• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

2024

Journalist Network 2024
Hyundai Ingin Jadikan Indonesia Pusat Produksi Baterai Mobil Listrik
Hyundai Discovery Trip, kunjungan ke pabrik Hyundai Indonesia(Kompas.com/Donny)

JAKARTA, KOMPAS.com – Produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group berambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai mobil listrik di Asia Tenggara. Sebab, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. “Kami ingin memanfaatkannya (nikel) untuk membuat Indonesia sebagai hub (pusat) produksi baterai di Asia Tenggara. Jadi, kami memang memproduksi mobil, tapi kami juga ingin menjadikan Indonesia sebagai hub untuk memasok baterai,” kata Hendry Pratama Head of New Business Department Hyundai Motor Asia Pasific dalam workshop The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, yang diselenggarakan Korea Foundation bersama FPCI di Jakarta beberapa waktu lalu. Lebih lanjut, Hendry mengatakan, upaya itu mulai direalisasikan dengan membangun fasilitas pabrik sel baterai di Karawang dan battery pack di Bekasi. Adapun fasilitas battery pack, akan diproduksi perusahaan Hyundai Energy Indonesia (HEI). Fasilitas itu merupakan pabrik perakitan sistem baterai pertama milik Hyundai Motor di Asia Tenggara. Hyundai menyuntikan 60 juta dollar AS (sekitar 900 miliar) untuk membangun pabrik ini. Pabrik ini juga disebut akan mempekerjakan lebih dari 150 orang, dengan perkiraan produksi mencapai 50.000 pis setahun.

Cadangan nikel terbesar di dunia

Seperti yang dikatakan Hendry, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Global Data dan US Geological Survey Data, produksi nikel di Indonesia diestimasikan bisa mencapai sekitar 17 miliar ton pada tahun 2023. Sumber daya ini kemudian ingin dimanfaatkan oleh pemerintah, salah satunya dengan mendorong elektrifikasi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Kendati demikian, masih cukup sulit untuk mendorong masyarakat agar mau beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. “Konsumen masih khawatir soal daya tahan baterai yang kemudian berkaitan dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang saat ini jumlahnya masih terbatas,” jelas Nizhar Marizi, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) di acara yang sama. Hendry pun mengamini soal masalah SPKLU. Oleh karena itu, Hyundai berupaya membangun SPKLU demi mendorong adopsi EV. “Saat ini, kami adalah perushaan swasta dan salah satu network (jaringan) EV charging station (SPKLU) terbesar (di indonesia) setelah PLN,” kata Hendry. Hingga Maret 2024, Hyundai telah memiliki 200 SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia. SPKLU ini tidak hanya bisa digunakan oleh mobil keluaran Hyundai, melainkan juga merek lain, berkat penggunaan standar CCS2 (Combined Charging System 2) yang umum digunakan. Selain SPKLU, tantangan lain adalah harga kendaraan listrik yang cukup mahal. Oleh karena itu, Nizhar mengatakan pemerintah mulai memberikan subsidi atau insentif agar masyarakat mau membeli kendaraan listrik. “Sudah dua tahun ini kami ada subsidi untuk yang mau konversi motor BBM (bahan bakar minyak) menjadi motor listrik. Nah, ini sudah dua tahun, tapi targetnya enggak pernah (tercapai). Karena antusiasmenya tak setinggi itu, paling 30-40 persen saja yang tercapai (dari target),” kata Nizhar. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memiliki loyalitas terhadap suatu merek kendaraan dari negara tertentu. Sehingga, mereka memilih untuk menunggu. “Berdasarkan survey, banyak konsumen yang masih menunggu EV dari Jepang,” kata Nizhar. Artikel ini ditulis oleh jurnalis Kompas.com, Wahyunanda Kusuma Pertiwi, sebagai peserta Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea 2024, yaitu program fellowship kerja sama Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Sumber: https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/16/161535015/hyundai-ingin-jadikan-indonesia-pusat-produksi-baterai-mobil-listrik

Journalist Network 2024
RI-Korsel Dorong EV Paralel Transportasi Umum Guna Hindari ‘Green Congestion’
Direktur Energi, Mineral, dan Sumber Daya Tambang Bappenas Nizhar Marizi dan Kepala Departemen Bisnis Baru Hendry Pratama dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diselenggarakan oleh FPCI di Jakarta Selatan. Foto: Tiara Hasna/kumparan

Indonesia dan Korea Selatan semakin memperkuat kerja sama strategis untuk mempercepat transisi energi, khususnya dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

Salah satu fokus utama yang dipaparkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (Bappenas) adalah pentingnya memastikan pengembangan EV berjalan seiring dengan peningkatan kualitas transportasi umum agar tidak terjadi ‘green congestion’.

Hal ini disampaikan oleh Nizhar Marizi, Direktur Energi, Mineral, dan Sumber Daya Tambang Bappenas, dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diadakan oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Selatan, Kamis (10/10).

Menurutnya, meskipun EV berkontribusi terhadap pengurangan emisi, tanpa perbaikan transportasi umum, Indonesia tetap berisiko menghadapi kemacetan yang tak terselesaikan.

“Bappenas ingin transisi ini berjalan paralel. Sebelum EV berkembang, kita sudah mendorong transportasi umum seperti TransJakarta di berbagai kota seperti Makassar dan Surabaya. Karena kita juga enggak mau beralih ke EV emisinya rendah tapi kalau tetap macet bagaimana? Nanti malah jadi ‘green congestion’,” ujar Nizhar diakhiri tawa.

Istilah ‘green congestion’ yang disampaikan Nizhar merujuk pada potensi masalah kemacetan yang akan terjadi jika EV sudah digunakan secara luas. Maksudnya, tanpa perbaikan transportasi umum, masalah lalu lintas tidak terselesaikan, hanya berubah menjadi ‘kemacetan ramah lingkungan’.

Ia berharap, pada 2045, masyarakat tidak hanya beralih ke kendaraan listrik, tapi juga lebih memilih transportasi umum yang efisien dan ramah lingkungan.

Tantangan dalam Adopsi EV dan Pengubahan Perilaku

Meski pemerintah telah memberikan insentif untuk kendaraan listrik, Nizhar menyoroti tantangan terbesar justru terletak pada mengubah perilaku masyarakat.

“Perubahan perilaku itu butuh waktu, tidak bisa tiba-tiba. Kalau kita lihat roadmap net zero emission, BBM akan dibatasi. Pada 2040 atau 2050, mobil yang menggunakan BBM sudah tidak akan ada lagi,” ungkapnya.

Mengubah kebiasaan masyarakat untuk beralih ke EV memerlukan pendekatan bertahap.

“Seeing is believing. Orang perlu melihat infrastruktur dan manfaatnya secara langsung sebelum benar-benar beralih,” tambahnya.

Kepala Departemen Bisnis Baru Hyundai Motor Asia Pasifik, Hendry Pratama, mengamini tantangan tersebut. Ia menekankan pentingnya deregulasi untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung, seperti charging station.

“Regulasi yang ada saat ini menghambat pembangunan stasiun pengisian, karena ada aturan minimal investasi Rp10 milyar per station. Ini yang sedang kita diskusikan agar solusi lebih praktis dapat diterapkan,” jelas Hendry.

Pentingnya Infrastruktur dan Inovasi dalam Ekosistem EV

Dari perspektif industri, Hyundai mengaku terus mengembangkan inovasi dan infrastruktur untuk mendukung ekosistem EV di Indonesia.

Data menunjukkan perusahaan tersebut telah memproduksi IONIQ5 sejak 2022 dan hingga kini berhasil menjual lebih dari 9.000 unit.

“Kami terus membangun infrastruktur pengisian daya, baik di rumah maupun di tempat umum, agar pengguna EV tidak kesulitan,” kata Hendry.

Selain itu, Hyundai juga berfokus pada solusi untuk baterai bekas, termasuk pengembangan teknologi hidrogen hijau.

Hendry pun menekankan pentingnya dukungan pemerintah untuk memperluas infrastruktur pengisian daya dan memberikan insentif bagi produksi baterai berbasis nikel yang dimiliki Indonesia.

“Dengan insentif yang tepat, produsen akan lebih tertarik berinvestasi di ekosistem EV Indonesia,” tambahnya.

Menghadapi Persaingan Global di Pasar EV

Terkait persaingan dengan produsen EV global seperti BYD dari China, Hendry mengakui bahwa pasar EV di ASEAN semakin kompetitif.

“Thailand saat ini memimpin pasar EV di ASEAN, diikuti oleh Indonesia dan Vietnam. Setiap negara punya karakteristik pasar yang berbeda,” jelasnya.

Menurut Hendry, Hyundai siap bersaing melalui inovasi teknologi dan peningkatan kualitas layanan.

“Hyundai memiliki keunggulan dengan teknologi tinggi namun tetap terjangkau, dibandingkan produsen mobil dari Eropa atau Jepang. Kami juga fokus pada pengembangan baterai berbasis nikel dan membangun ekosistem hidrogen,”

katanya.

“Bagi kami (Hyundai), ini bukan hanya soal menjual mobil, tetapi juga tentang mencari solusi hijau yang berkelanjutan untuk Indonesia,” pungkas Hendry.

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/ri-korsel-dorong-ev-paralel-transportasi-umum-guna-hindari-green-congestion-23gop5skLM7/full

Journalist Network 2024
Gencar Penjualan Mobil Listrik di ASEAN, RI Urutan Berapa?
Foto: Mobil Listrik (CNBC Indonesia/Tias Budiarto)

Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan mobil listrik atau electric vehicle (EV) di kawasan Asia Tenggara tengah melonjak. Fenomena ini pun menghadirkan potensi ekonomi yang sangat besar bagi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.

Kepala Departemen Bisnis Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, buka-bukaan terkait volume permintaan EV di kawasan ini. Hal ini disampaikannya dalam diskuis ‘Kemitraan Hijau Indonesia-Korea Selatan: Jalur Strategis dalam Industri Kendaraan Listrik’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Selatan, dikutip Jumat (11/10/2024).

“Kalau kami melihat Asia market, masing-masing itu punya karakteristik sendiri. Tapi kalau dilihat dari sisi demand volume, memang Thailand itu masih nomor satu di ASEAN,” kata Hendry.

Hendry menuturkan Thailand bisa mendominasi pasar ASEAN lantaran memiliki keunggulan kompetitif, di mana sejak dulu sudah banyak perusahaan Jepang yang membangun pabrik mobil di negara tersebut. Bedanya kini mereka sekarang membuat kendaraan listrik.

“Setelah Thailand, nomor dua adalah Indonesia, dan disusul Vietnam, yang sebagaian besar didukung oleh VinFast, brand otomotif yang dibuat oleh perusahaan terbesar di Vietnam,” ujarnya.

“Sementara Singapura secara penetration-nya tinggi, tapi volume perminataannya kecil,” tambahnya.

Jika ditanya terkait ‘pemain’ kendaraan EV di ASEAN, Hendry menuturkan bahwa ini berbeda-beda.

“Nah masing-masing market kalau ditanya playernya siapa, ya of course beda-beda. Kayak di Indonesia dan Thailand itu sudah pasti perusahaan China, berbeda dengan Vietnam yang lebih banyak pemain lokal,” ungkapnya.

Sementara untuk global, Hendry menuturkan China dan Amerika Serikat (AS) masih memegang posisi teratas. Kedua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut menjadi pemain dari industri EV sudah mengadopsi kendaraan listrik lebih awal dibandingkan negara lainnya.

“Jadi kalau global ya of course China sama AS, karena mereka sudah mengadopsi EV terlebih dahulu,” pungkasnya.

Hyundai, salah satu produsen kendaraan asal Korea Selatan, telah memiliki pabrik mobil di Indonesia. Pada Juli lalu, PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) resmi memproduksi mobil listrik Hyundai All New KONA Electric di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Sebagai informasi, nilai investasi pabrik Hyundai di Indonesia ini adalah sekitar US$1,55 miliar atau sekitar Rp25,06 triliun hingga 2030. Pj Bupati Kabupaten Bekasi, Dani Ramdan, mengatakan investasi ini dapat menguntungkan Indonesia, terutama Kabupaten Bekasi karena meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal.

Seiring dengan investasi Hyundai di Indonesia melalui pabrik di Cikarang ini, Dani juga menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi akan memperluas jaringan charging station di wilayahnya. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu menempuh jarak jauh hanya untuk mengisi daya mobil listrik.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241011173559-4-578978/gencar-penjualan-mobil-listrik-di-asean-ri-urutan-berapa

Journalist Network 2024
Kendaraan listrik dalam transformasi ekonomi
Pelanggan mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/10/2024). . ANTARA FOTO/Hasrul Said.

Jakarta (ANTARA) – Cita-cita Indonesia Emas sudah di depan mata. Berbagai aspek krusial dalam pembangunan bangsa ini harus satu jalan menuju arah berdaulat, maju, dan berkelanjutan, sebagaimana Visi Indonesia 2045.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyiapkan peta jalan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, dengan 17 tujuan, 8 agenda pembangunan, dan 45 indikator.

Dari banyaknya agenda tersebut, dua hal yang menjadi sorotan adalah transformasi ekonomi dan ketahanan sosial budaya serta lingkungan. Keduanya kemudian bisa dirinci lagi menjadi tiga aspek utama.

Pertama, produktivitas terkait ilmu pengetahuan teknologi, inovasi, dan ekonomi. Kedua, penerapan ekonomi hijau. Ketiga, kualitas lingkungan dan masyarakat.

Tujuan terdekat dari transformasi ekonomi, sebenarnya, adalah menjadi game changer untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).

Dengan tujuan itu pula, transformasi ekonomi akan dijalankan secara bertahap hingga 20 tahun mendatang dalam empat tahapan. Setiap tahapan tercakup dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) lima tahunan.

“Tahap pertama yang kita harapkan untuk tahun 2025-2029 adalah penguatan pondasi bagi transformasi ini,” tutur Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Bappenas Nizhar Marizi dalam lokakarya bagi jurnalis yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation.

Pemerintahan Presiden Jokowi memfokuskan caranya pada hilirisasi untuk tiga kelompok sumber daya alam, yakni pertanian-perkebunan-perhutanan, pertambangan, dan kelautan. Dari ketiganya, yang belakangan sangat populer adalah hilirisasi tambang.

Program ini akan terus digalakkan pada pemerintahan mendatang. Asta Cita, delapan butir misi yang dibawa oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto, mencantumkan kelanjutan hilirisasi dan industrialisasi “untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.”


Ekosistem EV

Nilai tambah diberikan pada sejumlah mineral unggulan yang melimpah di Tanah Air. Karena itu, pemerintah bersikap “galak” dengan menyetop ekspor mineral mentah. Pertama, nikel pada 2020. Dilanjutkan dengan bauksit pada 2022 dan tembaga pada 2023.

Mesin transformasi ekonomi berbentuk hilirisasi tambang ini secara hitung-hitungan mampu melipatgandakan nilai ekspor dengan sangat signifikan, bahkan lebih dari 11 kali lipat.

Ekspor produk berbahan baku nikel mencatatkan 34,5 miliar dolar AS (Rp537 triliun) pada 2023, padahal tiga tahun sebelumnya nikel “hanya” laku 2,9 miliar dolar AS (Rp45 triliun), demikian menurut penuturan Presiden Jokowi dalam acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Pertambangan dan Energi, belum lama ini.

Pencarian nilai tambah nikel itu terus meningkat hingga memunculkan cita-cita Indonesia sebagai negara pemasok baterai kendaraan listrik (EV).

Gayung bersambut. Juli silam, pabrik sel baterai pertama dan terbesar se-Asia Tenggara diresmikan di Karawang atas investasi bersama dari Hyundai Motor Group dengan LG Energy Solution. Keduanya asal Korea Selatan.

Indonesia meyakini kerja sama besar tersebut akan tercatat sebagai tonggak sejarah yang menempatkan negara ini sebagai salah satu pemain dalam ekosistem kendaraan listrik global.

Kepala Departemen Bisnis Hyundai Motor Asia Pasifik, Hendry Pratama, dalam lokakarya FPCI dan Korea Foundation mengungkpkan bahwa Hyundai juga meyakini pembangunan rantai pasok ini akan mengamankan pasar EV di kawasan ASEAN.

Sejalan dengan aspek ekonomi yang disasar itu, tidak dikesampingkan pula target nol emisi Indonesia 2060. Artinya, aspek penyelamatan planet bumi juga berkelindan di dalam pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik.

Hal yang coba dilakukan untuk terus bergerak maju adalah lebih banyak hilirisasi, termasuk untuk membangun infrastruktur pengisian daya EV hingga daur ulang dan penggunaan kembali baterainya.

Sejauh ini, Hyundai memiliki stasiun pengisian baterai EV terbanyak kedua di Indonesia setelah PLN, dengan penempatan di lebih dari 150 lokasi.

Meskipun EV adalah salah satu jenis kendaraan terbersih dan juga solusi mobilitas yang berkelanjutan, baterainya tetap saja berpotensi menjadi limbah atau masalah lingkungan lain di masa mendatang.

Teknologi kendaraan listrik saat ini memang relatif telah maju, namun masih perlu kajian dan regulasi lebih lanjut mengenai siklus hidup baterai EV.

Idealnya, dalam 10-15 tahun penggunaannya, baterai EV yang dibuat dari bahan tambang mentah itu bisa dimanfaatkan kembali untuk penggunaan yang sama atau penggunaan lain dengan cara diekstrak bahan mentahnya.

Inilah pekerjaan rumah (PR) yang mesti dikerjakan oleh Indonesia, juga negara mitranya—Korea Selatan, sebagai bagian dalam membangun ekosistem EV di tengah kerangka ekonomi hijau.


Proyek Bali

Bersamaan dengan pencarian solusi masa depan tersebut, Indonesia terus melakukan aksi dalam membangun ekosistem EV di Tanah Air. Korea Selatan menjadi rekan yang cocok untuk hal ini.

Proyek bernama Bali E-Mobility disepakati pada Desember 2023 antara Bappenas dengan Kementerian Lingkungan Korea Selatan serta Global Green Growth Institute (GGGI) sebagai eksekutor.

Anggaran dana yang dikucurkan mencapai 11 miliar Won Korea (Rp126 miliar) untuk membangun peta jalan dan sistem transportasi hijau di Bali, dengan durasi waktu selama 4,5 tahun, berakhir pada Desember 2027.

Tak hanya itu, di akhir proyek ini nanti Pemerintah Korea Selatan akan menyalurkan hibah berupa bus listrik kepada Pemerintah Daerah Bali, untuk digunakan sebagai transportasi umum.

Bagaimanapun, kerja-kerja yang dilakukan sebagai bagian dari pengarusutamaan kendaraan listrik dalam kerangka transformasi ekonomi ini harus berlanjut, sekalipun tak lama lagi Indonesia akan menghadapi transisi pemerintahan.

Setidaknya, nilai tersebut mesti terus dipegang, tidak lain kembali pada target pencapaian usia 100 tahun Indonesia, yakni menjadi negara berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/4400741/kendaraan-listrik-dalam-transformasi-ekonomi?utm_source=antaranews&utm_medium=mobile&utm_campaign=latest_category

Journalist Network 2024
Ragam Cara Hyundai Demi Rayu Konsumen Pakai Mobil Listrik

Program elektrifikasi memang banyak tantangannya

Jakarta, IDN Times – PR Indonesia dalam menjalani proyek elektrifikasi dalam kendaraan masih banyak. Selain membangun infrastruktur pendukung yang lebih banyak, menggeser selera dan membongkar pola pikir masyarakat di Indonesia menjadi tugas lain bagi para pemangku kepentingan di Indonesia

Bukan perkara mudah buat mengubah kebiasaan konsumen Indonesia dalam preferensi kendaraan. Sebab, mereka sudah begitu lama menggunakan kendaraan konvensional dengan bahan bakar fosil.

Kemudian, banyaknya mitos yang beredar masih menjadi kendala utama dalam memassalkan mobil listrik di Indonesia.

1. Harus bekerja keras

Head of Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, mengakui harus bekerja keras demi bisa memberikan edukasi kepada masyarakat di Indonesia. Tapi, dia yakin kebiasaan masyarakat Indonesia bisa tergeser.

“Gak mudah memang, butuh waktu. Tapi, kami punya keyakinan semua bisa terpenuhi. Hyundai juga saat ini terus membangun infrastruktur yang bisa mendukung elektrifikasi kendaraan di masa mendatang, demi mewujudkan program Net Zero Emission,” kata Hendry dalam workshop Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation, di kawasan Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

2. Masuk ke harga tengah

Harga menjadi masalah lain dalam penggunaan mobil listrik di Indonesia. Banderol mobil listrik di Indonesia minimal Rp300 jutaan untuk mobil. Motor listrik sudah banyak beredar, namun harganya juga terbilang tinggi. Terbaru, Honda mengeluarkan dua motor listrik yang harga tertingginya bisa mencapai Rp50 jutaan.

Hendry menyatakan Hyundai memang punya niatan untuk mengeluarkan produk yang ramah kantong, terutama bagi kelas menengah. Namun, harus ada perhitungan matang, lantaran Hyundai punya standar tertentu dalam urusan keamanan.

“Kami ada standar. Bedanya, pemain China cepat, grasak-grusuk, tapi jadi. Kemudian, ada Jepang yang teratur. Nah, Korea, kami ada di tengahnya, gak terlalu cepat, tidak lambat juga, dalam hal menghadirkan teknologi,” kata Hendry

Terkait harga, Hendry menyatakan ada strategi Hyundai adalah menempatkan diri di tengah. Dengan teknologi yang dimiliki, menurut Hendry, Hyundai enggan masuk ke level harga setara dengan pabrikan Jepang.

“Kami masuk ke pasar di mana orang bisa menikmati teknologi, kualitas, tapi tak semahal mobil Jepang atau Eropa,” ujar Hendry.

3. Bikin program sewa

Hyundai punya satu cara yang tak biasa dalam upaya memassalkan mobil listrik. Mereka, dibocorkan Hendry, bakal melancarkan proyek sewa dalam upaya sosialisasi dan edukasi mobil listrik.

“Mudah-mudahan bisa jadi kebiasaan pengguna di Indonesia,” kata Hendry.

Sumber: https://www.idntimes.com/automotive/car/satria-permana-2/ragam-cara-hyundai-demi-rayu-konsumen-pakai-mobil-listrik?page=all

Journalist Network 2024
Jalan Terjal Proyek Kendaraan Elektrifikasi di Indonesia

Butuh waktu demi menciptakan ekosistem EV di Indonesia

Jakarta, IDN Times – Program elektrifikasi kendaraan dalam semua lini tak mudah untuk dilaksanakan di Indonesia. Bukan tanpa alasan, karena banyak tantangan yang dihadapi oleh pemerintah hingga brand-brand kendaraan yang fokus pada lini electric vehicle (EV).

Pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap EV yang masih minim, keraguan, hingga infrastruktur, menjadi masalah psikologis yang harus didobrak oleh pemerintah hingga brand. Selain itu, infrastruktur pendukung seperti charging station, juga menjadi problem lainnya dalam upaya elektrifikasi kendaraan di Indonesia.

1. Loyalitas ke brand Jepang jadi salah satu kendala

Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Bappenas, Nizhar Marizi, menyatakan program elektrifikasi memang terkendala pula lewat stigma masyarakat Indonesia soal kendaraan. Selama ini, menurut Nizhar, ada fanatisme tertentu dari masyarakat Indonesia terkait kendaraan, yakni terlalu bergantung pada produksi Jepang.

Padahal, sebenarnya kendaraan elektifikasi di Indonesia lebih banyak dihadirkan oleh pabrikan Korea Selatan dan China.

“Kita gak bisa menyalahkan, karena itu memang stigmanya. Ada loyalitas tertentu dari masyarakat terhadap kendaraan Jepang,” ujar Nizhar dalam workshop Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation, di kawasan Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

2. Butuh waktu ubah kebiasaan

Head of Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, sepakat dengan Nizhar. Selera dan loyalitas konsumen memang butuh waktu untuk diubah. Sebab, selama ini konsumen sudah dimanjakan dengan pilihan mobil konvensional merek tertentu.

Tapi, Hendry yakin edukasi yang dilakukan secara berkala bisa mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia dan memunculkan kepercayaan terhadap kendaraan elektrifikasi.

“Gak mudah memang, butuh waktu. Tapi, kami punya keyakinan semua bisa terpenuhi. Hyundai juga saat ini terus membangun infrastruktur yang bisa mendukung elektrifikasi kendaraan di masa mendatang, demi mewujudkan program Net Zero Emission,” kata Hendry.

3. Masalah banderol jadi faktor utama

Masalah harga menjadi faktor lain, dan penentu dalam pemilihan masyarakat terhadap kendaraan. Hingga kini, EV masih mahal harganya.

Setidaknya, kocek yang harus disiapkan konsumen untuk bisa memiliki EV, minimal Rp300 jutaan untuk mobil. Motor listrik sudah banyak beredar, namun harganya juga terbilang tinggi. Terbaru, Honda mengeluarkan dua motor listrik yang harga tertingginya bisa mencapai Rp50 jutaan.

Hyundai, selaku pemain dalam EV di Indonesia, menegaskan memang punya niatan untuk mengeluarkan produk yang ramah kantong, terutama bagi kelas menengah. Namun, harus ada perhitungan matang, lantaran Hyundai punya standar tertentu dalam urusan keamanan.

“Kami ada stanndar minimal dalam standar keamanan. Ada rencana, tapi kami harus memenuhi standar yang ditetapkan,” ujar Hendry.

Sementara, terkait subsidi yang diberikan pemerintah, memang ada kesulitan tersendiri yang muncul. Nizhar mengakui, program konversi motor konvensional ke listrik, sering tak tercapai lantaran masih adanya keraguan dari pengguna.

“Jadi, kami terus pikirkan, mau apa strategi selanjutnya. Program konversi ini selalu tak mencapai target, dan harus dibuat skemanya yang paling efektif,” kata Nizhar.

Sumber: https://www.idntimes.com/automotive/car/satria-permana-2/jalan-terjal-proyek-kendaraan-elektrifikasi-di-indonesia?page=all

Journalist Network 2024
Bus Listrik Korea Melaju di Bali pada 2025

Bus listrik hasil kerja sama Indonesia-Korea direncanakan melaju di Bali pada tahun 2025.

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan ekosistem kendaraan listrik bagi layanan transportasi publik di Bali atau Bali e-mobility memasuki tahap finalisasi. Diperkirakan, pertengahan 2025, serah terima bus listrik dan juga stasiun pengisian daya bisa dilakukan.
”E-mobility on progress, finally kami sudah bereskan institutional set up-nya karena akan ada hibah e-bus yang mesti dipastikan kepemilikan, operasionalisasi, dan maintenance-nya,” tutur Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Vivi Yulaswati kepada Kompas, Jumat (13/12/2024).

Nizhar Marizi, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas menambahkan, mekanisme hibah masih difinalisasi karena kerja sama ini lintas kementerian. Penerima hibah adalah Kementerian Perhubungan untuk bus listriknya, sedangkan untuk stasiun pengisian daya (charging station) adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/bus-listrik-korea-melaju-di-bali-pada-2025?utm_source=link&utm_medium=shared&utm_campaign=tpd_-_android_traffic

Journalist Network 2024
Indonesia Eyes 400,000 EVs by 2025, Faces Market Challenges

SEAToday.com, Jakarta – Indonesia remains determined to achieve its goal of 400,000 electric vehicles (EVs) on the road by 2025, despite slow adoption due to key market challenges.

Nizhar Marizi, Director of Energy, Minerals, and Mining Resources at Bappenas, highlighted battery reliability, limited charging infrastructure, high costs, and loyalty to specific brands as barriers during the “Indonesia-South Korea Green Partnership” forum on October 10, 2024, organized by the Korea Foundation and the Indonesian Next Generation Journalist Network. 

According to state utilities PLN and Pertamina surveys, concerns over battery reliability and the limited availability of charging stations—particularly on toll roads—are among the primary reasons for the sluggish uptake. “In Indonesia, private vehicles are not just for commuting but are widely used for long-distance travel,” Marizi noted.

Although the government introduced a subsidy program in 2022 offering IDR 7 million (USD 450) per EV, it has only met 40% of sales targets. Marizi indicated plans to expand subsidies to include maintenance infrastructure and technician training to boost consumer confidence.

Meanwhile, Head of Business Development at Hyundai Motor Asia Pacific Hendry Pratama stressed the need for a strong EV ecosystem, including production and after-sales support. Meanwhile, regulatory hurdles have slowed charging station (SPKLU) development. Current regulations require private investors to commit IDR 10 billion (USD 650,000) per SPKLU, prompting calls for deregulation to attract more investors.

With 2,500 SPKLUs installed as of August 2024, the government aims to reach 10,000 by 2025, hoping expanded infrastructure will ease concerns and accelerate EV adoption.

Sumber: https://business.seatoday.com/alvin-qobulsyah/11375/indonesia-eyes-400000-evs-by-2025-faces-market-challenges

Journalist Network 2024
Tantangan Orang Indonesia Enggan Beli Kendaraan Listik

Salah satu tantangan utama yang dialami masyarakat soal menggunakan kendaran listrik adalah daya tahan baterai.

Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Nizhar Marizi (batik), dan Head of New Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific Hendry Pratama (jas hitam) pada lokakarya bagi jurnalis yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, 10 Oktober 2024/FPCI

TEMPO.CO, Jakarta – Mengubah penggunaan kendaraan konvensional dengan mengadopsi kendaraan listrik masih menjadi tantangan di Indonesia. Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) Nizhar Marizi mengatakan salah satu tantangan utama yang dialami masyarakat soal men

ggunakan kendaran listrik adalah karena baterai. “Masyarakat masih khawatir soal daya tahan baterai mobil listrik,” katanya dalam lokakarya bagi jurnalis yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, awal Oktober 2024.

Nizhar mengingatkan bahwa pengguna mobil di Indonesia tidak hanya menggunakan mobil mereka untuk keperluan bekerja di tengah kota saja dan jarak dekat saja. Kendaraan pribadi masih banyak pula digunakan masyarakat untuk bertemu dengan sanak keluarga saat mudik lebaran. Sebagai contoh, sebuah hal umum bagi warga Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi menggunakan kendaraan bermotor mereka untuk dibawa pulang kampung ke Padang, Sumatera Barat atau bahkan liburan ke Bali.

Tidak heran banyak diantara mereka masih khawatir bila mobil dibawa ke luar kota apakah mobil akan bertahan. Bagaimana pula daya tahan baterai serta ketersediaan pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Kita tahu saat ini jumlah SPKLU masih sangat terbatas. Belum lagi biasanya pengisian daya itu hanya tersedia di dalam kota saja.

Tantangan lain yang kerap dikeluhkan masyarakat adalah soal harga. Nizhar mengatakan masyarakat kerap menyayangkan masih tingginya harga kendaraan listrik. Pemerintah pun mencoba untuk menawarkan solusinya. Pemerintah pun memberikan insentif dan subsidi untuk mendorong permintaan kendaraan listrik di Indonesia. 

Menurut Nizhar dalam dua tahun terakhir, pemerintah sudah menawarkan subsidi ini kepada masyarakat yang ingin mengkonversi kendaran bermotor mereka menjadi kendaraan listrik. Sayang walau penawaran subsidi ini sudah berlaku dua tahun terkahir, namun peminatnya masih saja rendah. “Antusiasmenya tidak setinggi itu, paling hanya 30-40 persen aja dari target,” katanya.

Pemerintah pun, kata Nizhar, sudah bekerja sama dengan para tokoh publik. Harapannya ketika masyarakat melihat para tokoh publik mengendarai mobil listrik, mereka akan tergerak untuk ikut menggunakannya juga.”Manusia kan seing is beliving (melihat adalah mempercayainya) ya, jadi kalau lihat ada yang pakai duluan, baru mereka mau pakai,” kata Nizhar. 

Nizhar menambahkan bahwa Agenda Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali juga menjadi salah satu momen agar masyarakat melihat penggunaan mobil listrik oleh para tokoh publik. Saat itu, ada 962 unit kendaraan listrik yang didukung produsen Hyundai, Toyota, dan Wuling. 

Tantangan lain, kata Nizhar, yang membuat masyarakat Indonesia belum meilirik mobil listrik adalah karena masih banyak yang loyal untuk menggunakan kendaraan dari negara tertentu, seperti Jepang. “Berdasarkan survey, banyak konsumen yang masih menunggu EV dari Jepang,” kata Nizhar. 

Masalahnya, saat ini mobil listrik dari Jepang, masih sedikit jumlahnya di Indonesia. Salah satu produksen asal Jepang yang sudah merilis mobil listriknya di Indonesia adalah Toyota. 

Head of New Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific Hendry Pratama. “”Saat ini, kami adalah perusahaan swasta dan salah satu network (jaringan) EV charging station (stasiun pengisian daya) terbesar (di indonesia) setelah PLN,” kata Hendry. Hingga Maret 2024, Hyundai telah memiliki 200 SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia. SPKLU ini tidak hanya bisa digunakan oleh mobil keluaran Hyundai, melainkan juga merek lain, berkat penggunaan standar CCS2 (Combined Charging System 2) yang umum digunakan.

Sumber: https://www.tempo.co/gaya-hidup/tantangan-orang-indonesia-enggan-beli-kendaraan-listik–1178836

Journalist Network 2024
Meminimalkan Dampak Lingkungan dari Mimpi Hilirisasi
Pekerja berjalan di dekat kontainer yang mengangkut sel baterai di pabrik baterai kendaraan listrik PT Hyundai LG Industry (HLI) Green Power usai diresmikan di Karawang, Jawa Barat.(Antara Foto)

Pemerintah Indonesia gencar mendorong elektrifikasi kendaraan dengan penggunaan electric vehicle (EV) sebagai upaya mengurangi emisi karbon. Namun, isu keberlanjutan dan dampak lingkungan dari hilirisasi nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, tidak bisa dikesampingkan.

Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas Nizhar Marizi mengatakan agar semakin memperluas penggunaan kendaraan listrik, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).

“Tujuannya kita ingin mengurangi emisi, dari sisi pemerintah dengan beralih tidak menggunakan minyak. Itu sekaligus juga menurunkan subsidi (bahan bakar minyak/BBM) yang semakin jadi beban. Penggunaan EV bisa membantu,” ujar dia dalam lokakarya bertajuk Indonesia-South Korea Partnership Green Partnership : Strategic Pathway in the EV Industry yang diselenggarakan oleh The Korea Foundation dan Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, di Jakarta, kemarin.

Nizhar menuturkan hilirisasi menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah. Bahkan, itu terangkum dalam visi-misi Presiden terpilih Prabowo Subianto yang disebut sebagai Asta Cita. Namun, tidak bisa dipungkiri, industri nikel memerlukan unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk daya menjalankan smelter. Berdasarkan hasil perhitungan World Resources Institute (WRI), terang Nizhar, hilirisasi nikel menghasilkan gas rumah kaca yang besar sekitar 154,3 juta ton.

“Karena itu, kami memformulasikan roadmap untuk dekarbonisasi industri nikel. Salah satu tantangan terbesar ialah menggantikan PLTU. Kita sudah punya strategi menggantinya dengan gas (hidrogen). Tetapi ini membutuhkan  finansial dan infrastuktur yang besar sebab (cadangan migas) Masela belum sepenuhnya dikembangkan,” papar Nizhar.

Ambisi pemerintah Indonesia untuk menjadi pusat industri baterai kendaraan listrik dibayangi dampak sosial seperti munculnya wilayah-wilayah kumuh di sekitar tambang nikel hingga konflik masyarakat yang ruang hidupnya terganggu akibat keberadaan tambang tersebut. Nizhar mengakui perlu ada evaluasi khususnya dalam hal pemberian izin, pengawasan, dan penerapan regulasi.

“ (Untuk) pencemaran (lingkungan) sudah ada baku mutunya, pengawasannya yang masih kurang termasuk dari sisi industri. Kita sedang diupayakan dengan pemerintah daerah (pemda) jangan sampai pemda dari sisi kewenangan tidak diberi mandat (terkait pengawasan dan perizinan),” papar dia.

Menurutnya Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja menarik kewenangan pemda dalam pemberian izin usaha pertambangan pada pemerintah pusat serta mereduksi pengawasan limbah oleh pemda. Hal ini dinilai menimbulkan masalah.

“Pemda tidak memiliki infrastruktur dasar. Mencuatnya masalah limbah menjadi tantangan kita bagaimana menyiapkan pemda agar lebih bertanggung jawab tidak hanya menikmati manfaat ekonomi dari hilirisasi,” ujar Nizhar.

Sementara itu, perusahaan mobil asal Korea Selatan Hyundai Motors memprioritaskan pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai di Indonesia. Sebab, Indonesia diyakini dapat menjadi pasar sekaligus hub bagi industri baterai EV untuk ASEAN. Untuk mewujudkannya, investasi digelontorkan dengan pembangunan  PT. Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, di  Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat yang telah diresmikan Juli 2024. Itu merupakan pabrik sel baterai EV pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Head of New Business Department Hyundai Motors Asia Pasific Hendry Pratama menyampaikan pihaknya saat ini fokus pengembangkan ekosistem rantai nilai kendaraan listrik. 

Baca juga : Indonesia dan Australia Jalin Kerja Sama Dorong Industri Kendaraan Listrik 

“Kami berkeinginan mengembangkan infrastruktur EV mulai dari stasiun pengisian baterai kendaraan elektrik, bagaimana daur ulang baterainya, hingga penanganan limbahnya,” ujar Hendry.

Masa pakai baterai mobil listrik secara umum berkisar antara 10–15 tahun. Setelah itu, akan menjadi limbah. Hendry mengatakan pihaknya tengah menggandeng akademisi serta universitas untuk menginisiasi  pilot project bagaimana mengelola limbah baterai kendaraan listrik. Opsi lain juga tengah dijajaki untuk mendorong industri mobil yang lebih ramah lingkungan. 

“Upaya yang saat ini tengah dilakukan juga tidak hanya pengembangan ekosistem kendaraan listrik, tapi kendaraan berbahan bakar hidrogen sebagai salah satu solusi energi yang lebih hijau. Kami mengembangkan bus dan truk berbahan bakar hidrogen,” ungkapnya. (H-3)

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/708337/meminimalkan-dampak-lingkungan-dari-mimpi-hilirisasi

« First‹ Previous2345678910Next ›Last »
Page 6 of 11

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net