Energi Baru Terbarukan Buka Lebih Banyak Loker

MUHAMMAD RUSMADI – Rakyat Merdeka RM.id




Direktur Jenderal The Global Green Growth Institute (GGGI) Frank Rijsberman.(FB GGGI)

RM.id  Rakyat Merdeka – Upaya transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT), akan membuka lebih banyak lapangan kerja. Ini sebagai jawaban kekhawatiran sebagian kalangan, transisi ini akan memicu banyaknya orang kehilangan pekerjaan.

Demikian penegasan Direktur Jenderal The Global Green Growth Institute (GGGI) atau Institut Pertumbuhan Hijau Global, Frank Rijsberman. Selama ini, akunya, memang banyak diskusi dan kekha- watiran, ketika suatu negara menghentikan industri atau ekspor batu bara dan bahan fosil lainnya, akan berdampak buruk secara ekonomi.

“Menjawab ini, kami sampaikan argumentasi, telah banyak studi, misalnya di Meksiko, bahkan juga di Indonesia,” jelas Rijsberman, kepada para jurnalis peserta program The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, di Seoul, Senin, 30 Mei lalu di Kantor Pusat GGGI, Seoul, Korea Selatan.

Dia meyakinkan, jika suatu negara menerapkan Nationally Determined Contribution (NDC), atau Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional, yaitu sebuah rencana aksi iklim mengurangi emisi, dan beradaptasi dengan dampak iklim, dengan hadirnya energi baru terbarukan, akan lebih banyak lagi lowongan kerja (loker) yang tersedia.

Salah satunya, dari sisi pengembangan ekonomi hijau ramah lingkungan. Memang awalnya, lanjut mantan Direktur Program Filantropi di Google.org ini (dia memimpin program hibah inisiatif kesehatan masyarakat dan bertanggung jawab atas program dan kemitraan bidang kesehatan, tanggap bencana, geo-informatika, iklim dan perubahan adaptasi), berdampak pada hilangnya sejumlah pekerjaaan terkait dunia perminyakan.

“Tentu Pemerintah harus turut mengawal transisi ini,” tegas pemegang gelar PhD bidang Manajemen dan Perencanaan Sumber Daya Air dari Colorado State University, AS ini. Sebab, jelas Rijsberman, dampaknya akan berbeda atas setiap individu.

Sebagian ada yang mungkin kehilangan pekerjaan. Tapi ada juga yang bakal mendapatkan peluang pekerjaan. “Membuka program-program pelatihan kembali, mungkin di antara solusinya,” dia mencontohkan.

Sejauh ini, ungkapnya, pihaknya sudah melakukan sejumlah analisa. Termasuk untuk konteks Indonesia. Seperti, akan ada pekerjaan yang sifatnya temporal, misalnya terkait konstruksi. Tapi juga akan ada yang bersifat permanen.

Rijsberman memberi contoh kasus di Kolombia. Dia mengaku pernah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Kolombia, yang menjelaskan posisi negaranya sebagai pengkespor batu bara. Juga banyaknya pabrik minyak dan gas di negara tersebut. Sehingga, menurutnya, wajar Kolombia khawatir, ketika akan berubah ke industri hijau.

Selama ini, jelas Rijsberman, pertambangan batu bara Kolombia menyerap sekitar 60 ribu lapangan kerja. Namun GGGI menunjukkan studi, setelah 15 tahun, ketika Pemerintah berinvestasi di bidang industri dan teknologi hijau di wilayah yang sama, maka jumlah lapangan kerja baru yang tercipta jauh lebih besar, dibanding jumlah yang hilang di bidang pertambangan batu bara. “Karena tersedia lebih dari 70 ribu lapangan kerja,” jelasnya lagi.

The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea diikuti 10 wartawan Indonesia. Yakni Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka/ RM.id), Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com).




Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/128650/laporan-muhammad-rusmadi-dari-korea-selatan-energi-baru-terbarukan-buka-lebih-banyak-loker