%2C95365111%2C95359266%2C95365121%2C95365798%2C31092548&oid=2&pvsid=882538123875021&tmod=1319975401&uas=3&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1408&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=9&uci=a!9&btvi=7&fsb=1&dtd=2154
“Bahkan, empat kota di Indonesia termasuk dalam 17 besar kota dengan pendengar Spotify bulanan terbanyak,” terangnya.
Eom menjelaskan, jejak K-wave di Indonesia dimulai pada 2009. Lewat konser tur Asia Rain di Jakarta. Popularitas ini semakin meningkat setelah konser SM Town World Tour pada 2012.
Dia mengaku menyaksikan langsung dedikasi para artis Korea yang terus menginspirasi penggemar Indonesia. Bahkan, dia bercerita, tentang pengemudi taksi online yang membagikan pengalaman soal bagaimana konser band asal Korea Blackpink, menyebabkan kemacetan total di Jakarta.
Menurut Eom, hal tersebut menunjukkan bahwa K-wave telah menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. “Tidak hanya terbatas pada kalangan penggemar,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, K-wave juga digunakan sebagai alat dalam diplomasi budaya dan politik di Indonesia. Eom menjelaskan bahwa fenomena “politik fandom” mulai terlihat sejak kampanye Gubernur Jakarta pada 2012. Ketika lagu Gangnam Style dipopulerkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, figur politik Indonesia mulai menggunakan elemen budaya Korea untuk mendekati pemilih muda. Seperti Ganjar Pranowo yang mengutip ungkapan bahasa Korea dalam kampanyenya.
Selain itu, figur K-Wave seperti Choi Si-won dari Super Junior turut aktif dalam diplomasi public. “Memperkuat hubungan antara kedua negara. Jadi, ini lebih dari sekadar budaya pop,” ujarnya.
Pasalnya, sambung Eom, hubungan Indonesia dan Korea juga ditopang diplomasi antarwarga yang sudah berlangsung lama. Sejak 1980-an, berbagai program pertukaran budaya, mulai dari kerja sama pendidikan hingga perayaan hari kemerdekaan bersama, telah mempererat hubungan kedua negara.
Kata dia, keberhasilan hubungan itu tak lepas dari kerja keras para sukarelawan. “Baik anak muda maupun ibu rumah tangga, yang menyatukan kedua budaya,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Muhammad Neil El Himam menyebut, banyak budaya dan produk kekayaan intelektual yang bisa dimanfaatkan untuk nilai tambah. Seperti film, bahasa lokal, hingga makanan khas Indonesia.
“Bagaimana mengkomersialisasikan semua itu. Karena kita kaya akan budaya,” ujar Neil.
Dia mengatakan, Indonesia memiliki lebih dari 200 lebih bahasa daerah. Menurutnya, itu adalah aset. Katanya, semua negara punya potensi untuk menciptakan ekonomi kreatif dari budaya. “Seperti misalnya bahasa Jawa, Campur Sari yang cukup besar pasarnya,” katanya.
Namun, Neil tak memungkiri. Sektor ekonomi kreatif masih tergolong baru di Indonesia. Makanya, kata dia, ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Seperti perlindungan kekayaan intelektual, akses pendanaan dan modal, kemampuan teknologi dan akses pasar serta jaringan ekosistem yang mendukung.
https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&adk=3789469862&adf=4112873355&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1751869739&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=1773395033&ad_type=text_image&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247226%2Findonesian-wave-bersinar-di-korsel-diplomasi-budaya-perkuat-hubungan-bilateral&fwr=0&pra=3&rh=139&rw=555&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjUuMCIsImFybSIsIiIsIjEzOC4wLjcyMDQuOTMiLG51bGwsMCxudWxsLCI2NCIsW1siTm90KUE7QnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzOC4wLjcyMDQuOTMiXSxbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzguMC43MjA0LjkzIl1dLDBd&dt=1751869705763&bpp=1&bdt=4236&idt=0&shv=r20250630&mjsv=m202507010101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Df0fe50366a065c03%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DALNI_MYofa9c3iP1Z_o2be65hmABJyz_Jg&gpic=UID%3D00001154c1c3c7b0%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DALNI_Mb4I2dP45LMC78JziIOn3CDDPcHjg&eo_id_str=ID%3D938878cbf73d0f13%3AT%3D1751811859%3ART%3D1751869705%3AS%3DAA-AfjazsMpA1no2zwHtazpX6ohY&prev_fmts=0x0%2C160x400%2C360x280%2C1140x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280%2C555x280&nras=10&correlator=3307961532108&frm=20&pv=1&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=4442&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=1592&eid=31093234%2C42532523%2C95353387%2C95362656%2C95365225%2C95365235%2C95365111%2C95359266%2C95365121%2C95365798%2C31092548&oid=2&pvsid=882538123875021&tmod=1319975401&uas=3&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1408&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=13&uci=a!d&btvi=11&fsb=1&dtd=34045
Neil bilang, untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang berkelanjutan perlu adanya kerja sama model hexahelix. Yakni, kolaborasi antara Pemerintah, media, akademik dan riset, komunitas, juga pihak bisnis. Kata Neil, dari sektor ekonomi kreatif, ada sekitar 24,9 juta orang yang menggantungkan hidup mereka.
“Jumlahnya hampir dua kali lipat jika dibandingkan 10 tahun lalu yang hanya 14 juta orang,” ungkapnya.
Kolaborasi dengan pihak lain, termasuk negara asing juga dianggap bisa menciptakan peluang. Salah satunya dengan adanya Korean Wave atau Hallyu ke Indonesia. Menurut Neil, Korean Wave tidak hanya memberikan keuntungan bagi Korea Selatan. Tapi juga bagi Indonesia.
“Korea Selatan sukses memperkenalkan budaya mulai dari K-Pop, musik, film, hingga makanan mereka. Indonesia bisa mencontoh hal itu,” pungkasnya.