• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

2024

2024  ·  Journalist Network 2024
Hallyu, Influencer, dan Ekonomi Kreatif: Peluang Indonesia di Era Digital

Diskusi seputar hubungan Indonesia-Korea yang digelar Korea Foundation dan FPCI berlangsung di Jakarta, 9 Desember 2024. (Akhmad Fauzy / Metro TV)

Jakarta: Lebih dari satu dekade Hallyu mewarnai budaya pop dunia, tak terkecuali di Indonesia. Gelombang budaya Korea Selatan ini pun makin populer sejak era media sosial. Di bulan November 2024, video yang merekam momen Lisa BLACKPINK menerima light stick buatan pemengaruh (influencer) @ireneswnd saat berkunjung ke Jakarta “meledak” di TikTok. 

Disebut meledak lantaran ada lebih dari 72 juta orang yang menonton unggahan berdurasi 1 menit 7 detik itu dalam semalam. Jumlah yang disebut Gangsim Eom – kandidat doktor antropologi Universitas Harvard sebagai bukti dahsyatnya daya jangkau media sosial.

“Hanya dari satu video viral dengan lebih dari 7 juta penonton di TikTok – dapatkah terbayang potensi ekonomi di balik (angka) itu?” ungkap Eom.

Korea Selatan memang tak main-main dalam memaksimalkan dampak Hallyu dan media sosial. Di tahun 2022 sektor ekonomi kreatif negeri ginseng itu menyumbang 7,5 persen dari total PDB. Indonesia pun disebut memiliki peluang besar untuk memanfaatkan media sosial sebagai penggerak ekonomi kreatif.

Sebagai negara dengan budaya dan kuliner yang beragam, Gangsim Eom menyebut Indonesia memiliki modal besar untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Terlebih kreator konten Indonesia dinilainya lebih relevan dengan tren global.

“Saya terkesan dengan Komnas HAM yang berhasil mengemas pesan kompleks tentang isu hak asasi dalam video bertemakan Drakor. Ini adalah pendekatan yang inovatif, mereka tahu disini fan drakor sangat besar” jelas Eom. Untuk itu Kementerian Ekonomi Kreatif tengah serius membidik media sosial sebagai ladang cuan dan menargetkan 8,08% pertumbuhan investasi dari industri kreatif di tahun 2029.

Deputi Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Ekonomi Kreatif, Muhammad Neil Himam mengungkap salah satu langkahnya yakni pembentukan blockchain berisikan aset dan karya digital para kreator konten. 

“Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari konten digital. Kami mendorong dibentuknya blockchain berisi aset para kreator konten yang sudah memiliki hak paten – agar mereka bisa mendapatkan royalti dari karyanya,” papar Neil dalam diskusi Building Stronger Ties: Indonesia-Korea Collaboration through People-to-People Connections yang digelar Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, 9 Desember 2024.

Maka tak heran kehadiran kreator konten hingga influencer atau pemengaruh di media sosial punya peran sentral dalam mendorong daya beli. Survei yang dipublikasikan Vero dan YouGov tahun ini mengungkap, konten buatan pemengaruh mendorong 94% transaksi di Indonesia sehingga membuat banyak perusahaan mengalokasikan 29-30?na promosinya ke media sosial.

Media Sosial dan Influencer Jembatan Diplomasi Digital

Tak sekadar mendulang cuan, kehadiran influencer dan media sosial kini jadi bagian dari diplomasi. Misalnya Korea Selatan yang menunjuk grup Kpop BTS pada tahun 2021 untuk mengampanyekan isu HAM, lingkungan hingga pengentasan kemiskinan. Penunjukan ini bukan tanpa alasan, secara global BTS memiliki 90 juta pengikut di media sosial yang dipercaya bisa menjangkau berbagai kalangan.

Bercermin dari hal itu, Niel Himam berpendapat, subsektor ekonomi kreatif yang dapat dieksplorasi dan bisa menjangkau audiens global untuk tujuan diplomasi adalah olahraga melalu tim nasional sepak bola Indonesia. 

“Disini ada representasi Korsel Shin Tae-yong. Sebenarnya, timnas Indonesia juga potensial. Pemainnya kan fresh – mereka bisa meningkatkan jumlah follower atau subscriber lalu grab banyak audience (untuk promosikan Indonesia)” ungkap Neil.

Meski begitu, Gangsim Eom menyebut kesuksesan diplomasi digital Indonesia harus bertumpu pada penguatan sumber daya manusianya. Seperti KOCCA (Badan Kreatif Korea) yang menyelenggarakan pelatihan teknis dan wawasan bagi para kreator konten.

Peneliti asal Korea Selatan itu lanjut menjelaskan bahwa Indonesia dan Korea Selatan bisa berkolaborasi dalam pertukaran data tren digital untuk merancang startegi diplomasi lunak melalui media sosial, sekaligus memperkuat sektor kreatif kedua negara.

Sumber: https://www.metrotvnews.com/read/bzGCz8Bz-hallyu-influencer-dan-ekonomi-kreatif-peluang-indonesia-di-era-digital

2024  ·  Journalist Network 2024
Indonesia dan ASEAN Bisa Jadi Juru Damai Korut-Korsel

KOMPAS.com – Pada 2024 ini, ketegangan di Semenanjung Korea mengalami eskalasi. Bulan Oktober lalu, Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mengatakan, Korea Selatan (Korsel) adalah “musuh utama negara”. Kim juga menegaskan Pyongyang tak lagi mempertimbangkan gagasan reunifikasi atau “cita-cita satu Korea”. Di tengah ketegangan yang kian memanas ini, Indonesia dan negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dinilai memiliki peran untuk mendorong terwujudnya reunifikasi Korut dan Korsel. Baca juga: Kim Jong Un pada Tentaranya: Korea Selatan Musuh Utama Negara, Buang Ide Reunifikasi Puji Basuki, mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri mengatakan, Indonesia sebagai salah satu anggota kunci kawasan ASEAN, sangat perlu memainkan peran untuk meredam konflik di Semenanjung Korea. “Indonesia harus melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menciptakan perdamaian di wilayah,” kata pria yang akrab disapa Ukky itu, dalam workshop “Indonesian Next Generation Journalist Network” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation beberapa waktu lalu.

“Karena ketidakstabilan, apapun itu yang terjadi di wilayah lain yang dekat dengan posisi kita, akan menyebabkan pergolakan untuk Indonesia,” imbuhnya. Kedekatan Korea Utara dengan Rusia juga membuat ketegangan Korut-Korsel merembet ke kawasan global.

Sebab, menurut laporan Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS), Korut mengirimkan ribuan pasukan untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina. Baca juga: AS Konfirmasi Tentara Korea Utara Mulai Terlibat Operasi Tempur Bersama Pasukan Rusia Hal itu membuat Korsel sempat mempertimbangkan pengiriman senjata ke Ukraina beberapa hari setelah laporan intelijen itu dirilis. Menanggapi eskalasi tersebut, Ukky mengatakan pemerintah Indonesia harus lebih kreatif untuk bisa merangkul Korea Utara. Menurutnya, Indonesia dan ASEAN memiliki modal sebagai mitra yang netral, yang memiliki peran untuk menjadi mediator. “Contoh pertama, dalam waktu dekat, mungkin prioritas kita seharusnya adalah bagaimana meredakan situasi di Semenanjung Korea,” kata Ukky.

Ukky menambahkan, ASEAN Regional Forum (ARF) bisa menjadi momentum. Sebab, baik Korea Utara maupun Korea Selatan saat ini menjadi peserta forum regional itu. Pada pertemuan ARF 2024 yang digelar di Laos pada Juli, konflik Semenanjung Korea juga menjadi salah satu perhatian, terutama soal uji coba rudal balistik antar-benua yang dilakukan Korea Utara. Dalam pertemuan itu, para delegasi yang berasal dari perwakilan Menteri Luar Negeri negara anggota ARF mengecam uji coba tersebut, karena mengeskalasi konflik di Semenanjung Korea.

Sumber: https://www.kompas.com/global/read/2024/12/27/203700970/indonesia-dan-asean-bisa-jadi-juru-damai-korut-korsel

2024  ·  Journalist Network 2024
Bisakah Indonesia Jadi Penengah dalam Konflik Semenanjung Korea?
Mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki; dan Dekan sekaligus Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, dalam diskusi di Jakarta. Foto: Tiara Hasna/kumparan

Indonesia tengah mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea yang semakin meningkat.

Upaya ini selaras dengan prediksi dari mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki, yang menyebut Menlu Sugiono dan Presiden Prabowo Subianto akan memainkan peran penting dalam membawa Korea Utara kembali ke meja dialog.

Ukky meyakini pemerintahan saat ini siap untuk mengeksplorasi diplomasi yang dapat menghidupkan hubungan dengan Korea Utara dan menjaga relasi dengan Korea Selatan.

Ia juga menilai Menlu Sugiono akan mengikuti arahan presiden dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip bebas aktif.

“Kalau dilihat ada atau tidak, Menlu untuk mendekatkan Korut dan Korsel, dari bottom-up itu ada, dari sisi teknokrat, diplomat, selalu ingin kita kejar,” kata Ukky dalam diskusi Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diadakan oleh Korea Foundation di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Jumat (8/11).
“Pemerintahan kita masih awal, tapi ada keinginan untuk membangun kontribusi terhadap perdamaian di Semenanjung Korea,” tambahnya.

Ketegangan di Semenanjung Korea telah memuncak dalam beberapa bulan terakhir.

Eskalasi meningkat usai munculnya laporan Korsel terkait kiriman balon berisi limbah dari Korut yang menyulut kebakaran, penerbangan drone Korsel ke Pyongyang, hingga pemutusan jalan dan rel kereta api perbatasan dua Korea.

Beberapa bulan ke belakang, Kim Jong-un juga kerap memamerkan dokumentasi kegiatannya saat mengunjungi pangkalan rudal dan senjata balistik hingga nuklir di Korut.

Di sisi lain, Korsel, Jepang, dan Amerika Serikat membalas ancaman Korut dan sekutunya, Rusia, dengan melakukan latihan gabungan militer bersama.

Ketegangan ini tak hanya mengancam hubungan antar-Korea, tapi juga menimbulkan risiko besar bagi stabilitas di kawasan Asia Timur hingga Tenggara.


Peran ASEAN
Dalam kesempatan itu, Dekan sekaligus Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, turut menjabarkan peran RI sebagai anggota ASEAN yang memiliki posisi netral dan memiliki kapasitas sebagai mediator potensial dalam situasi ini.


“ASEAN bisa menjadi wadah yang netral untuk meredakan konflik, sementara Indonesia juga bisa berperan untuk membuka jalur-jalur komunikasi melalui pendekatan bilateral dengan Korut,” katanya.

Ia menambahkan bahwa Korut adalah anggota Forum Regional ASEAN (ARF) sejak 2000, dan forum ini dapat menjadi sarana efektif untuk membawa Korut ke dalam dialog multilateral.

“Meskipun jalannya lambat, pendekatan ASEAN dan soft diplomacy bisa terus menambah sesuatu dalam upaya kita untuk menjaga stabilitas,” timpal Ukky.

Menurutnya pendekatan Indonesia tak hanya mengandalkan ASEAN sebagai wadah diplomasi regional, tetapi juga menegaskan pentingnya menjalin hubungan bilateral yang lebih erat dengan Korut.

“Diplomasi ekonomi dan keterlibatan budaya adalah pintu masuk, tapi pada dasarnya kita ingin mendorong stabilitas regional melalui dialog terbuka,” ujar Ukky kepada media.

Kedekatan Indonesia-Korut
Saat ini, langkah konkret yang sedang dipertimbangkan Indonesia termasuk pembukaan kembali Kedutaan Besar Indonesia di Pyongyang, yang sempat dijajaki melalui kunjungan Wakil Menlu Korut pada September lalu.

Kandidat PhD di University of Manchester itu menyebut ini sebagai sinyal bahwa Indonesia masih dianggap “teman lama” oleh Korut. Peluang ini pun bisa digunakan untuk mempererat hubungan bilateral dalam bingkai perdamaian dan stabilitas kawasan.

Selain itu, Ukky menyarankan agar Indonesia dapat mengundang delegasi Korut pada peringatan ke-70 Konferensi Asia-Afrika di 2025.

Pendekatan ini merupakan bentuk dari soft diplomacy yang mengandalkan modal budaya dan hubungan historis yang kuat sejak era Presiden Soekarno dan Kim Il-sung pada 1961.

Di tengah gejolak geopolitik yang melibatkan banyak negara kuat, Indonesia berharap dapat memainkan peran strategis, bukan hanya sebagai anggota ASEAN, tetapi juga sebagai mediator global yang mampu menjembatani perbedaan.

“Dunia internasional berjalan seperti pertemanan,” jelas Ukky.

“Indonesia tidak ingin ketegangan meningkat; posisi kita adalah menjembatani perdamaian dan stabilitas,” tegasnya.

Di bawah naungan Presiden Prabowo, menurutnya, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam diplomasi Semenanjung Korea, menjadikan Jakarta atau bahkan Ibu Kota Nusantara sebagai lokasi dialog internasional.

Hal itu dianggap sejalan dengan upaya diplomatik Indonesia untuk mempertahankan statusnya sebagai kekuatan menengah yang memiliki pengaruh di panggung internasional.

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/23seS0WsHoN/full?utm_source=Desktop&utm_medium=copy-to-clipboard&shareID=Tj0gifV1D60h


2024  ·  Journalist Network 2024
Korut-Rusia Makin Mesra, Pakar Blak-blakan Petaka Besar

Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (KCNA/Korea News Service via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan antara Korea Utara (Korut) dan Rusia semakin mesra. Hal ini makin terlihat setelah Presiden Korut Kim Jong Un menandatangani dekrit untuk meratifikasi Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif dengan Rusia awal pekan ini.

Perjanjian tersebut, yang pertama kali ditandatangani di Pyongyang pada tanggal 19 Juni selama kunjungan kenegaraan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, mewajibkan kedua negara untuk memberikan bantuan militer segera satu sama lain dengan menggunakan “segala cara” yang diperlukan jika salah satu pihak menghadapi “agresi”.

Ketika ia menyetujui perjanjian dengan Putin pada Juni, Kim memuji perjanjian tersebut sebagai langkah menuju peningkatan hubungan bilateral antara kedua negara, menggambarkan pakta militer tersebut sebagai sesuatu yang mirip dengan “aliansi” antara Rusia dan Korut.

Perjanjian ini juga terungkap setelah Korut mengirim pasukannya untuk berperang melawan Ukraina di wilayah Kursk. Saat itu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim setidaknya 11.000 tentara Korut berada di wilayah tersebut.

Sementara laporan The New York Times menyebut ada sekitar 50.000 tentara Rusia dan Pyongyang akan ambil bagian dalam serangan mengusir Kyiv dari daerah itu. CNN pun menyebut Korut sudah ambil bagian dalam operasi tempur langsung, tak hanya di Kursk, tapi juga di wilayah Belgorod.

Lalu bagaimana efeknya terhadap Korea Selatan (Korsel)?

Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU), menyebut situasi ini sangat mengkhawatirkan. Dari sudut pandang Korsel, ini bukan pertanda baik karena Korut saat ini sedang menguatkan posisinya.

“Hubungan (Korut) dengan Rusia akan menciptakan dinamika baru di Semenanjung Korea, dan tentu terhadap invasi Rusia ke Ukraina,” kata Sheen dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).

Sheen menjelaskan di waktu yang sama, hubungan Korea Selatan dengan Rusia tidak begitu baik, begitu juga hubungan kedua Korea.

“Situasi itu menciptakan semacam, dengan cara tertentu, motivasi insentif yang baik bagi Rusia dan Korea Utara untuk bekerja sama melawan hubungan dengan Korea Selatan. Itu bukan perkembangan yang baik dari sudut pandang Korea Selatan,” katanya.

Sementara Korsel sendiri telah bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk membantu Ukraina lewat dukungan sanksi dan bantuan kemanusiaan. Meski begitu, Seoul masih menghindari pasokan senjata langsung ke Kyiv sejalan dengan kebijakannya untuk tidak memasok senjata ke negara yang secara aktif terlibat dalam konflik.

“Jika (Presiden Korsel) Yoon Suk Yeol mengambil langkah dengan mengirim semacam senjata militer (ke Ukraina) sebagai tanggapan (hubungan Korut-Rusia), hal ini dapat kembali menciptakan ketegangan baru antara Rusia dan Korea Selatan,” ungkapnya.

Meski begitu, Sheen menyebut tidak ada langkah konkret atau tanda bahwa Yoon benar-benar akan mengirim sistem persenjataan militer semacam itu ke Ukraina.

“Ada tentangan beberapa orang dari oposisi, dari partai oposisi, dan juga masyarakat tentang kemungkinan (pengiriman senjata ke Ukraina) itu. Jadi, saya pikir kita perlu menunggu dan melihat apa yang akan benar-benar terjadi,” tambahnya.

Sebagai informasi, Kim dan Putin pertama kali bertemu di Vladivostok, Rusia pada April 2019. Pertemuan perdana keduanya digelar secara empat mata dan dilaporkan membahas banyak hal, salah satunya penanganan di Semenjung Korea hingga hubungan bilateral dan oenguatan ekonomi antara kedua negara.

Beberapa tahun kemudian, giliran Putin yang menyambangi Kim di Pyongyang pada 18 Juni 2024. Ini merupakan kunjungan pertama Putin di Korut dalam 24 tahun terakhir.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyepakati untuk mengembangkan hubungan Korut-Rusia, yang telah menjadi sebuah benteng strategis untuk menjaga keadilan, perdamaian, serta keamanan internasional dan mesin untuk mempercepat pembangunan dunia multi-kutub baru.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241116131232-4-588749/korut-rusia-makin-mesra-pakar-blak-blakan-petaka-besar

2024  ·  Journalist Network 2024
Pakar Blak-blakan Nasib Korea Usai Donald Trump Jadi Presiden AS
Foto: Presiden terpilih AS Donald Trump memberi isyarat saat bertemu dengan anggota DPR dari Partai Republik di Capitol Hill di Washington, AS, 13 November 2024. (REUTERS/Brian Snyder)

Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump dipastikan akan kembali ke Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 tahun depan. Kemenangan Trump dari Partai Republik ini diyakini bakal berdampak besar terhadap ekonomi dan tata politik dunia.

Kemenangan Trump disebut-sebut dapat memberikan efek positif hingga negatif bagi proses perdamaian antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut). Hal ini disampaikan oleh Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU).

“Trump kembali ke Gedung Putih, apakah ini baik atau buruk bagi situasi di Semenanjung Korea? Saya pikir, ironisnya, Trump dapat memberikan efek positif,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).

Menurut Sheen, efek positif akan terjadi jika Trump berusaha untuk kembali terlibat dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un. Sebagai informasi, Kim masih terus mengembangkan program nuklirnya sejak kegagalan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Amerika Serikat-Korea Utara di Hanoi, Vietnam pada 2019.

“Jika Trump berunding dengan Kim Jong Un, dan Kim Jong Un mencoba berunding lagi dengan Trump, setidaknya harus ada semacam negosiasi atau kesepakatan untuk menghentikan atau menangani program nuklir Korea Utara,” ujar Sheen.

Tentu saja Sheen menyebut tidak yakin atau berharap bahwa penyelesaian masalah nuklir Korea Utara akan tuntas secara permanen lewat negosiasi Trump-Kim. “Tetapi setidaknya mungkin hal itu dapat memberikan beberapa hal hebat pada program Korea Utara yang sedang berlangsung. Dengan demikian, hal itu akan menjadi pengembangan yang positif,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Sheen, jika Kim akan melanjutkan pertemuan atau pembicaraannya dengan Trump, itu pasti akan membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea. Selama ini Korut disebut terus menciptakan tekanan dan ketegangan militer kepada Korsel.

Meski begitu, Sheen tidak menutup mata terkait perkembangan negatif jika pertemuan Trump dan Kim tidak berjalan dengan baik.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241115223500-4-588689/pakar-blak-blakan-nasib-korea-usai-donald-trump-jadi-presiden-as

Journalist Network 2024
Dosen Korea Sorot Peran Penting RI di Tengah Konflik Korut-Korsel
Foto: Ilustrasi bendera korut sama bendera korsel

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut) belum juga mereda. Hubungan kedua negara Korea ini bahkan semakin melebar dan melibatkan negara-negara lain.

Melihat situasi tersebut, Indonesia disebut memiliki peran penting dalam menciptakan perdamaian antara kedua Korea Hal ini disampaikan oleh Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU).

“Indonesia dapat memainkan peranan yang cukup penting dalam menjembatani, mungkin pembicaraan antara Korea Selatan dan Korea Utara,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).

Menurut Sheen, Indonesia mempunyai hubungan kemitraan yang sangat penting baik dengan Korsel dan Korut. “Secara tradisional di masa lalu, Indonesia mempunyai diplomasi yang sangat erat dengan Korea Utara, sehingga ini menjadi merupakan aset yang sangat penting yang dimiliki Indonesia ketika menyangkut masalah Semenanjung Korea,” ujarnya.

Selain Indonesia, blok ASEAN juga memainkan peran penting bagi perdamaian kedua negara. Hal ini terlihat dari pertemuan Donald Trump dan Kim di Singapura dan Vietnam beberapa tahun lalu, ketika Trump menjabat sebagai presiden AS.

“Ini menunjukkan bahwa peran Asia Tenggara atau ASEAN bisa menjadi sangat penting. Dalam hal ini, para anggota negaranya dapat memainkan peran yang sangat penting bahkan dalam Inisiatif Semenanjung Korea, atau berbagai acara diplomatik besar lainnya,” paparnya.

Sheen menuturkan bahwa cukup sulit bagi perwakilan kedua Korea untuk bertemu atau terlibat langsung dalam masalah keamanan, sehingga peran ASEAN untuk memberikan ‘ruang’ di wilayahnya sangat membantu.

“Kami menemukan bahwa ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan tempat yang cukup berguna untuk menyediakan kesempatan bagi kedua perwakilan dari kedua Korea untuk datang, bukan untuk pembicaraan bilateral, tetapi pembicaraan regional,” ungkapnya.

Ia menyebut biasanya perwakilan kedua Korea menggunakan sesi regional dan multilateral semacam itu di sela-sela ARF. “Ada beberapa transaksi yang terjadi sehingga fungsi ARF ini sangat unik dan penting, bahkan dalam hal keamanan Semenanjung Korea,” tambahnya.

Belum lama ini, perang antara Seoul dan Pyongyang disinyalir akan pindah ke Eropa. Pasalnya Pemimpin Korut Kim Jong Un telah membantu Presiden Rusia Vladimir Putin dengan mengirim ribuan pasukannya dalam perang dengan Ukraina.

Di sisi lain, Korsel telah bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk membantu Ukraina, meski negara itu menghindari pasokan senjata langsung ke Kyiv sejalan dengan kebijakannya untuk tidak memasok senjata ke negara yang secara aktif terlibat dalam konflik.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241116130144-4-588748/dosen-korea-sorot-peran-penting-ri-di-tengah-konflik-korut-korsel

Journalist Network 2024
Peran Indonesia dalam perdamaian Semenanjung Korea

Jakarta (ANTARA) – Mengapa harus ada konflik jika damai bisa tercipta? Perdamaian memang hal ideal yang diharapkan seluruh dunia. Sayangnya, memunculkan perdamaian dan menghindari pertikaian antarnegara tidak sesederhana yang dipikirkan.

Konflik yang tak kunjung usai antara dua Korea jadi salah satu sorotan dalam geopolitik. Berbagai upaya dilakukan, tidak hanya oleh Korea Utara dan Korea Selatan, namun juga banyak pihak lainnya yang terlibat dan mungkin terdampak walau tak langsung.

Kita mengenal istilah reunifikasi, penyatuan kembali dua entitas negara di Semenanjung Korea itu. Namun, 2024 mencatat sejumlah pergeseran cara dari kedua negara, seperti dijelaskan Puji Basuki atau Ukky, Peneliti Doktoral Universitas Manchester di Inggris.

Korea Selatan mengumumkan doktrin baru reunifikasi, yaitu dengan memimpin proses penyatuan. Ukky, yang juga sempat menjadi Koordinator Desk Bilateral Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri RI, melihat Korea Selatan bertumpu pada “pertolongan” Amerika Serikat.

“Doktrin reunifikasi itu berfokus pada kebebasan dan kesejahteraan, di saat yang sama juga bersandar pada Amerika Serikat, khususnya kekuatan militer,” kata Ukky dalam lokakarya jurnalis yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia bersama Korea Foundation.

Di sisi lain, Korea Utara justru menyerah dengan tujuan penyatuan dua negara, menginginkan kedua tetap menjadi entitas yang terpisah. Kim Jong-un bahkan menegaskan soal kemampuan nuklir yang dimiliki dan mempererat kedekatan dengan Rusia secara militer.

Oktober lalu, Badan Intelijen Korea Selatan menyebut Korea Utara memutuskan untuk mengerahkan 12.000 anggota pasukannya untuk membantu Rusia dalam konflik melawan Ukraina.

Hal ini tentu saja meningkatkan ketegangan di kawasan dan posisi geopolitik negara-negara di dunia.

Indonesia sering kali menegaskan posisi sebagai pihak yang peduli terhadap perdamaian, terlebih lagi dengan peranan strategis kawasan Asia Timur. China, Jepang, dan Korea Selatan masuk dalam 10 besar mitra perdagangan dan investasi Indonesia.

Segala gangguan keamanan dan perselisihan yang muncul di kawasan ini akan membawa pengaruh terhadap jalannya pembangunan di Indonesia sendiri, di kawasan pun sudah pasti, dan di dunia secara keseluruhan.

Dialog dengan Korea Utara

Selain itu, Indonesia juga mempunyai sejarah panjang dengan masing-masing Korea Selatan dan Korea Utara.

Selama 5 dekade lebih, Indonesia dan Korea Selatan telah menjalin hubungan diplomatik. Berbagai kerja sama dan kesepakatan telah diteken kedua negara. Kian hari, relasi bilateral itu makin baik, yang ditopang oleh kemitraan ekonomi dan koneksi antarmasyarakat yang kuat.

Adapun dengan Korea Utara, Indonesia perlu memberikan upaya yang lebih. Menurut Ukky, hal itu karena diplomat Korea Utara lebih tertutup, sementara akses formal juga terbatas akibat KBRI di Pyongyang ditutup sejak pandemi lalu.

Padahal sudah ada modal besar dengan persahabatan yang dibangun oleh Bapak Bangsa kedua negara, Soekarno dan Kim Il-sung. Bunga anggrek Indonesia yang diberi nama Kimilsungia menjadi simbolnya.

Bagaimanapun, dalam rangka mencari perdamaian di Semenanjung Korea, Indonesia telah memberikan kontribusinya dengan melakukan pendekatan kolaboratif bersama negara-negara di kawasan Asia Tenggara melalui ASEAN.

Misalnya, upaya membangun dialog dengan Korea Utara dalam agenda ASEAN Regional Forum (ARF), satu-satunya forum multilateral yang diikuti oleh negara bernama resmi Republik Rakyat Demokratik Korea tersebut.

Pada pertemuan ARF 2023 di Jakarta, Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri RI saat itu menekankan langkah diplomasi preventif, demi membatasi konflik yang terjadi agar tidak meningkat. Ini sekaligus menegaskan advokasi denuklirisasi.

Sejalan dengan upaya itu, menurut Ukky, pendekatan soft power diplomacy khususnya terhadap Korea Utara harus terus ditingkatkan. Secara bilateral, Indonesia perlu menjalin kerja sama sosial budaya dengan Korea Utara dalam rangka membangun kepercayaan.

Lantas, apakah modal kepercayaan menjadi jaminan atas pentingnya peran Indonesia dalam mencari perdamaian di Semenanjung Korea? Hal ini bisa terjawab dengan apa yang dilakukan Indonesia ke depan, berdasarkan kemauan politik pemerintahan.

Presiden baru

Dalam analisisnya, Sheen Seong-ho, Profesor Studi Internasional di Universitas Nasional Seoul, menyebut negara adikuasa yang memberikan pengaruh besar terhadap “nasib” Semenanjung Korea.

Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat diharapkan bisa menyambung lagi upaya berdialog dengan Korea Utara pada masa kepemimpinannya yang pertama, sejak 2016 hingga 2020.

“Trump adalah tokoh yang memutuskan untuk berkomunikasi secara langsung dengan Kim Jong-un, dan ia pula yang pertama kali menggelar pertemuan antara Presiden AS dengan pemimpin Korea Utara,” kata Sheen dalam lokakarya FPCI dan Korea Foundation yang sama.

“Banyak pihak yang berharap Trump 2.0 tidak hanya mengurusi kebijakan domestik, namun juga mempunyai kebijakan luar negeri yang secara umum yang akan berdampak bagi dua Korea, serta kawasan pasifik, termasuk ASEAN dan Indonesia,” ujar Sheen.

Belakangan, melansir Kantor Berita Anadolu, Trump bahkan mengumumkan bahwa ia menunjuk Richard Grenell sebagai utusan untuk misi khusus, yang disebutnya “akan bekerja di beberapa wilayah panas di dunia, termasuk Venezuela dan Korea Utara.”

Presiden baru di AS, presiden baru juga di Indonesia. Baru-baru ini, Prabowo Subianto menunjukkan kemauan politik atas kontribusi Indonesia dalam geopolitik dunia, termasuk urusan Semenanjung Korea.

Dalam lawatan kenegaraan ke AS pada November lalu, Prabowo bertemu dengan Presiden

Joe Biden. Selain membahas upaya penguatan kerja sama bilateral, Indonesia dan AS sepakat mendukung penciptaan perdamaian dan denuklirisasi total di Semenanjung Korea.

“Kedua pemimpin mendesak semua pihak untuk melaksanakan kewajiban dan komitmen internasional, termasuk menghentikan aksi pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengancam perdamaian dan kestabilan di kawasan,” tulis Gedung Putih dalam pernyataan resmi bersama.

Kini, kita sepatutnya menunggu langkah-langkah dan kebijakan pihak-pihak terkait untuk perdamaian yang abadi. Bagaimanapun, jangan sampai konflik Semenanjung Korea mengorbankan lebih banyak lagi kepentingan bersama.

Sumber: https://m.antaranews.com/amp/berita/4553446/peran-indonesia-dalam-perdamaian-semenanjung-korea

Journalist Network 2024
Pentingnya Indonesia dalam Mediasi Korea Selatan dan Utara

Indonesia netral dan punya sejarah panjang

Jakarta, IDN Times – Indonesia dianggap sebagai salah satu mitra penting, bahkan negara paling strategis dalam proses unifikasi Korea Selatan dan Utara. Secara historis dan politis, Indonesia ternyata memiliki posisi yang begitu sentral untuk menjadi mediator demi terciptanya stabilitas di kawasan Semenanjung Korea.

Sudah bukan rahasia lagi, Indonesia dan Korea Selatan saat ini memiliki hubungan yang cukup mesra. Lewat berbagai kesempatan Indonesia selalu menekankan pentingnya kedamaian di kawasan semenanjung Korea.

Terutama, melalui ASEAN Regional Forum (ARF), Indonesia bisa memainkan peranannya dalam upaya perdamaian di semenanjung Korea. Apalagi, Korea Selatan merupakan anggota ARF dan Korea Utara sempat mengirim utusannya.

“ARF punya modal untuk menjadi media dalam membangun perdamaian ketika membahas keamanan regional agar bisa diterima semua pihak. Makanya, di sini menjadi jalan bagi Indonesia pula dalam memainkan perannya,” ujar Mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki, dalam forum Indonesia-Korea Journalist Network yang diselenggarakan FPCI bersama Korea Foundation, beberapa waktu lalu.

1. Indonesia punya sejarah dengan Korut

Ditinjau dari segi historis, Indonesia sebenarnya begitu mesra dengan Korea Utara. Ada ikatan batin yang tercipta, bahkan Korea Utara sempat memanggil Indonesia sebagai “kakak”, seiring dengan persamaan dalam Gerakan Non-Blok (GNB).

Relasi antara Korea Utara dengan Indonesia terjalin ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno. Kemudian, Korea Utara juga sempat mengirim pemimpinnya, Kim Il Sung dan Kim Jong Il. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara satu-satunya yang dikunjungi dua pemimpin Koea bersamaan.

Tak cuma itu, relasi Indonesia dan Korea Utara juga terjalin lewat sebuah bunga. Anggrek dendrobium, yang berasal dari Indonesia, dibudidayakan di Korea Utara dan namanya diubah menjadi Kimilsungia. Munculnya bunga ini di Korea Utara juga didasari atas hadiah Presiden Soekarno kepada Kim Il Sung.

“Indonesia punya sejarah juga dengan Korea Utara. Jakarta juga tempat yang netral. Dialog bisa saja digelar di Jakarta, demi membantu dialog antara Korea Utara dengan dunia,” ujar Ukky.

2. Jadi aset dalam peran sebagai mediator

Profesor Studi Global Seoul National University, Seong Ho Sheen, mengakui posisi Indonesia dalam kajian politis dan historis memang begitu netral. Sikap Indonesia yang aktif dan bebas, dijelaskan Sheen, bisa menjadi sebuah keunggulan dalam proses negosiasi.

“Dari segi sejarah, Indonesia memang sudah punya hubungan diplomatik dengan Korea Utara. Artinya, itu aset yang cukup penting,” kata Sheen.

3. ASEAN juga penting dalam skala regional

Selain itu, Sheen melihat ASEAN, dalam skala organisasi regional, juga bisa berperan dalam mediasi. Pendapat itu dikeluarkan Sheen ketika melihat Presiden Terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, pernah menggelar pertemuan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, di Singapura serta Vietnam.

Bagi Sheen, dengan pertemuan Trump dan Kim Jong Un, sudah menjadi bukti jika ASEAN memiliki peran yang strategis serta netral.

“ASEAN menjadi penting dan itu bisa menjadi potensi bagi Indonesia pula dalam memainkan peranannya,” ujar Sheen.

Sumber: https://www.idntimes.com/news/world/satria-permana-2/pentingnya-indonesia-dalam-mediasi-korea-selatan-dan-utara?page=all

Journalist Network 2024
Semenanjung Korea Memanas, Indonesia Siap Jadi Juru Damai
Peserta Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea mengikuti workshop di Jakarta, Jumat (8/11/2024). (Foto: FPCI)

RM.id  Rakyat Merdeka – Situasi di Semenanjung Korea yang semakin memanas menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap kawasan, termasuk Indonesia. Di tengah kondisi ini, Indonesia dinilai memiliki peluang strategis untuk berperan sebagai “juru damai” dalam menjembatani ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&adk=3789469862&adf=873848573&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1746870125&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=1773395033&ad_type=text_image&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247039%2Fsemenanjung-korea-memanasindonesia-siap-jadi-juru-damai&fwr=0&pra=3&rh=139&rw=555&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjQuMSIsImFybSIsIiIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1IixudWxsLDAsbnVsbCwiNjQiLFtbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzUuMC43MDQ5LjExNSJdLFsiTm90LUEuQnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1Il1dLDBd&dt=1746870125668&bpp=1&bdt=620&idt=-M&shv=r20250507&mjsv=m202505060101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Db8d5566ca8d9d2aa%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYe5KxD4zpBFKmkas-tyxd-ydOVMg&gpic=UID%3D000010b9e048f648%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYj6MQeJTfr4FVIejgBf1BHqKvTkQ&eo_id_str=ID%3D0663ae7cb3d403ef%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DAA-AfjZduKrttoR08UhlJRnXQW_T&prev_fmts=0x0%2C555x280%2C160x400%2C360x280&nras=2&correlator=1780185853289&frm=20&pv=1&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=1327&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=0&eid=95358863%2C95358865%2C95354564%2C95359476&oid=2&pvsid=203904981043262&tmod=1468362024&uas=0&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1408&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=2&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=5&uci=a!5&btvi=4&fsb=1&dtd=239

Hal tersebut disampaikan Koordinator Desk Bilateral Indonesia-Korea (2023-2024) di Direktorat Urusan Asia Timur Kementerian Luar Negeri, Puji Basuki, dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea di Jakarta, Jumat (8/11/2024). Workshop tersebut diselenggarakan oleh Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan tema “Reimagining Indonesia’s Role: Charting a New Path for Inter-Korean Engagement and Regional Stability”. 

Dalam paparannya, Puji mengatakan, sebagai salah satu negara di Asia Tenggara, Indonesia dipandang mampu berkontribusi dalam mencegah konflik di kawasan tersebut agar tidak meluas. Hal ini tak terlepas dari pentingnya Asia Timur bagi Indonesia, yang merupakan wilayah strategis dengan sejumlah mitra dagang dan investasi terbesar bagi perekonomian nasional.

“Jika ada konflik di wilayah ini jelas akan mengganggu pembangunan Indonesia,” kata Puji. 

 Puji menilai, Indonesia akan mampu berkontribusi. Setidaknya untuk mendorong perdamaian di Semenanjung Korea. Kontribusi yang diberikan Indonesia, menurut pria yang karib disapa Ukky itu, bukan tanpa modal. Indonesia memiliki modal kuat sebagai negara yang netral. Sekaligus memiliki hubungan baik dengan Korea Utara ataupun Korea Selatan.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&adk=3789469862&adf=775686328&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1746870125&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=1773395033&ad_type=text_image&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247039%2Fsemenanjung-korea-memanasindonesia-siap-jadi-juru-damai&fwr=0&pra=3&rh=139&rw=555&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjQuMSIsImFybSIsIiIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1IixudWxsLDAsbnVsbCwiNjQiLFtbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzUuMC43MDQ5LjExNSJdLFsiTm90LUEuQnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1Il1dLDBd&dt=1746870125668&bpp=1&bdt=620&idt=1&shv=r20250507&mjsv=m202505060101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Db8d5566ca8d9d2aa%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYe5KxD4zpBFKmkas-tyxd-ydOVMg&gpic=UID%3D000010b9e048f648%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYj6MQeJTfr4FVIejgBf1BHqKvTkQ&eo_id_str=ID%3D0663ae7cb3d403ef%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DAA-AfjZduKrttoR08UhlJRnXQW_T&prev_fmts=0x0%2C555x280%2C160x400%2C360x280%2C555x280&nras=3&correlator=1780185853289&frm=20&pv=1&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=2265&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=0&eid=95358863%2C95358865%2C95354564%2C95359476&oid=2&pvsid=203904981043262&tmod=1468362024&uas=0&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1408&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=2&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=6&uci=a!6&btvi=5&fsb=1&dtd=241

Indonesia dan Korea Selatan memiliki kesepakatan kemitraan strategis ekonomi. Kerja sama di banyak bidang pun terjalin. Untuk bilateral, hubungan Indonesia dan Korea Utara sudah berlangsung sejak 1961. Presiden Soekarno dan Presiden Korea Utara saat itu, Kim Il Sung bersahabat baik. Bahkan, persahabatan itu membuat bunga anggrek dendrobium yang dihadiahkan Soekarno, jadi bunga nasional Korea Utara.

“Bunga yang disebut kimilsungia itu bahkan menjadi lambang persahabatan Indonesia-Korea Utara,” ungkapnya.

Menghadapi situasi di Semenanjung Korea yang memanas, lanjutnya, Pemerintah Indonesia akan memonitor situasi secara hati-hati. Selain itu, Indonesia akan meminta semua pihak untuk menahan diri sembari mendorong dialog.

Dia memperkirakan, total diplomacy bisa dilakukan untuk mendorong perdamaian tetap terjaga di Semenanjung Korea. Langkah-langkah yang lebih memberi dampak kuat bisa dipilih. Tapi, aksi diplomasi lain tetap harus dikerjakan baik secara bilateral, regional, maupun global.

Secara bilateral, Indonesia memiliki peluang dengan memanfaatkan persahabatan yang sudah terjalin lama dengan Korea Utara. Apalagi, Indonesia memiliki kerja sama budaya seperti sekolah menengah Ryulgok di Pyongyang. Di mana sekolah itu disiapkan sebagai sekolah persahabatan Indonesia-Korea Utara. Selain itu, tim sepak bola perempuan U-17 Korea Utara juga mengikuti U-17 Asia Cup di Indonesia tahun ini.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&slotname=7379219380&adk=3792130871&adf=775686328&pi=t.ma~as.7379219380&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=0&lmt=1746870125&rafmt=1&armr=3&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247039%2Fsemenanjung-korea-memanasindonesia-siap-jadi-juru-damai&fwr=0&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjQuMSIsImFybSIsIiIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1IixudWxsLDAsbnVsbCwiNjQiLFtbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzUuMC43MDQ5LjExNSJdLFsiTm90LUEuQnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1Il1dLDBd&dt=1746870125114&bpp=12&bdt=66&idt=99&shv=r20250507&mjsv=m202505060101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Db8d5566ca8d9d2aa%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746863982%3AS%3DALNI_MYe5KxD4zpBFKmkas-tyxd-ydOVMg&gpic=UID%3D000010b9e048f648%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746863982%3AS%3DALNI_MYj6MQeJTfr4FVIejgBf1BHqKvTkQ&eo_id_str=ID%3D0663ae7cb3d403ef%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746863982%3AS%3DAA-AfjZduKrttoR08UhlJRnXQW_T&prev_fmts=0x0&nras=1&correlator=1780185853289&frm=20&pv=1&rplot=4&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=2787&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=0&eid=95358863%2C95358865%2C95354564%2C95359476&oid=2&pvsid=203904981043262&tmod=1468362024&uas=0&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1920&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=1&rsz=o%7C%7CpeEbr%7C&abl=CS&pfx=0&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=2&uci=a!2&btvi=1&fsb=1&dtd=103

Bukan hanya itu, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Park Sang Gil berkunjung ke Indonesia pada 17-19 September 2024. Pilihan Indonesia sebagai tujuan pertama setelah pandemi Covid-19 menandai Indonesia adalah ‘sahabat lama’ dan penting bagi Korea Utara. Indonesia pun bisa segera membuka kembali kedutaan besar di Pyongyang yang tutup pada 2021 karena pandemi Covid-19.

Indonesia, lanjutnya, memiliki beberapa peluang untuk mengaktifkan kembali dialog antara Korea Utara dan Korea Selatan. Salah satunya adalah peringatan 75 tahun Konferensi Asia Afrika pada 2025.

Selain itu, melalui ASEAN, Indonesia bisa mendorong perdamaian terus dipupuk melalui pendekatan kolaborasi sesuai dengan prinsip-prinsip tidak mencampuri (non-interference), penyelesaian damai dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus, serta saling menghargai.

Sejauh ini, Indonesia dikenal netral dalam kaitan dua Korea ini. Karena itu, pertemuan Forum Kawasan ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) di Jakarta pada 2023 turut dihadiri Wakil Menlu Korea Utara. ARF ini juga bisa menjadi salah satu modal untuk mendorong perdamaian di antara kedua Korea.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?gdpr=0&client=ca-pub-4856760029410872&output=html&h=280&adk=3789469862&adf=1785359867&w=555&abgtt=9&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1746870156&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=1773395033&ad_type=text_image&format=555×280&url=https%3A%2F%2Frm.id%2Fbaca-berita%2Finternasional%2F247039%2Fsemenanjung-korea-memanasindonesia-siap-jadi-juru-damai&fwr=0&pra=3&rh=139&rw=555&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJtYWNPUyIsIjE1LjQuMSIsImFybSIsIiIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1IixudWxsLDAsbnVsbCwiNjQiLFtbIkdvb2dsZSBDaHJvbWUiLCIxMzUuMC43MDQ5LjExNSJdLFsiTm90LUEuQnJhbmQiLCI4LjAuMC4wIl0sWyJDaHJvbWl1bSIsIjEzNS4wLjcwNDkuMTE1Il1dLDBd&dt=1746870125670&bpp=1&bdt=623&idt=1&shv=r20250507&mjsv=m202505060101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Db8d5566ca8d9d2aa%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYe5KxD4zpBFKmkas-tyxd-ydOVMg&gpic=UID%3D000010b9e048f648%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DALNI_MYj6MQeJTfr4FVIejgBf1BHqKvTkQ&eo_id_str=ID%3D0663ae7cb3d403ef%3AT%3D1746781976%3ART%3D1746870125%3AS%3DAA-AfjZduKrttoR08UhlJRnXQW_T&prev_fmts=0x0%2C555x280%2C160x400%2C360x280%2C555x280%2C555x280&nras=4&correlator=1780185853289&frm=20&pv=1&u_tz=420&u_his=1&u_h=900&u_w=1440&u_ah=807&u_aw=1440&u_cd=30&u_sd=2&dmc=8&adx=150&ady=3391&biw=1440&bih=720&scr_x=0&scr_y=513&eid=95358863%2C95358865%2C95354564%2C95359476&oid=2&pvsid=203904981043262&tmod=1468362024&uas=1&nvt=1&ref=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F&fc=1408&brdim=0%2C25%2C0%2C25%2C1440%2C25%2C1440%2C807%2C1440%2C720&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&bz=1&td=1&tdf=2&psd=W251bGwsbnVsbCxudWxsLDNd&nt=1&ifi=7&uci=a!7&btvi=6&fsb=1&dtd=31130

Ke depan, lanjutnya, terus membangun kerja sama sosial budaya dengan Korea Utara menjadi penting. Untuk membangun rasa saling percaya. Kehadiran Indonesia melalui pembukaan kembali Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Pyongyang juga sangat diperlukan.

Secara regional, Indonesia bisa bekerja sama dengan ASEAN ataupun dengan China, Jepang, dan Korea Selatan untuk meyakinkan Korea Utara agar melihat perdamaian sebagai prospek. Karena itu, kreativitas untuk membuat narasi yang bisa diterima semua pihak dan membawa semua pihak mau ke meja perundingan, menjadi kunci.

“Indonesia menjadi peacemaker dengan membuka semua jalur komunikasi dengan semua mitra kita, bukan hanya dengan Korea Selatan yang sudah menjadi mitra strategis, melainkan juga dengan Korea Utara,” jelasnya.

Profesor hubungan internasional dari Universitas Nasional Seoul Seong Ho Sheen juga punya pandangan serupa. Dia bilang, Indonesia memiliki sejarah diplomatik yang panjang dengan Korea Utara.

“Indonesia dan Korea Utara bisa memainkan peran yang sangat penting sebagai jembatan antara Korea Utara dan Korea Selatan,” ujar Sheen.

Sheen mengatakan, negaranya saat ini tidak punya jalur komunikasi langsung dengan Korea Utara. Namun, untuk bisa menjadi tuan rumah dan menjadi mediator atau fasilitator Indonesia perlu mengajak bicara terlebih dahulu kepemimpinan dua Korea.

Sheen menilai jika Indonesia, bisa menemukan mitra di Pyongyang dan menghubungkan dengan pihak-pihak terkait di Korsel, bukan tak mungkin dialog perdamaian itu muncul. “Bahkan Indonesia bisa menyediakan semacam tempat di Jakarta dan tempat bagi kedua belah pihak untuk bertemu tepat di lokasi pihak ketiga,” tandasnya.

Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/247039/semenanjung-korea-memanasindonesia-siap-jadi-juru-damai

Journalist Network 2024
Modal “Peacemaker” Indonesia di Semenanjung Korea yang Memanas

Ketegangan di Semenanjung Korea berisiko untuk Indonesia. Melalui hubungan bilateral, regional, ataupun global, Indonesia bisa berperan aktif.

Konflik di Semenanjung Korea, apalagi lokasinya yang relatif dekat dengan Indonesia, jelas akan berpengaruh pada negara ini. Pembangunan Indonesia akan terganggu. Namun, Indonesia bisa berkontribusi menjaga konflik itu tidak pecah.

Tak sebatas Semenanjung Korea, Asia Timur, secara umum, merupakan wilayah yang sangat penting bagi Indonesia. Sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia, mitra dagang dan investasi terbesar Indonesia ada di wilayah itu. Negara-negara tujuan pekerja migran asal Indonesia juga banyak di kawasan tersebut.

”Konflik di wilayah ini jelas akan mengganggu pembangunan Indonesia,” tutur Koordinator Desk Bilateral Indonesia-Korea (2023-2024) di Direktorat Urusan Asia Timur Kementerian Luar Negeri Puji Basuki secara daring dalam workshop bertema ”Reimagining Indonesia’s Role: Charting a New Path for Inter-Korean Engagement and Regional Stability” di Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/modal-peacemaker-indonesia-di-semenanjung-korea-yang-memanas?utm_source=link&utm_medium=shared&utm_campaign=tpd_-_android_traffic

‹ Previous12345678Next ›Last »
Page 4 of 11

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net