
RM.id Rakyat Merdeka – Keamanan data jadi salah satu isu yang mengemuka, di tengah upaya mewujudkan masyarakat digital. Tak cuma di Indonesia, tapi bahkan di seluruh dunia.
Salah satu negara yang menaruh perhatian khusus pada isu tersebut adalah Korea Selatan (Korsel). Di negara tersebut, keamanan data adalah fondasi untuk terciptanya kepercayaan publik terhadap layanan digital. Terutama yang disedikan Pemerintah.
Manajer Pengembangan Internasional di Institut Informasi Paten Korsel, Janet Sohlhee Yu menjelaskan, setiap layanan publik harus dimulai dengan data yang bersih dan aman. Saat data terintegrasi dengan baik dan terlindungi, masyarakat akan lebih percaya.
“Karena sistem yang digunakan lebih transparan dan andal,” jelas Yu, lewat video conference dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis (10/10/2024).
Dalam workshop bertajuk Membangun Jembatan Digital: Kemitraan Strategis Antara Indonesia dan Korsel itu, Yu menjelaskan, negaranya telah mengembangkan Strategi Keamanan Siber Nasional sejak 2019. Dia bilang, negaranya memiliki tim respons nasional yang memantau dan mencegah serangan siber terhadap sektor publik.
Strategi tersebut, sambungnya, pada dasarnya ditujukan untuk kapasitas pertahanan. Dengan menyiapkan strategi tersebut, Korsel ingin meningkatkan kapasitas nasional untuk kemampuan pertahanan. Mereka ingin melindungi negara dari ancaman yang menargetkan sektor publik dan infrastruktur.
“Strategi Keamanan Siber Nasional semacam ini dijalankan demi melindungi sektor publik,” jelas Yu.
Bukan cuma sektor publik. Lembaga Pemerintah, sektor swasta, dan mitra internasional, juga dilindungi demi memperkuat pertahanan siber mereka. Dengan memiliki sistem manajemen keamanan siber, sistem nasional umum Korsel dapat mendeteksi setiap upaya serangan siber dan sebagainya.
“Jadi ada banyak strategi dan kebijakan tingkat Pemerintah lainnya untuk mencegah serangan siber di sektor digital,” ungkapnya.
Masih menurut Yu, pihaknya juga aktif memantau setiap serangan dan ancaman terhadap negaranya dan jika terjadi sesuatu. “Terutama akan melindungi Pemerintah di sektor publik terlebih dahulu,” tegasnya.
Dengan segala sistem yang berkembang dengan baik, saat ini menurutnya, Indonesia sedang menuju ke sana. Meski masih kerap terjadi kesalahan, Yu yakin kepercayaan akan meningkat. Seiring dengan peningkatan keselarasan, dan integrasi data.
Yu menyatakan, elemen yang paling penting adalah data yang akurat dan selaras antar instansi Pemerintah dan lembaga internasional lainnya. “Jadi, pejabat publik di Pemerintah Indonesia perlu menyiapkan data dalam format yang tepat dan kompatibel,” ucapnya.
Transformasi digital menjadi salah satu elemen penting dalam mimpi Indonesia uuntuk Visi Indonesia Emas 2045. Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) hingga digitalisasi sistem jadi sesuatu yang tak boleh terlewat.
Namun dalam pelaksanaannya, juga harus didukung dengan ekosistem. Seperti regulasi dan inovasi. Begitu juga dengan sumber daya manusia (SDM) digital atau kerap disebut talenta digital.
Kepala Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BPPTIK) Kemkominfo Hamdani Pratama mengungkapkan, saat ini Pemerintah tengah mempersiapkan talenta digital tersebut.
Untuk itu, pihaknya tidak hanya menyedialakan infrastruktur, bangunan atau menara untuk telekomunikasi dan penyiaran. Tapi juga menyediakan literasi digital.
“Kami menyediakan kebijakan digital untuk memperkuat tiga pilar, yakni pemerintahan digital, ekonomi digital, dan juga kewarganegaraan digital,” jelas Hamdani, pada workshop yang sama.
Literasi digital, jelasnya, penting dipersiapkan. Agar pengguna atau masyarakat umum dapat mengoptimalkan digitalisasi. Di saat infrastruktur dan kebijakannya sudah siap.
Pasalnya, berdasarkan datanya, ada sebanyak 12 juta talenta digital yang diperlukan Indonesia pada 2030. Sedangkan yang tersedia saat ini hanya sekitar 9 juta.
Dengan kesenjangan itu, berarti Indonesia perlu menyediakan lebih banyak talenta digital yang cukup sampai 2030. Sehingga, Indonesia tidak hanya bergantung pada talenta asing, peneliti asing, dan tenaga kerja asing di bidang digital. “Tapi, kita bisa mandiri dengan warga negara kita sendiri,” ucap Hamdani.
Untuk mendidik literasi digital di tengah masyarakat, pihaknya juga tengah membangun Pusat Talenta Digital (DTC) di setiap provinsi. Dia berharap, DTC bisa meningkatkan kapasitas atau talenta digital lokal. “Agar memiliki talenta digital yang beragam di setiap provinsi,” tuturnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah institusi internasional asal Korsel, Korea International Cooperative Agency (KOICA). Kemitraan tersebut dimulai dengan pendirian Balai Pelatihan TIK Korea-Indonesia (BPPTIK) pada 2007. Kemudian dilanjutkan dengan pelatihan untuk Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia pada 2013. Jjuga dukungan untuk pengelolaan dan operasional BPPTIK pada 2018.
Dengan kemitraan yang telah berlangsung selama belasan tahun, KOICA dan Kominfo berkomitmen meningkatkan pengembangan sumber daya manusia. Termasuk sertifikasi keterampilan TIK, pelatihan, dukungan alumni, dan kerja sama internasional lainnya.
Salah satu area fokus utama adalah Sekolah Digital ASEAN–Korsel. Di mana BPPTIK akan berfungsi sebagai pusat sertifikasi bagi peserta dari komunitas Indonesia dan ASEAN. Harapannya, Sekolah Digital ASEAN-Korsel akan memainkan peran penting.
“Untuk mengembangkan sembilan juta talenta digital dan empat juta wirausahawan demi meningkatkan ekonomi digital Indonesia,” tandasnya. (*)