• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

September 10, 2023

Journalist Network 2023
Indonesia ingin belajar dari Korea tentang pembangunan ibu kota baru

Deputi Direktur Asia Timur Kemlu RI Vahd Nabyl A Mulachela (kanan) dan dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin (kiri) menjadi pembicara dalam lokakarya “Building Bridges: Assessing the Past and Shaping the Future of Indonesia-Korea Relations” di Jakarta, Rabu (2/8/2023). (ANTARA/Yashinta Difa)

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia berharap bisa memperkuat kerja sama dengan Korea Selatan untuk pembangunan ibu kota baru, Nusantara, yang berlokasi di Kalimantan Timur.

Menurut Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela, Indonesia bisa belajar dari pengalaman Korea yang juga pernah memindahkan ibu kota administratifnya dari Seoul ke Sejong.

“Jadi dalam proses Indonesia membuat dan mendesain ibu kota baru, telah dilakukan sejumlah konsultasi di antara otorita IKN dan pihak Korea yang ternyata cukup terbuka untuk membagikan pengalaman dan praktik terbaik mereka,” tutur Nabyl dalam lokakarya mengenai hubungan Indonesia-Korea di Jakarta, Rabu.

Kerja sama juga dijalin kedua negara untuk pembangunan infrastruktur air bersih di IKN, yang dari pihak Indonesia proyeknya ditangani oleh Kementerian PUPR.

Indonesia dan Korsel telah menandatangani 102 nota kesepahaman (MoU) terkait pembangunan ibu kota baru, termasuk di antaranya pembangunan saluran irigasi yang sejauh ini pembangunannya sudah mencapai 20 persen.

Selain proyek irigasi, perusahaan konstruksi asal Korsel juga menjajaki kemungkinan kerja sama pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang akan dilakukan setelah pemerintah Indonesia menyelesaikan isu pembebasan lahan.

Korsel  memiliki pengalaman dalam membangun pusat administrasi bernama Kota Sejong, yang terletak 120 kilometer dari Seoul.

Sejong didirikan pada tahun 2007 sebagai ibu kota baru Korsel di wilayah Chungcheong Selatan dan Provinsi Chungcheong Utara untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di ibu kota saat ini dan kota terbesar, Seoul, serta mendorong investasi di bagian tengah negara tersebut.

Sejak 2012, pemerintah Korea Selatan telah merelokasi banyak kementerian dan lembaga ke Sejong, tetapi banyak lainnya masih berlokasi di kota lain, terutama Seoul, di mana Majelis Nasional, Kantor Kepresidenan, dan badan pemerintah penting lainnya tetap ada.

Dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin menyebut pengalaman negaranya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, terutama di bidang konstruksi, teknik, dan transportasi.

Kedua negara juga menurutnya bisa bekerja sama dalam inisiatif penelitian dan pengembangan bersama yang mengarah pada kemajuan teknologi dan berbagi ilmu pengetahuan di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, antara lain kecerdasan buatan, bioteknologi, serta ekonomi hijau.

“Prioritas Indonesia dalam pembangunan infrastruktur menghadirkan peluang yang sangat baik bagi perusahaan Korea untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek besar, terutama terkait ibu kota masa depan, Nusantara,” ujar Shin.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3663981/indonesia-ingin-belajar-dari-korea-tentang-pembangunan-ibu-kota-baru

Journalist Network 2023
Ekonomi hijau jadi prioritas kerja sama Indonesia-Korsel di masa depan

Deputi Direktur Asia Timur Kemlu RI Vahd Nabyl A Mulachela menyampaikan paparan dalam lokakarya “Building Bridges: Assessing the Past and Shaping the Future of Indoensia-Korea Relations” di Jakarta, Rabu (2/8/2023). (ANTARA/Yashinta Difa)

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia menetapkan ekonomi hijau sebagai salah prioritas dalam kerja sama dengan Korea Selatan di masa depan.

“Indonesia mempunyai target untuk mengembangkan ekonomi hijau, sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa tetap memperhatikan kelestarian lingkungan—dan bagaimana Korea bisa berkontribusi dalam proses tersebut,” kata Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela dalam lokakarya mengenai hubungan Indonesia-Korea di Jakarta, Rabu.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu, dia memaparkan tiga tantangan utama yang ingin ditangani melalui kerja sama di bidang ekonomi hijau yaitu soal perubahan iklim, meningkatnya polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Ia mencatat bahwa Indonesia dan Korsel bersama-sama mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terutama yang terkait dengan ekonomi hijau.

Kedua negara juga telah berupaya memperluas kerja sama melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang investasi hijau yang ditandatangani kementerian/lembaga terkait ketika kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Korsel tahun lalu.

“Pada dasarnya kerja sama ini bertujuan untuk menangani masalah lingkungan melalui mitigasi dan adaptasi,” kata Nabyl.

Korsel disebutnya terus gencar menawarkan kerja sama untuk memitigasi emisi karbon, dengan menjalin MoU tentang perdagangan karbon.

Namun, ujar dia, saat ini Indonesia perlu merampungkan aturan di dalam negeri mengenai perdagangan karbon sebelum bisa bergabung dalam jaringan perdagangan karbon global.

“Perubahan iklim adalah salah satu aspek yang Korsel ingin kerja samakan dengan negara lain, termasuk dengan Indonesia sebagai mitra prioritas,” tutur Nabyl.

Sementara itu, dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin menilai pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) menjadi sektor paling menonjol dalam kerja sama Indonesia-Korsel.

Dalam hal ini, dia merujuk pada investasi yang ditanamkan oleh perusahaan otomotif Korsel, Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution, untuk membangun pabrik produksi baterai EV dengan total investasi 1,1 miliar dolar AS (sekitar Rp16,7 triliun).

Pembangunan pabrik direncanakan selesai pada 2023, dan pada semester pertama 2024 akan memproduksi baterai untuk mobil listrik Hyundai dan Kia.

“Mereka akan membantu Indonesia memproduksi dan menjual mobil listrik di dalam negeri, dalam skala besar,” kata Shin.

Pemerintah Korsel juga mendukung upaya Indonesia dalam mengembangkan infrastruktur EV, dengan hibah 15 juta dolar AS (sekitar Rp227,8 miliar) kepada Pemerintah Indonesia untuk pelaksanaan proyek tersebut.

Ketika mengunjungi Indonesia pada Mei lalu, Wakil Menteri Pertama Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Jang Young-jin bahkan mengatakan bahwa kerja sama dalam industri EV adalah “kunci dalam industri masa depan” kedua negara.

Ia meyakini Indonesia akan menjadi pusat EV di kawasan Asia dengan investasi yang dilakukan oleh perusahaan otomotif dan baterai yang memimpin pasar Korsel.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3663876/ekonomi-hijau-jadi-prioritas-kerja-sama-indonesia-korsel-di-masa-depan

Journalist Network 2023
Investor Korsel Lebih Tertarik Investasi di Vietnam daripada Indonesia

Presiden Jokowi bertemu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times – Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin, mengungkap bahwa nilai perdagangan Indonesia-Korea Selatan (Korsel) masih kalah jauh dengan nilai perdagangan Vietnam-Korsel.

Jae Hyeok menuturkan, pada 2021 perdagangan Vietnam-Korsel mencapai 80,7 miliar dolar AS (sekitar Rp1,2 kuadriliun). Sementara nilai perdagangan Indonesia-Korsel di tahun yang sama hanya 19,3 miliar dolar AS (sekitar Rp292 triliun).

“Menurut saya ini adalah tantangan bagi hubungan Indonesia-Korea, bahwa perdagangan Korea masih terkonstrentasi kepada Vietnam,” kata Jae Hyeok pada workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

“Dan ini juga yang menjadi pertanyaan banyak pakar dan para ahli di Korea, kenapa Vietnam? Kenapa perusahaan swasta Korea dan pemerintah berfokus pada Vietnam? Padahal populasi Vietnam tidak sebanyak Indonesia. Hubungan mereka juga baru 30 tahun, sedangkan Korea-Indonesia sudah 50 tahun,” tambahnya.

1. Alasan Indonesia bisa kalah dari Vietnam

Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin (Dok. FPCI)

Lebih lanjut, Jae Hyeok menjelaskan mengapa Indonesia bisa kalah dari Vietnam, yang notabennya masih sama-sama negara Asia Tenggara. Pemerintah Vietnam dinilai sangat aktif mencari investor asing, dengan menawarkan beragam insentif demi mendatangkan foreign direct investment (FDI).

Alhasil, banyak perusahaan Korsel yang membangun pabrik di Vietnam, bahkan ada pabrikan yang 35 persen produk ekspornya dibuat di Vietnam. Menurut Jae Hyeok, hal itu bagus untuk meningkatkan ekonomi jangka pendek, namun bisa menjadi bumerang bagi Vietnam untuk jangka panjang.

“Karena kebijakan itu tidak membantu perkembangan perusahaan domestik, justru malah menguntungkan perusahaan asing. Ini yang menurut saya sangat dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia. Di satu sisi mereka ingin mendatangkan investor asing, di sisi lain mereka membatasi akses investor asing agar tidak terlalu tergantung dan supaya produk domestik bisa berkembang,” papar dia.

2. Masa depan ekonomi Indonesia-Korsel cerah

ilustrasi mata uang Korea Selatan won Pixabay.com/@manseok_Kim

Kendati nilai perdagangan terpaut jauh, Jae Hyeok menilai bahwa prospek ekonomi Indonesia-Korsel sangat cerah. Bukan saja karena kedua pemerintah baru menerapkan Indonesia-Korea Comprehensive Partnership Agreement (IK-CEPA) per 1 Januari 2023, tapi juga karena kesamaan nilai dan kepastian berbisnis di Indonesia.

Jae Hyeok menyebut demokrasi sebagai sistem terbaik untuk berbisnis, karena sistem tersebut tidak memungkinkan perubahan kebijakan secara mendadak. Ironisnya, justru iklim politik non-demokrasi Vietnam itulah yang saat ini menjadi ujian bagi hubungannya dengan Korsel.

“Demokrasi berarti stabilitas melalui kebijakan. Di bawah diktator, kebijakan dapat berubah sewaktu-waktu. Konsistensi kebijakan inilah yang dimiliki oleh Indonesia, yang membuat para investor bisa membuat prediksi dan perkiraan masa depan mereka. Prediktabilitas inilah yang sangat penting bagi para investor,” tutur Jea Hyeok.

“China misalnya, yang kebijakannya sangat bergantung pada pemimpinnya dan itu bisa berubah sewaktu-waktu. Dan Vietnam meniru langkah itu sehingga membuat orang takut. Saat ini, Vietnam secara tiba-tiba memotong insentif, padahal dulu mereka memberikannya dalam jumlah besar,” sambungnya.

3. Korsel merupakan salah satu mitra dagang dan investasi terbesar Indonesia

Sementara itu, Deputi Direktur Asia Timur di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Vahd Nabyl A. Mulachela mengamini pemaparan Jae Hyeok. Menurut dia, prediktabilitas adalah faktor penting yang bisa memunculkan keinginan seorang pebisnis untuk berinvestasi di suatu negara.

Ddia juga menyinggung soal pemerataan infrastruktur. Untuk konteks Indonesia sebagai negara kepulauan, keterhubungan antara satu daerah dengan daerah lain menjadi hal yang sangat relevan.

“Saya sering memberi contoh bahwa jarak tempuh antara Sabang ke Merauke dengan Indonesia ke Korsel itu sama. Bedanya adalah Sabang-Merauke itu satu negara, sedangkan ke Korea melewati banyak negara. Karena itulah infrastruktur penting untuk ditingkatkan, agar investasi bisa menyentuh seluruh wilayah Indonesia,” papar dia.

“Jadi ya benar, untuk menambah investor asing Indonesia harus meningkatkan prediktabilitasnya,” tambah Vahd.

Pada kesempatan yang sama, Vahd menuturkan bahwa Korsel merupakan negara terbesar ke-7 untuk investasi (dengan nilai 2,29 miliar dolar AS atau sekitar Rp34,7 triliun) dan untuk perdagangan (dengan nilai 24,53 miliar dolar AS atau sekitar Rp372 triliun) pada 2022.

Sumber : https://www.idntimes.com/business/economy/vanny-rahman/investor-korsel-lebih-tertarik-investasi-di-vietnam-daripada-indonesia?page=all

Journalist Network 2023
Industri Hiburan Indonesia Disebut Bisa Kalahkan Korsel, Ini Kuncinya!

Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin (Dok. FPCI)

Jakarta, IDN Times – Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin, yakin bahwa industri hiburan Indonesia bisa mengalahkan industri hiburan Korea Selatan (Korsel) 10 tahun mendatang. Menurut dia, kunci utamanya adalah pemerintah harus berinvestasi pada tempat yang tepat.

“Puluhan tahun lalu, orang Korea juga tidak percaya bahwa industri hiburan kami bisa mencapai titik ini, apalagi ketika J-Wave (Japanese Wave atau ketika budaya Jepang menyebar secara global) menguasai industri hiburan ini,” kata Jae Hyeok dalam workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

“Dan mungkin saja  I-Wave (Indonesia Wave) bisa mengalahkan K-Wave (Korea Wave) 10 tahun ke depan, jika pemerintah berinvestasi dengan benar. Tidak ada yang mustahil,” tambah dia.

1. Korsel belajar dari Jepang

Jae Hyok mengakui bahwa pencapaian K-Wave saat ini bukanlah sesuatu instan. Dia mengungkap bahwa Korsel pada awalnya menjadikan Jepang sebagai kiblat bisnis model entertainment.

“Seingat saya, J-Wave yaitu J-Pop (musik Jepang), J-Drama (drama Jepang), dan J-Movie (film Jepang) itu berjaya sampai akhir 1990. Saat itu Jepang adalah juara dari soft power ini. Dan sejak 1980-an, industri hiburan Korsel belajar banyak dari Jepang, mulai dari membuat lagu yang mirip, membuat drama, film, bahkan bisnis modelnya,” papar dia.

“Jadi butuh proses panjang untuk sampai di titik ini. Sehingga bertahun-tahun kemudian (setelah belajar dari Jepang), akhirnya K-Wave bisa mengalahkan J-Wave,” sambung Jea Hyok.


  1. 03 Aug 23 | 21:58

Industri Hiburan Indonesia Disebut Bisa Kalahkan Korsel, Ini Kuncinya!

Korsel belajar dari kesuksesan industri hiburan Jepang

Industri Hiburan Indonesia Disebut Bisa Kalahkan Korsel, Ini Kuncinya!Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin (Dok. FPCI)

Vanny El Rahman

Verified

Vanny El Rahman 

 Share to Facebook  Share to Twitter

Jakarta, IDN Times – Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin, yakin bahwa industri hiburan Indonesia bisa mengalahkan industri hiburan Korea Selatan (Korsel) 10 tahun mendatang. Menurut dia, kunci utamanya adalah pemerintah harus berinvestasi pada tempat yang tepat.

“Puluhan tahun lalu, orang Korea juga tidak percaya bahwa industri hiburan kami bisa mencapai titik ini, apalagi ketika J-Wave (Japanese Wave atau ketika budaya Jepang menyebar secara global) menguasai industri hiburan ini,” kata Jae Hyeok dalam workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

“Dan mungkin saja  I-Wave (Indonesia Wave) bisa mengalahkan K-Wave (Korea Wave) 10 tahun ke depan, jika pemerintah berinvestasi dengan benar. Tidak ada yang mustahil,” tambah dia.

Baca Juga: Investor Korsel Lebih Tertarik Investasi di Vietnam daripada Indonesia

1. Korsel belajar dari Jepang

Industri Hiburan Indonesia Disebut Bisa Kalahkan Korsel, Ini Kuncinya!Salah satu vokal grup asal Korea Selatan, Bangtan Boys (BTS). (Instagram.com/bts.bighitofficial)

Jae Hyok mengakui bahwa pencapaian K-Wave saat ini bukanlah sesuatu instan. Dia mengungkap bahwa Korsel pada awalnya menjadikan Jepang sebagai kiblat bisnis model entertainment.

“Seingat saya, J-Wave yaitu J-Pop (musik Jepang), J-Drama (drama Jepang), dan J-Movie (film Jepang) itu berjaya sampai akhir 1990. Saat itu Jepang adalah juara dari soft power ini. Dan sejak 1980-an, industri hiburan Korsel belajar banyak dari Jepang, mulai dari membuat lagu yang mirip, membuat drama, film, bahkan bisnis modelnya,” papar dia.

“Jadi butuh proses panjang untuk sampai di titik ini. Sehingga bertahun-tahun kemudian (setelah belajar dari Jepang), akhirnya K-Wave bisa mengalahkan J-Wave,” sambung Jea Hyok.

2. Pemerintah Korsel berinvestasi besar untuk industri hiburan

Anggota BLACKPINK dalam BLACKPINK The Movie (dok. YG/ BLACKPINK The Movie)

Kemudian, Jae Hyok mengatakan bahwa pencapaian K-Wave saat ini tidak lepas dari pemerintah Negeri Ginseng, yang berinvestasi besar-besaran pada industri hiburan. Secara spesifik, dia menyebut peran penting Presiden Kim Dae Jung yang sangat mendukung tumbuh kembangnya industri hiburan.

“Pemerintah Korea mulai berinvestasi besar mungkin sekitar 1998-an, sehingga banyak talenta-talenta berbakar yang muncul. Kemudian mereka menciptakan musik, drama, film, dan hiburan lain yang berkualitas,” kata dia.

“Pemerintah kemudian berinvestasi besar-besaran untuk mempromosikannya, termasuk ke Indonesia. Sehingga K-Pop, K-Drama, K-Movie menjadi sangat populer di sini dan itu telah menajdi soft power diplomacy Korea,” sambungnya.

3. Korsel bisa menjadi mentor untuk Indonesia

Presiden Jokowi bertemu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul (dok. Sekretariat Presiden)

erakhir, dia meyakinkan bahwa dunia hiburan Indonesia pun bisa sesukses industri hiburan Korsel. Bahkan, melihat kedekatan kedua negara, tidak menutup kemungkinan Korsel menjadi mentor bagi Indonesia untuk mengembangkan industri hiburannya.

“Saat pemerintah Indonesia berinvestasi pada tempat yang tepat, akan banyak talenta-talenta hebat yang bermunculan. Ada banyak hal yang bisa pemerintah Korea bagikan kepada Indonesia,” katanya.

Sumber : https://www.idntimes.com/news/world/vanny-rahman/industri-hiburan-indonesia-disebut-bisa-kalahkan-korsel-ini-kuncinya?page=all

Journalist Network 2023
Memasuki Usia 50 Tahun, Hubungan RI-Korsel Diprediksi Makin Mesra

Presiden Jokowi bertemu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times – Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Vahd Nabyl A. Mulachela, mengatakan bahwa hubungan Indonesia-Korea Selatan (Korsel) memiliki masa depan yang cerah. Adapun tahun ini relasi kedua negara telah menginjak usia yang ke-50.

Pernyataan Vahd tidak lepas dari fakta bahwa Jakarta-Seoul memiliki banyak kesamaan. Kedua negara juga berbagi kepentingan yang sama, apakah itu di bidang politik, keamanan, ataupun ekonomi.

“Kita punya nilai yang sama seperti demokrasi, hak asasi manusia, keterbukaan ekonomi, keinginan untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan dunia. Ini adalah sesuatu yang harus kita akui bisa menjadi fondasi hubungan kedua negara,” kata Vahd pada workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

1. Gambaran kedekatan Korsel-Indonesia

Presiden Jokowi bertemu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul (dok. Sekretariat Presiden)

Adapun hubungan Indonesia-Korsel mulai terjalin sejak 1973. Kemudian, relasi kedua negara menjadi Strategic Partnership pada 2006 dan bertransformasi menjadi Special Strategic Partnership pada 2017.

Pada 2023, kedua negara resmi memberlakukan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA), yang menghapus banyak hambatan perdagangan dan investasi hingga mempermudah pertukaran sumber daya manusia. 

Vahd menambahkan, sejauh mana hubungan antarnegara juga bisa dilihat dari kedekatan para pemimpinnya. Dia pun menyinggung pertemuan antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan Presiden Yoon Suk Yeol yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir.

“Pertama saat Presiden Jokowi mengunjungi Korea dan kedua saat Presiden Korea datang untuk menghadiri KTT G20. Jadi interaksi antara pemerintah cukup intens,” kata Vahd.

Dalam skala kawasan, Korsel merupakan mitra dialog ASEAN bersama Jepang dan China, yang tergabung dalam platform ASEAN Plus Three.

“Ini menggambarkan Indonesia dengan Korea bukan hanya pada hubungan bilateral, tapi juga regional,” katanya.

2. Tantangan hubungan kedua negara

Deputi Direktorat Asia Timur di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Vahd Nabyl A. Mulachela (Dok. FPCI)

Demi mewujudkan masa depan yang cerah, Vahd menjelaskan bahwa kedua negara harus lebih fokus untuk menentukan prioritasnya.

“Misalnya Indonesia ingin fokus pada green economy dan berharap Korea bisa terlibat di dalamnya. Kita harus memastikan itu untuk masa depan Indonesia. Sudah ada daftar proyeknya di Bappenas, tinggal bagaimana Korea bisa ikut terlibat di dalamnya,” kata Vahd.

Sementara itu, Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin, menyoroti tantangan yang harus diperhatikan oleh Indonesia, salah satunya nilai perdagangan Indonesia-Korsel yang terlampau jauh dengan Vietnam-Korsel.

Jae Hyeok menuturkan, pada 2021 perdagangan Vietnam-Korsel mencapai 80,7 miliar dolar AS (sekitar Rp1,2 kuadriliun). Sementara nilai perdagangan Indonesia-Korsel di tahun yang sama hanya 19,3 miliar dolar AS (sekitar Rp292 triliun).

“Menurut saya ini adalah tantangan bagi hubungan Indonesia-Korea, bahwa perdagangan Korea masih terkonstrentasi kepada Vietnam,” tutur dia.

3. Peluang yang bisa dimanfaatkan untuk merekatkan hubungan RI-Korsel

Pakar Hubungan Internasional Universitas Korea, Jae Hyeok Shin (Dok. FPCI)

Terlepas dari tantangannya, Jae Hyeok juga membeberkan sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan oleh kedua negara, termasuk pembangunan infrastruktur, kolaborasi penelitian, pertukaran pendidikan dan budaya, kerja sama keamanan dan pertahanan, promosi pariwisata, kolaborasi UMKM, hingga inisiatif kebijakan hijau.

“Fokus Indonesia di pengembangan infrastruktur juga bisa jadi kesempatan bagi perusahaan Korea untuk terlibat pembangunan. Edukasi dan budaya bisa merekatkan hubungan people-to-people, sehingga relasi kedua negara bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat,” bebernya.

Pada saat yang sama, Jae Hyeok juga mengapresiasi kepemimpinan Jokowi yang membawa hubungan Indonesia-Korsel lebih erat lagi.

“Kepemimpinan Jokowi untuk mendorong FDI (foreign direct investment), termasuk menandatangani IK-CEPA, sangat fantastis,” ungkapnya.

Dia juga tidak khawatir hubungan kedua negara akan terancam di bawah kepemimpinan baru, mengingat Indonesia akan menggelar pemilu tahun depan.

“Tidak masalah siapapun pemimpin di masa depan, tidak akan berdampak pada investasi Indonesia-Korsel. Karena peran Indonesia yang sangat penting dan kita punya prinsip kerja sama untuk memastikan kolaborasi,” kata Jae Hyeok.

Sumber :

Sumber : https://www.idntimes.com/news/world/vanny-rahman/memasuki-usia-50-tahun-hubungan-ri-korsel-diprediksi-makin-mesra?page=all

Journalist Network 2023
Tak Hanya Bali, 2 Hal Ini Bikin Turis Korea Pengin ke Indonesia

Wisatawan menikmati suasana matahari terbit di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (15/12/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.

jpnn.com, JAKARTA – Pariwisata menjadi salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan dalam hubungan bilateral Indonesia-Korea.

Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Korea Shin Jae Hyeok mengatakan promosi pariwisata memang menjadi salah satu potensi kerja sama yang mesti dikembangkan kedua negara. 

Hal ini diungkapkannya dalam workshop pertama Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea Batch 3 dengan tema “Building Bridges: Assesing the Past and Shaping the Future of Indonesia Korea Relations”, yang merupakan program kerja sama FPCI dan Korean Foundation.

Menurut dia, selama ini hanya Bali yang menjadi lokasi wisata populer bagi wisatawan Korea. Padahal, ada 2 hal terkait pariwisata Indonesia yang sangat berpotensi untuk mendatangkan turis Korea. 

“Ada 2 hal lain yang sangat menarik, pertama batik sehingga makin banyak korea mengunjungi indonesia, lalu kalian harus lebih mempromosikan Yogyakarta terutama Borobudur,” ucap Jae Hyeok, Selasa (2/8) lalu.

Jae Hyeok bilang bahwa Yogyakarta memiliki banyak pantai bagus yang bakal menjadi favorit wisatawan Korea. “Kerja sama di sektor ini sangat berpotensi untuk kedua negara. Kita harus sama sama mengembangkan sektor pariwisata,” kata dia.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 sebanyak 122.221 wisatawan Korea berkunjung ke Indonesia. (mcr4/jpnn)

Sumber : https://www.jpnn.com/news/tak-hanya-bali-2-hal-ini-bikin-turis-korea-pengin-ke-indonesia

Journalist Network 2023
50 Tahun Hubungan Bilateral Indonesia-Korea, Berikut Peluang Kerja Sama

Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Korea Shin Jae Hyeok melakukan presentasi di hadapan peserta workshop Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea Batch 3 pada Selasa (2/8). Foto: Ryana Aryadita/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA – Hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan memasuki usia emas, yakni ke-50 tahun pada 2023 ini. 

Adapun hubungan diplomasi yang berjalan sejak 1973 tersebut berlangsung sangat baik. 

Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Korea Shin Jae Hyeok mengatakan, di usia setengah abad ini, hubungan Indonesia-Korea Selatan akan makin erat.

Hal tersebut diungkapkannya dalam workshop pertama Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea Batch 3 dengan tema ‘Building Bridges: Assesing the Past and Shaping the Future of Indonesia Korea Relations’, yang merupakan program kerja sama FPCI dan Korean Foundation. 

“Ada sejumlah kesempatan kerja sama yang bisa dikembangkan, salah satunya ekonomi. Contohnya investasi pada energi terbarukan, teknologi, dan kesehatan,” kata Jae Hyeok secara daring, baru-baru ini. 

Bidang lainnya yang bisa dikembangkan kerja samanya adalah pengembangan infrastruktur yang mana perusahaan dari Korea bisa berpartisipasi, termasuk transportasi.

Berikut peluang kerja sama Indonesia-Korea Selatan di usia 50 tahun hubungan bilateral: 

1. Ekonomi

2. Pengembangan infrastruktur

3. Riset dan pengembangan kolaborasi 

4. Pendidikan dan pertukaran budaya 

5. Pengembangan keamanan dan perlindungan 

6. Promosi pariwisata 

7. Kerja sama kesehatan 

8. Kolaborasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) 

Menurut Jae Yeok, meski terdapat banyak kesempatan kerja sama, tetapi bila dilihat dari segi investasi, Indonesia masih tertinggal jauh dari Vietnam.

Hal tersebut lantaran investasi Korea di Vietnam pada 2021 sudah mencapai 80,7 miliar US Dolar, sedangkan di Indonesia hanya 19,3 miliar US Dolar. 

Jae Hyeok menilai besarnya perbedaan investasi ini karena disebabkan dua faktor. Faktor yang pertama, peraturan pemerintah terkait investasi asing di Vietnam tidak terlalu ketat. “Mereka sangat aktif mendapatkan investor untuk investasi. 

Ada banyak perusahaan Korea beroperasi di Vietnam, di Indonesia mungkin tidak bisa begitu,” jelasnya. Tidak hanya itu, kebijakan di Indonesia dinilai lebih ketat, sehingga harus dibatasi. Atas dasar itu, banyak perusahaan memilih ke Vietnam. 

Meski demikian, dosen Universitas Korea itu yakin Korea bisa lebih banyak berinvestasi di Indonesia. “Indonesia punya demokrasi. Indonesia bisa mendapatkan lebih banyak investasi dari perusahaan di Korea,” tuturnya. (mcr4/jpnn)

Sumber : https://www.jpnn.com/news/50-tahun-hubungan-bilateral-indonesia-korea-berikut-peluang-kerja-sama

Journalist Network 2023
Korea University soal Mitra Dagang: Indonesia Lebih Stabil Dibanding Vietnam

Presiden Indonesia Joko Widodo berjabat tangan dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Kamis (28/7/2022). Foto: Yonhap via REUTERS

Hubungan diplomasi Indonesia dengan Korea Selatan telah menginjak 50 tahun sejak 1973. Pada 2017, pemerintahan Presiden Jokowi berhasil menandatangani Special Strategic Partnership dan implementasi Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) telah dilakukan tepat pada tahun emas hubungan keduanya. 

Meski demikian, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia masih tertinggal dengan Vietnam sebagai mitra dagang terbesar. Hal itu disampaikan oleh Professor of Political Science and International Relations, Hae Hyeok Shin, dari Korea University.

“Hal yang mesti sekarang diperhatikan adalah Korea saat ini lebih berkonsentrasi pada hubungan diplomatiknya dengan Vietnam,” ujarnya dalam pemaparan virtual di Gedung FPCI, Rabu (2/8).

Korea Selatan dan Vietnam berhasil meningkatkan hubungan diplomatik mereka yang setingkat dengan Indonesia saat ini dalam usia hubungannya baru menginjak 30 tahun. Bahkan, Vietnam menjadi mitra dagang terbesar ketiga untuk Korea Selatan, dengan perdagangan bilateral mencapai US$87,7 miliar.

Keduanya pun sepakat untuk membangun pusat rantai pasokan mineral untuk mengamankan teknologi canggih yang dikembangkan Korea Selatan. 

Shin menyebut, situasi yang menyebabkan Vietnam menjalin hubungan diplomatik lebih kuat dengan Korea Selatan karena aturan pemerintah Vietnam yang terlampau fleksibel dan bersifat direct investment atau kebijakan langsung yang memberikan peluang besar bagi asing untuk berinvestasi.

“Vietnam sangat gencar dalam mengajak investasi Korea Selatan masuk ke negaranya, 34 persen barang buatan perusahaan Korea beroperasi di Vietnam,” ujarnya. 

Namun, kebijakan itu dinilai tidak menguntungkan Vietnam untuk jangka panjang dan berisiko meminggirkan pembangunan domestik. 

“Sehingga sebenarnya Indonesia memiliki kebijakan bilateral yang lebih baik, karena aturannya lebih stabil. Demokrasi yang dimiliki Indonesia juga memberi rasa aman pada investor. Sementara Vietnam tidak memiliki kepastian itu, aturannya sulit diprediksi karena kepemimpinannya juga bukan demokratis,” imbuhnya.

Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menyaksikan penandatanganan kerja sama kementerian terkait masing-masing negara, di Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Kamis (28/7/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden

Ia mengimbau, konsistensi hubungan Indonesia-Korea Selatan harus terus ditingkatkan. Indonesia memiliki kondisi geografi yang lebih strategis dan merupakan negara kepulauan. Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga diharapkan dapat membawa peningkatan investasi Korea Selatan terhadap Indonesia.

Sementara itu, Deputy Director of East Asia di Kementerian Luar Negeri, Vahd Nabyl Mulachela, mengatakan, Korea Selatan telah menjadi 7 besar negara yang berinvestasi di Indonesia senilai USD 2,29 juta dan 7 besar mitra dagang senilai USD 24,53 juta.

Nabyl pun sepakat, saat ini Indonesia tengah berfokus untuk melanjutkan kebijakan yang stabil dan konsisten dalam hubungan diplomatiknya dengan Korea Selatan.

“Hal terbaik yang dapat dilakukan Indonesia adalah meningkatkan prediktabilitasnya. Mereka tidak hanya bertujuan untuk menjual produk mereka di sini, jika Korea Selatan ingin melakukan hubungan dagang dan investasi, itu kami perlu memastikan produknya dapat terjual pada jangkauan lebih besar, infrastruktur perlu kami tingkatkan juga,” tandasnya.

Sumber : https://kumparan.com/kumparannews/korea-university-soal-mitra-dagang-indonesia-lebih-stabil-dibanding-vietnam-20uve0CbGjQ/full

Journalist Network 2023
Indonesia Konsultasi ke Korea Selatan Soal Pemindahan Ibu Kota

Penulis : Pandu Gumilar – Bisnis.com

Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela membeberkan bahwa pemerintah akan belajar dari pengalaman Korea Selatan yang pernah memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Bisnis.com, JAKARTA  – Memasuki usia kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan, kedua belah pihak akan kerja sama dalam hal pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. 

Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela membeberkan bahwa pemerintah akan belajar dari pengalaman Korea Selatan yang pernah memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong. 

Menurutnya, pemerintah serta Badan Otorita IKN telah melakukan konsultasi dengan pihak Korea Selatan. “Kami telah melakukan sejumlah konsultasi di antara otorita IKN dan pihak Korea Selatan yang cukup terbuka untuk membagikan pengalaman dan praktik terbaiknya,” tutur Nabyl dalam lokakarya mengenai hubungan Indonesia-Korea di Jakarta. 

Vahd menambahkan kedua belah negara pun melakukan kerja sama pembangunan infrastruktur air bersih di ibu kota baru.

Selain itu, Indonesia dan Korea Selatan telah menandatangani 102 nota kesepahaman (MoU) terkait pembangunan ibu kota baru. Salah satunya pembangunan saluran irigasi yang sejauh ini sudah mencapai 20 persen pengerjaan. 

Selain proyek irigasi, perusahaan konstruksi asal Korsel juga menjajaki kemungkinan kerja sama pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang akan dilakukan setelah pemerintah Indonesia menyelesaikan isu pembebasan lahan.

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin mengatakan Korea Selatan dapat menjadi partner dalam hal pembangunan ibu kota baru terutama di bidang konstruksi, teknik, dan transportasi. 

Indonesia dan Korea Selatan pun dapat membangun penelitian dan pengembangan bersama yang mengarah pada kemajuan teknologi dan berbagi ilmu pengetahuan di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, antara lain kecerdasan buatan, bioteknologi, serta ekonomi hijau. 

“Prioritas Indonesia dalam pembangunan infrastruktur menghadirkan peluang yang sangat baik bagi perusahaan Korea untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek besar, terutama terkait ibu kota masa depan, Nusantara,” ujar Shin.

Sumber : https://kabar24.bisnis.com/read/20230813/19/1690342/indonesia-konsultasi-ke-korea-selatan-soal-pemindahan-ibu-kota

Journalist Network 2023
Kerja Sama Indonesia dan Korea Selatan Makin Erat, Peluang Kerja Banyak Dibuka

Penulis : Pandu Gumilar – Bisnis.com

Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela membeberkan bahwa pemerintah akan belajar dari pengalaman Korea Selatan yang pernah memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Bisnis.com, JAKARTA  – Memasuki usia kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan, kedua belah pihak akan kerja sama dalam hal pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. 

Deputi Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A Mulachela membeberkan bahwa pemerintah akan belajar dari pengalaman Korea Selatan yang pernah memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong. 

Menurutnya, pemerintah serta Badan Otorita IKN telah melakukan konsultasi dengan pihak Korea Selatan. “Kami telah melakukan sejumlah konsultasi di antara otorita IKN dan pihak Korea Selatan yang cukup terbuka untuk membagikan pengalaman dan praktik terbaiknya,” tutur Nabyl dalam lokakarya mengenai hubungan Indonesia-Korea di Jakarta. 

Vahd menambahkan kedua belah negara pun melakukan kerja sama pembangunan infrastruktur air bersih di ibu kota baru.

Selain itu, Indonesia dan Korea Selatan telah menandatangani 102 nota kesepahaman (MoU) terkait pembangunan ibu kota baru. Salah satunya pembangunan saluran irigasi yang sejauh ini sudah mencapai 20 persen pengerjaan. 

Selain proyek irigasi, perusahaan konstruksi asal Korsel juga menjajaki kemungkinan kerja sama pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang akan dilakukan setelah pemerintah Indonesia menyelesaikan isu pembebasan lahan.

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University Profesor Jae Hyeok Shin mengatakan Korea Selatan dapat menjadi partner dalam hal pembangunan ibu kota baru terutama di bidang konstruksi, teknik, dan transportasi. 

Indonesia dan Korea Selatan pun dapat membangun penelitian dan pengembangan bersama yang mengarah pada kemajuan teknologi dan berbagi ilmu pengetahuan di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, antara lain kecerdasan buatan, bioteknologi, serta ekonomi hijau. 

“Prioritas Indonesia dalam pembangunan infrastruktur menghadirkan peluang yang sangat baik bagi perusahaan Korea untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek besar, terutama terkait ibu kota masa depan, Nusantara,” ujar Shin.

Sumber : https://kabar24.bisnis.com/read/20230813/19/1690342/indonesia-konsultasi-ke-korea-selatan-soal-pemindahan-ibu-kota

12
Page 1 of 2

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net