• Home
  • Services
  • Pages
    • About 1
    • About 2
    • About 3
    • About 4
    • Our Team
    • Contact 1
    • Contact 2
    • Service 1
    • Service 2
    • Service 3
  • Portfolio
    • Column One
      • Portfolio Classic
      • Portfolio Grid
      • Portfolio Grid Overlay
      • Portfolio 3D Overlay
      • Portfolio Contain
    • Column Two
      • Portfolio Masonry
      • Portfolio Masonry Grid
      • Portfolio Coverflow
      • Portfolio Timeline Horizon
      • Portfolio Timeline Vertical
    • Column Four
      • Single Portfolio 1
      • Single Portfolio 2
      • Single Portfolio 3
      • Single Portfolio 4
      • Single Portfolio 5
    • Column Three
      • Video Grid
      • Gallery Grid
      • Gallery Masonry
      • Gallery Justified
      • Gallery Fullscreen
  • Blog
    • Blog Grid No Space
    • Blog Grid
    • Blog Masonry
    • Blog Metro No Space
    • Blog Metro
    • Blog Classic
    • Blog List
    • Blog List Circle
  • Slider
    • Column One
      • Vertical Parallax Slider
      • Animated Frame Slider
      • 3D Room Slider
      • Velo Slider
      • Popout Slider
      • Mouse Driven Carousel
    • Column Two
      • Clip Path Slider
      • Split Slick Slider
      • Fullscreen Transition Slider
      • Flip Slider
      • Horizon Slider
      • Synchronized Carousel
    • Column Three
      • Multi Layouts Slider
      • Split Carousel Slider
      • Property Clip Slider
      • Slice Slider
      • Parallax Slider
      • Zoom Slider
    • Column Four
      • Animated Slider
      • Motion Reveal Slider
      • Fade up Slider
      • Image Carousel Slider
      • Glitch Slideshow
      • Slider with other contents
  • Shop

2022

2022
Korea Hadapi Ageing Population, Kesempatan Bagi RI Kirim Banyak TKI Terampil

Nadia Jovita Injilia Riso, Kumparan

Para pendaftar TKI Jateng ke Korea Selatan, saat mengisi dokumen. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan

Kerja sama yang terjadi antara Indonesia dan Korea Selatan tidak hanya terbatas pada politik, keamanan global dan ekonomi saja, tapi juga terkait hubungan people to people.
Dalam bidang itu, Korea Selatan menjadi salah satu destinasi kerja untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Untuk tahun ini saja, sebanyak sekitar 20 ribu calon TKI akan berangkat untuk bekerja di Korea Selatan. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kemlu, Muhammad Takdir, mengungkapkan dalam dua dekade terakhir jumlah TKI yang mengadu nasib di Korsel, khususnya tenaga kerja terampil, meningkat dua kali lipat.

“Ada kesempatan bagi kita untuk meningkatkan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Korea Selatan. Secara khusus pekerja semi terampil yang dalam statistik meningkat. Karena distribusi pekerjaan saat ini mulai didominasi oleh tenaga kerja terampil. Saya rasa akan baik jika Indonesia fokus dalam hal ini karena Korea Selatan sedang mengalami ageing population shifting,” kata Takdir dalam Workshop Indonesian Next Generation Journalist Network Korean yang digelar FPCI dengan tema ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relations’, Jumat (26/8) lalu.

Takdir mengatakan, pandemi COVID-19 membuat tingkat pengangguran di Indonesia menjadi tinggi. Sehingga kesempatan untuk menyerap tenaga kerja menjadi penting.

Ia melanjutkan secara statistik, ada peningkatan jumlah tenaga kerja terampil yang cukup signifikan. Berdasarkan statistik yang dikeluarkan BPS, jumlah pengangguran di Indonesia meningkat ke angka 6,26% pada 2021.

“Tantangannya adalah karena tingkat pengangguran di Indonesia. Sehingga kita perlu menemukan pasar untuk pekerja semi terampil kita untuk dikirim ke luar negeri, mendapat pekerjaan dan gaji yang layak di sana,” ujarnya.


Takdir menilai hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia. Apalagi, Korea Selatan tengah menghadapi ageing population shifting yang membuat mereka kekurangan tenaga kerja.


Fenomena ini, lanjut Takdir, tak hanya terjadi di Korea Selatan tapi negara Asia Timur lainnya seperti China, Taiwan, dan Jepang.


“Saya rasa ini akan menjadi kesempatan yang bagus untuk tenaga kerja kita. Ketika negara kekurangan tenaga kerja karena ageing population, kita dapat mengisi ruang itu dan mengirim tenaga kerja kita ke sana,” ungkapnya.


Takdir mendorong pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan situasi ini dengan baik. Di sisi lain, Takdir memberi catatan agar pemerintah mengirimkan TKI tak hanya terfokus dengan mereka yang berasal dari Jawa saja.

Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) berbaris sebelum diberangkatkan menuju Korea Selatan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (18/7/2022). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada Juni 2022, asal provinsi pekerja Indonesia didominasi Jawa. Dengan rincian 4.470 dari Jawa Timur, 4.177 dari Jawa Tengah, dan 2.779 dari Jawa Barat.


Masih berdasarkan data BP2MI, Korea Selatan menjadi negara tujuan ketiga TKI bersama Hong Kong dan Taiwan. Dari 15.641 penempatan, 942 di antaranya atau 6% berangkat ke Korea Selatan.
“Kita melihat bahwa pekerja Indonesia banyak yang berasal dari Jawa. [Sehingga] kita perlu mengembangkan distribusi pengiriman pekerja kita secara rata. Meski kita juga melihat ada tenaga kerja kita yang berasal dari timur Indonesia,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Takdir menilai bahwa pertambangan masih menjadi sektor yang menjanjikan di Korea Selatan. Apalagi, sektor pertambangan berada di peringkat ketiga berkontribusi terhadap GDP Korea Selatan.


Berdasarkan data yang disajikan Foreign Labour Force Survey, Korea Selatan lebih banyak menyerap tenaga kerja untuk sektor pertambangan dan manufaktur sebanyak 437 ribu orang. Kemudian diikuti sektor perakitan sebanyak 375 ribu orang, sektor retail 190 ribu orang, sektor profesional 187 ribu orang, dan sektor agrikultur dan perikanan 49 ribu orang.


“Saya kira kita [Indonesia] dapat mengembangkan sekolah politeknik sehingga dapat mengembangkan keterampilan tenaga kerja di bidang pertambangan untuk dikirim ke Korea Selatan,” pungkasnya.

Tentang Indonesian Next Generation Journalist Network On Korean
Indonesian Next Generation Journalist Network On Korean adalah program yang digelar Foreign Policy Community in Indonesia (FPCI). Tahun ini merupakan penyelenggaraan Indonesia Next Generation Journalist Network On Korea yang kedua.


Tahun ini, FPCI memilih 15 jurnalis untuk mengikuti workshop yang mendiskusikan masa depan hubungan bilateral Indonesia-Korea Selatan, khususnya dalam menyambut perayaan ke-50 kerja sama kedua negara tahun depan.

Source: https://kumparan.com/kumparannews/1ylGHXkdUfR?shareID=GcrimLjhoDwN&utm_source=App&utm_medium=copy-to-clipboard

2022
Melihat Peran Penting Indonesia dalam Misi Perdamaian di Semenanjung Korea

Nadia Jovita Injilia Riso, kumparan

com-Perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara Foto: Shutterstock

Konflik yang terjadi antara Korea Selatan dan Korea Utara masih terjadi hingga saat ini. Semenjak Perang Korea berakhir pada 1953, kedua negara berada dalam posisi gencatan senjata dan masih terlibat dalam sejumlah ketegangan.


Terakhir, Korut memicu ketegangan karena melakukan uji coba rudal dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Presiden Korsel Yoon Suk-yeol pun memerintahkan rencana operasional militer baru untuk menghadapi ancaman senjata nuklir Korut yang semakin agresif.


Peneliti Studi ASEAN-India dari The Institute of Foreign Affairs and National Security (IFANS), Cho Wondeuk, menyoroti peran Indonesia dalam misi perdamaian di Semenanjung Korea. Menurutnya, Indonesia memiliki peran aktif dalam sejumlah isu regional, khususnya dalam misi perdamaian di Semenanjung Korea.


“Anda mungkin ingat di 2018, sebelum perayaan KTT ASEAN-ROK di 2019, Presiden Jokowi membuat saran yang menarik agar ASEAN dan Korea Selatan dapat mengundang Pemimpin Besar Korea Utara Kim Jong-un untuk hadir dalam acara tersebut,” kata Cho dalam Workshop Indonesian Next Generation Journalist Network On Korean yang digelar FPCI dengan tema ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relations’, Jumat (26/8) lalu.

Kim Jong-un saat bertemu dengan pejabat militer Korut di Pyongyang, Korea Utara, Jumat (24/6/2022). Foto: KCNA via REUTERS

“Meski demikian, hal itu tidak terjadi,” lanjutnya.
Terlepas dari Kim Jong-un yang akhirnya tidak diundang dalam KTT ASEAN-ROK di 2019 itu, Cho menilai usaha Jokowi menunjukkan bahwa Indonesia sangat bersemangat untuk berperan dalam membawa hubungan Korea Selatan dan Korea Utara ke arah yang lebih baik.


“Untuk itulah, saya menilai Indonesia sangat penting untuk Korea Selatan, khususnya dalam 50 tahun ke depan,” ungkapnya.


Selain itu, Cho menyoroti sejarah panjang hubungan baik Indonesia dan Korea Utara menjadi salah satu faktor penting peran Indonesia dalam misi perdamaian Semenanjung Korea.

Indonesia dan Korea Utara menjalin hubungan yang cukup baik sejak 1961. Hubungan baik kedua negara ditandai lewat persahabatan Presiden ke-1 RI Sukarno dan mantan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Il-sung.

“Korea Utara memiliki duta besar di Indonesia dan [Indonesia] memiliki duta besar di Pyongyang, dan kedua negara memiliki sejarah yang panjang,” ujarnya.

Atas dasar itulah, Cho menilai Indonesia merupakan salah satu rekan terbaik dan tepercaya antara kedua negara. Menurutnya, Indonesia memiliki peran penting sebagai penengah kedua negara yang masih bersitegang tersebut.

“Ke depan, saya pikir Indonesia dapat menyampaikan negosiasi yang kuat dan dapat mempertemukan kedua Korea [untuk bertemu dan berbicara] mengenai isu Semenanjung Korea. Saya pikir Indonesia memiliki peran penting,” pungkasnya.

Tentang Indonesian Next Generation Journalist Network On Korean
Indonesian Next Generation Journalist Network On Korean adalah program yang digelar Foreign Policy Community in Indonesia (FPCI). Tahun ini merupakan penyelenggaraan Indonesia Next Generation Journalist Network On Korea yang kedua.

Tahun ini, FPCI memilih 15 jurnalis untuk mengikuti workshop yang mendiskusikan masa depan hubungan bilateral Indonesia-Korea Selatan, khususnya dalam menyambut perayaan ke-50 kerja sama kedua negara tahun depan.

Source: https://kumparan.com/kumparannews/melihat-peran-penting-indonesia-dalam-misi-perdamaian-di-semenanjung-korea-1ylG66TELjm/full

2022
Ini Sederet Kerja Sama Indonesia dan Korea Selatan selama 50 Tahun Hubungan Bilateral

Maria Fatimah Natalia, JPNN.com

Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Muhammad Takdir. Foto: dok FPCI/Kemenlu RI

Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Muhammad Takdir. Foto: dok FPCI/Kemenlu RI

jpnn.com, JAKARTA – Dr Cho Wondeuk, Research Professor Center for ASEAN-Indian Studies dari The Institute of Foreign Affairs abd National Security (IFANS) mengatakan Korea Selatan dan Indonesia telah menjalin berbagai program kerja sama selama ini.

Cho mengatakan begitu banyak program kerja sama tersebut dijalin kedua negara selama hampir 50 tahun, sejak 1973. Dia membeberkan sejumlah kerja sama penting tersebut. Indonesia dan Korea Selatan menjalin Strategic Partnership pada Desember 2006. Dua negara melanjutkan Special Strategic Partnership pada November 2017 dalam UAE di India.

Ini merupakan salah satu program kerja sama besar di Southeast Asia dalam bidang ekonomi dan keamanan di SEA. Indonesia dan Korea Selatan juga menjalankan kerja sama strategis dalam dialog-dialog membahas masalah regional dan pertahanan. “Dua negara juga memperkuat hubungan untuk kerja sama regional dan global bersama di UN, APEC, ASEAN+3, The EAS, ARF, the G20, dan MIKTA,” ujar Cho dalam workshop perdana Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea bertajuk ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relations’ baru-baru ini.

Workshop itu digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation. Cho menambahkan kerja sama Indonesia dan Korea Selatan makin erat dengan adanya kegiatan saling kunjung antara presiden kedua negara.

Presiden RI Megawati Soekarnoputri memulai kunjungan ke Korea Selatan pada Maret 2002.

Selanjutnya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono lima kali mengunjungi Korea Selatan pada November 2005, Juli 2007, Juni 2009, November 2010, dan Maret 2012. Disusul, Presiden Joko Widodo yang mengunjungi Korea Selatan pada Desember 2014, Mei 2016, September 2018, dan November 2019. Jokowi, sapaan karib kepala negara, kembali datang ke Korea Selatan pada Juli 2022 sebagai kedatangan perdana pemimpin ASEAN dan sekaligus pimpinan negara asing kedua yang menemui Presiden terpilih Korsel Yoon Seok-yeol setelah Presiden AS Joe Biden. Beberapa Presiden Korea Selatan juga pernah mengadakan kunjungan kerja di Indonesia. Di antaranya Presiden Roh Moo-nyun pada Desember 2006. Dilanjutkan Presiden Lee Myeong-bak pada Maret 2009, Desember 2010, November 2011 dan 2012. Presiden Korsel Park Geun-hae mengunjungi Indonesia pada Oktober 2013 dan Presiden Moon Jae-in pada November 2017. “Banyak Presiden Indonesia yang telah datang ke Korea Selatan dibanding negara-negara lain. Sebaliknya Presiden Korea Selatan juga telah mengunjungi Jakarta. Kita memiliki hubungan yang kuat untuk melanjutkan kerja sama dalam berbagai bidang,” ujar Cho. Dia memaparkan Korea Selatan dan Indonesia juga menjalin kerja sama di bidang ekonomi, pertahanan, industri pertahanan serta program maritim. “Indonesia dan Korea Selatan juga bertukar pandangan terkait situasi regional di kawasan Indo Pasifik,” sambungnya.

Pada kesempatan diskusi yang sama Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Muhammad Takdir mengatakan Indonesia dan Korea Selatan memiliki hubungan kerja sama yang sangat baik di bidang ekonomi, kesehatan, transportasi, perdagangan, industri dan investasi. “Indonesia dan Korea Selatan menargetkan kerja sama perdagangan senilai USD 30 triliun tahun ini,” tutur Takdir.

Kerja sama dua negara ini juga terjalin dalam pertukaran budaya, atlet, kegiatan generasi muda. Indonesia juga menaruh harapan dalam kerja sama pengiriman pekerja ke Korea Selatan. “Indonesia juga berharap perlindungan terhadap pekerja migran dari negara kita di Korea Selatan dan memperluas kesempatan untuk masuknya pekerja migran ke Korsel,” sambung Takdir. Dia meyakini Korea Selatan membutuhkan kehadiran pekerja migran Indonesia sebagai akibat dari efek aging population shifting di negara tersebut. Efek aging population shifting memengaruhi perekonomian dan keamanan nasional. “Dalam konteks ekonomi, Korea Selatan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Pada Juni 2022 Korsel menjadi negara tujuan utama bagi pekerja migran asal Indonesia,” kata Takdir.

Merujuk data BP2MI pada Juni 2022, ujar Takdir, Korea Selatan adalah negara ketiga tujuan utama pekerja migran Indonesia dengan jumlah 942 orang. Jumlah ini, tuturnya, bisa bertambah seiring eratnya hubungan bilateral kedua negara di masa depan. (flo/jpnn)

Source: https://www.jpnn.com/news/ini-sederet-kerja-sama-indonesia-dan-korea-selatan-selama-50-tahun-hubungan-bilateral

2022
Hubungan Bilateral Terjalin Hampir 50 Tahun, Ini Arti Penting Indonesia Bagi Korsel
Maria Fatimah Natalia, JPNN.com

Dr Cho Wondeuk, Research Professor Center for ASEAN-Indian Studies dari The Institute of Foreign Affairs abd National Security (IFANS) dalam diskusi di kantor FPCI . Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA – Hubungan kerja sama pemerintah Indonesia dan Korea Selatan bukan baru seumur jagung. Dua negara ini akan merayakan 50 tahun hubungan diplomasi pada yang berlangsung sejak 1973 pada 2023 mendatang.

Lalu seberapa penting hubungan kerja sama dengan Indonesia bagi pemerintah Korea Selatan? Menurut Dr Cho Wondeuk, Research Professor Center for ASEAN-Indian Studies dari The Institute of Foreign Affairs abd National Security (IFANS), Indonesia adalah salah satu negara yang netral dan menjaga keseimbangan diplomasi antara US dan China tanpa memihak dua belah pihak.

Hal itu disampaikan Cho dalam first workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea bertajuk ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relations’ baru-baru ini. Workshop itu digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation. Dalam workshop itu, Cho mengatakan Indonesia juga aktif dalam hubungan diplomasi sejak 1955 melalui Konferensi Bandung dan memimpin dunia ketiga.

“Indonesia juga memimpin hubungan multilateral di Indian Ocean Rim Association or IORA, G20, ASEAN, MIKITA and APEC,” tutur Cho dalam diskusi daring melalui zoom tersebut. Pemerintah Korea Selatan juga menilai Indonesia menunjukkan kepemimpinan dalam ASEAN Outlook on The Indo-Pacific (AOIP).

Selain itu, Korea Selatan menganggap Indonesia sebagai partner penting menjaga pertahanan melalui kerja sama submarine KF-21.

“Indonesia dan Korea Selatan berdiri bersama dalam hubungan internasional terutama untuk Indo-Pacific. Kita harus bersama karena hidup di dunia yang tidak menentu akibat pandemi covid-19 dan kompetisi yang berkembang di antara China dan US,” sambung Cho. Pengamat politik internasional Korsel itu juga memuji Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat enerjik serta aktif mencari penyelesaian masalah regional dan memberi saran-saran membantu penuntasan konflik. “Indonesia dan Korea Selatan memiliki hubungan yang spesial dan kuat di banyak bidang seperti ekonomi, politik, pertahanan dan industri,” tambah Cho. Dia berharap hubungan 50 tahun Indonesia dan Korea Selatan terus berlanjut dengan berbagai bentuk program kerja sama terutama untuk memperkuat ASEAN dan Indo-Pacific. (flo/jpnn)

2022
Tenaga Kerja Terampil RI di Korea Selatan Meningkat, Kemlu Ungkap Penyebabnya

Larasati Dyah Utami, Tribunnews

Muhammad Takdir dari Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada workshop ‘Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea’ yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation (KF), Jumat (27/8/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jumlah tenaga kerja terampil Indonesia (RI) di luar negeri meningkat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk tenaga kerja penempatan di Korea Selatan (Korsel).

Hal ini diungkap Muhammad Takdir dari Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada workshop ‘Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea’ yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation (KF), Jumat (27/8/2022).

Takdir membeberkan dalam dua dekade terakhir, jumlah tenaga kerja terampil (skilled labor) RI meningkat hampir 2 kali lipat.

Pada tahun 2019 sebanyak 42 persen angkatan kerja Indonesia adalah skilled labor berdasarkan data BP2MI, Juni 2022.

Takdir mengatakan, meningkatnya perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Korea Selatan merupakan salah satu faktor meningkatnya angka tenaga kerja terampil RI di Korsel.

“Ini merupakan pertama yang akan terjadi jika kita memiliki hubungan perdagangan dan investasi yang baik.”

“Ini juga akan mempengaruhi sektor lain seperti sektor ketenagakerjaan antara dua negara,” ujar Takdir di webinar bertema ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relation’.

Efek aging population atau populasi yang menua di Korsel telah mempengaruhi perekonomian dan keamanan nasional.

Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya mendorong pengiriman tenaga kerja terampil Indonesia untuk menembus pasar tenaga kerja Korsel.

Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong merupakan destinasi utama bagi pekerja migran Indonesia pada tahun 2019.

Namun berdasarkan data BP2MI tahun 2022, saat ini Korsel merupakan negara tujuan utama bagi pekerja migran Indonesia, dengan asal migran berpusat di Pulau Jawa.

Sektor jasa adalah penopang perekonomian Korsel terbesar (39%), diikuti sektor wholesale dan retail (19%), serta industri manufaktur dan pertambangan (16%).

Sektor pertambangan dan manufaktur menyerap banyak tenaga kerja asing di Korea dan mayoritas diserap untuk mengoperasikan mesin dan assembling.

“Jika kita bisa mengembangkan jumlah sekolah politeknik ini akan mengembangkan kebutuhan Korsel yang mengalami efek aging population,” ujarnya.

Source: https://www.tribunnews.com/nasional/2022/08/27/tenaga-kerja-terampil-ri-di-korea-selatan-meningkat-kemlu-ungkap-penyebabnya

2022
Waspada! AS Vs China Bisa Jadikan Indo-Pasifik ‘Arena Perang’

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia

Foto: Pasukan AS tersebut menjalankan operasi bersama di Laut China Selatan (LCS) dengan TNI AL. Kegiatan itu berlangsung sejar 12 April lalu dan berakhir kemarin, Kamis (14/4/2022). (Dok: U.S. Navy Office of Information)

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam satu dekade terakhir, Indo-Pasifik telah menjadi panggung sentral dari konflik persaingan kekuatan besar yang berisiko bagi stabilitas negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia.

Buktinya, Indo-Pasifik diwarnai oleh konflik Laut China Selatan yang selalu panas, konflik Selat Taiwan antara China dan Taiwan serta Semenanjung Korea antara Korea Selatan dan Korea Utara, dan konflik di Asia Selatan atau Samudera Hindia. Sebagai catatan, hampir semua konflik tersebut melibatkan China dan Amerika Serikat (AS) sebagai dua kekuatan besar (great power).

Professor Riset Center for ASEAN – Indian Studies, Institute of Foreign Affairs and National Security (IFANS), Cho Wondeuk mengungkapkan konflik di Indo-Pasifik luar biasa besar, terutama dengan meningkatnya kompetisi antara AS dan China.

“Saya menilai sebagian negara di dunia tidak boleh hanya menjadi pengamat di era great power saat ini,” ujarnya dalam Workshop bertema ‘Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relation’, Jumat (26/8/2022).

Dia menambahkan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dan Korea, harus membangun hukum konstruktif dan bekerja sama mencari solusinya dengan cara-cara yang inklusif, terbuka serta saling terhubung.

Namun, dia mengungkapkan kondisi kompetisi saat ini dibarengi dengan adanya penurunan multilateralism di dunia, sementara minilateralisme cenderung meningkat.

Contohnya, pembentukan kerja sama terbatas antara India, Jepang, AS dalam QUAD dan pakta keamanan trilateral antara AS, Inggris dan Australia.

Sementara itu, kekuatan besar seperti China memilih membentuk Global Security Initiative, Belt Road Initiative dan ekspansi potensial Shanghai Cooperation Organisation (SCO).

Kondisi ini, menurut Wondeuk, dapat berisiko melemahkan posisi Indo-Pasifik, termasuk Asean.

Oleh karena itu, dia sangat berharap negara-negara middle power seperti Korea, Australia dan Indonesia dapat merangkul negara-negara kecil untuk melakukan kerja sama kolektif di Indo-Pasifik.

Direktur Pusat Strategi Kebijakan Asia Pasifikk dan Afrika Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri RI, Muhammad Takdir membenarkan bahwa survei terbaru dari ISEAS Yusof Ishak Institute pada tahun ini mencatat 61,5% responden khawatir Asean menjadi arena kompetisi dari kekuatan besar dan negara-negara anggotanya dapat menjadi arena perang proksi kekuatan tersebut.

Takdir mengakui upaya untuk menangani proteksionisme, perselisihan batas wilayah dan maritim, serta persaingan tidak sehat lainnya di Asean semakin sulit dengan hadirnya konflik AS dan China.

“Jika Asean harus menunjukkan pilihannya sendiri, maka Asean harus mencari pihak ketiga yang mampu memperluas ruang strategis dan opsinya.” ujar Takdir.

Pihak ketiga yang dimaksud adalah negara yang dapat mengimbangi persaingan sengit antara AS dan China.

Pilihan tersebut a.l. Korea Selatan, Jepang, India, dan Uni Eropa. “Sangat menarik jika kita bisa melihat Korea Selatan dan Jepang bekerja sama untuk mengimbangi persaingan antara AS dan China,” ungkapnya.

Source: https://www.cnbcindonesia.com/news/20220829051551-4-367213/waspada-as-vs-china-bisa-jadikan-indo-pasifik-arena-perang

12
Page 2 of 2

Youtube
Twitter
Facebook
Instagram
Copyright 2021 - www.indonesia-koreajournalist.net